Nur Mahmudi tak mau seperti Foke

Rabu, 28 Desember 2011 - 19:04 WIB
Nur Mahmudi tak mau seperti Foke
Nur Mahmudi tak mau seperti Foke
A A A
Sindonews.com- Banyak pasangan Kepala Daerah dipertengahan atau menjelang akhir masa jabatannya berakhir dengan konflik. Misalnya, Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo (Foke) dengan Wakilnya, Prijanto.

Selain itu, Bupati Garut Aceng Fikri dengan Wakilnya, Dicky Candra. Kondisi ini berbeda dialami oleh pasangan wali kota incumbent, Nur Mahmudi Ismail dan Wakilnya Idris Abdul Somad. Meskipun. Wali Kota dua periode ini sempat dilanda persoalan yang sama, ketika berpasangan dengan Yuyun Wirasaputra.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, dia memiliki kiat tersendiri dalam mencegah terjadinya konflik internal. Hal utama dilakukan dimulai dari motivasi kepala daerah itu sendiri.

Misalnya, mengutamakan kepentingan rakyat daripada kepentingan golongan dan pribadi. Tentu saja, komunikasi di antara pasangan kepala daerah ini jangan sampai tersumbat.

"Kita harus taati peraturan pemerintah, taat kepres, taat sistem pengelolaan pemerintah. Kalau itu yang diutamakan masing – masing, tak ada istilah rebutan, kewajiban kita berdua untuk jalankan amanah,” ujar Nur Mahmudi kepada wartawan, Rabu (28/12/11).

Hubungan harmonis ini, bukan berarti tanpa adanya perbedaan pendapat dalam menentukan kebijakan. Namun, itu merupakan ijtihad dari rapat. “Kalau ada forumnya kita akan hormati. Kembangkan sistem yang harus dilalui, SOP yang harus dilalui untuk menentukan mekanisme pengambilan keputusan. Kalau itu sudah ada, tak akan ada peluang untuk dispute,” tegasnya.

Dia mengakui, konflik kerap terjadi karena ada niatan dari wakil kepala daerah untuk maju dalam pemilihan kepala daerah berikutnya. Tentu saja, kepala daerah tersebut tak perlu marah dengan wakilnya itu.

Sebab, itu hak dari wakil kepala daerah sebagai warga negara. Bahkan diatur dalam undang-undang. "Itu amanah demokrasi, harus dihormati. Ngapain ribut – ribut, mau naik saja, nanti keputusan ada di tangan rakyat,” tandasnya.

Hal senada juga disampaikan Ketua DPR Marzuki. Menurut dia, konflik antara pasangan kepala daerah dengan wakilnya merupakan fenomena umum. Dia mengatakan, pada saat proses Pemilukada, calon kepala daerah dan wakilnya sangat kompak. Sebaliknya, perpecahan terjadi justru saat kemenangan sudah di tangan.

"Ini karena kecurigaan, khawatir nanti wakilnya akan maju, khawatir nanti wakilnya akan popular," ucap Marzuki ketika ditemui di Kompleks MNC, Jalan Kebon Sirih Raya, Jakarta Pusat.

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini menambahkan, konlfik internal ini kerap terjadi, ketika pasangan kepala daerah tersebut berasal dari partai yang berbeda. Lanjutnya, fenomena ini dapat menghambat pembangunan, jika dibiarkan berlarut-larut. Maka itu, dia mengusulkan ada perubahan sistem mengenai kepala daerah tersebut.

"Maju itu kan sudah ada kesepakatan, namun setelah jadi kadang kesepakatan itu sering dilanggar karena enggak ada undang-undangnya," ungkapnya.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7706 seconds (0.1#10.140)