Pembunuhan Bocah, Reza Indragiri: Periksa Psikologi ABG Secara Seksama

Senin, 09 Maret 2020 - 09:28 WIB
Pembunuhan Bocah, Reza Indragiri: Periksa Psikologi ABG Secara Seksama
Pembunuhan Bocah, Reza Indragiri: Periksa Psikologi ABG Secara Seksama
A A A
JAKARTA - Kasus pembunuhan bocah berusia 6 tahun di Sawah Besar, Jakarta Pusat, diduga akibat pelaku NF (15) kerap melihat aksi kekerasan. Sehingga, hal itu bisa mempengaruhi manusia untuk melakukan hal yang sama.

Namun, Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, perbuatan keji tidak akan terjadi jika manusia mempunyai jiwa sosial yang tinggi. Jiwa yang tinggi itu harus ditumbuhkan kepada sang anak oleh orang tua.
"Teori belajar sosial. Bahwa, apa-apa yang kita inderawi bisa mendorong kita untuk melakukan perbuatan serupa. Tapi faktanya, tidak setiap orang yang menonton tayangan kekerasan lantas menjadi pelaku kekerasan," kata Reza saat dihubungi SINDOnews, Senin (9/3/2020).
Reza juga mengatakan, polisi harus memeriksakan kejiwaan pelaku dengan teliti. "Saya belum tahu kondisi psikologis anak tersebut. Harus diperiksa seksama," tandasnya. (Baca Juga: Remaja Putri Bunuh Bocah, Kak Seto: Ada Kelainan Mental Psikopatologi
Reza yang juga Sekretaris Jenderal (Sekjen) Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) ini meminta, agar pemberitaan kasus pembunuhan AP (6), yang dilakukan NF (15), tidak menyudutkan pelaku. Karena, kata dia, biar bagaimanapun NF masih di bawah umur.
"Tapi juga tak elok jika kasus ini dibiarkan luput dari perhatian masyarakat. Karena ini boleh jadi menyangkut kepentingan bahkan keamanan publik. Saya juga berharap sekali ekspos kasus ini tidak berekses pada munculnya sikap mengelu-elukan si anak pelaku karena perilaku ekstrimnya," pinta Reza.

Dia juga berharap, kejadian itu tidak timbul di kemudian hari. "Tidak hanya pengakuan semacam itu yang diinginkan anak-pelaku, tapi juga dikhawatirkan menginspirasi anak-anak lain yang harus diakui hari ini nampak lebih gampang meledak ketimbang generasi sebelumnya," urai Reza.

Dia menjelaskan, empat kondisi yang bercampur pada diri anak dengan kelakuan sedemikian rupa antara lain; impulsivity, aggression, manipulativeness, dan defiant. (Baca Juga: Siswi SMP Mengaku Puas Setelah Membunuh Bocah Berusia 6 Tahun
"Keempatnya menghadirkan tantangan ekstra bagi teman-teman penyidik. Apakah jawaban anak-pelaku adalah benar-benar nyata atau fabrikasi belaka? Kelak, dengan segala kesantunannya (antara lain, dia datang sendiri ke kantor polisi), apakah anak semacam itu memang menyesal atau justru sedang mengikuti aturan agar nantinya bisa dia manfaatkan? Andai dia bertindak positif di depan konselor, apakah dia sesungguhnya sedang mempelajari suatu siasat tertentu bahkan tanpa disadari konselornya?" kata Reza.

Dalam memberikan sanksi terhadap pelaku, dia juga mengatakan, penegak hukum harus berhati-hati. "Ujungnya, akan diapakan anak yang berkepribadian-berperilaku sedemikian brutal?" sambungnya.

Meski begitu, dia mengatakan, selama ini apa yang dilakukan oleh Polres Jakarta Pusat baik. Maka itu, dia mengapresiasi kinerja penyidik dalam menangani kasus pembunuhan ABG 15 tahun ini.

"Membayangkan kekejian si anak-pelaku, barangkali banyak kalangan ingin si pelaku dihukum seberat mungkin. Silakan ditimbang-timbang. Pasalnya, studi kekinian di bidang psikologi dan neuroscience justru memandang bahwa anak dengan tabiat callous unemotional (CU, sebutan yang lebih lazim bagi anak-anak berkepribadian psikopat) tidak baik dihukum seperti para ABH dan pelaku dewasa yang juga melakukan pembunuhan 'biasa'. Program rehabilitasi psikis dan sosial pun belum ada yang benar-benar memberikan faedah positif," imbuh Reza.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6318 seconds (0.1#10.140)