Dihadang Ibu-ibu, Eksekusi Rumah Dinas Pensiunan Puspiptek Gagal

Kamis, 27 Februari 2020 - 18:03 WIB
Dihadang Ibu-ibu, Eksekusi Rumah Dinas Pensiunan Puspiptek Gagal
Dihadang Ibu-ibu, Eksekusi Rumah Dinas Pensiunan Puspiptek Gagal
A A A
TANGERANG SELATAN - Pengelola kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong, Tangerang Selatan, mengerahkan personel gabungan dari pengamanan internal, polisi, dan TNI, untuk mengawal proses eksekusi rumah dinas negara di perumahan itu.

Sejatinya, proses eksekusi kali ini tahapannya untuk memutus sambungan air PAM dan listrik ke rumah-rumah yang ditempati para pensiunan Puspiptek. Namun upaya itu batal, karena dihadang demo ratusan warga setempat.

Sempat terjadi ketegangan antara warga dan petugas eksekusi. Warga bersikeras menolak pemutusan air PAM dan listrik. Guna mencegah adanya benturan, kepolisian langsung mengambil alih dan melakukan mediasi.

"Jadi sebaiknya ini ditunda dulu, diselesaikan seperti apa baiknya sampai ada putusan pengadilan. Sehingga tidak terjadi sesuatu yang tidak kita harapkan, merugikan kita bersama," tegas Kasat Sabhara Polres Tangsel, AKP Ii Sutasman.

Mendengar instruksi penundaan eksekusi, sejumlah petugas internal yang bersiap membongkar mesin saluran PAM berbalik mundur dan menjauh dari rumah warga. Momen itu disambut suka cita oleh warga yang kebanyakan kalangan ibu-ibu rumah tangga.

Juru bicara pensiunan pegawai Puspiptek, Sardjono (69), menuturkan, mereka telah sejak lama menempati rumah dinas itu, yakni sejak 1982/1983. Belakangan mereka diharuskan membayar uang sewa dengan kisaran yang berbeda-beda.

"Jangan sewenang-wenang, kami mengabdi sudah puluhan tahun buat negara. Kami dulu diminta negara untuk pindah dan bekerja di sini, diberi rumah dinas. Tolong hargai itu. Sekarang Puspiptek mau memutus air, listrik, ini cara-cara keji, bertentangan dengan HAM," ujarnya.

Sebenarnya warga pensiunan Puspiptek mulai melakukan aksi protes batas penempatan rumah dinas sejak 2004 silam. Namun Kemenristek kala itu memberikan toleransi dengan mempersilakan para pensiunan menempati rumah dinas seumur hidup.

"Tahun 2004 tuntutan kita diterima Menristek, akhirnya kita dibolehkan tinggal di sini seumur hidup. Tapi dibatasi sampai kita saja, jadi kalau kita sudah meninggal ya anak-anak kita enggak boleh lagi tinggal di sini. Tapi kemudian tahun 2017 ketentuan itu dirubah sama Puspiptek. Nah ini yang kita tentang," imbuhnya.

Koordinator warga, Jonnie Korua (66), menambahkan, pengelola Puspiptek tidak pernah mau turun bermusyawarah dengan masyarakat para pensiunan. Hal itu menjadi penyebab berlarutnya polemik soal penempatan rumah dinas tersebut.

"Mereka enggak pernah mau turun langsung mediasi dengan kita. Paling tidak Kepala kawasan mau bermusyawarah. Kita sudah bayar sewa, tapi saluran air mau diputus, listrik diputus, bagaimana ini? kita semua juga tidak mau gaduh seperti ini, kita sudah tua renta, kita mau hidup tenang," kata Jonnie.

Sementara itu, Kepala Bidang Sarana Kawasan Puspiptek, Dwi Wiratno, menuturkan, pihaknya terpaksa menunda eksekusi kali ini untuk menghindari adanya gesekan. Meski begitu, eksekusi akan tetap dilakukan dengan lebih dulu mengkaji pertimbangan hukum berikutnya.

"Kami akan melaporkan hal ini ke atasan. Nanti pertimbangannya seperti apa, baru kita laksanakan. Karena ini adalah rumah dinas negara, artinya ketentuannya sudah ada," katanya.

Dwi menyebut, surat peringatan 1 dan 2 sudah dilayangkan kepada para pensiunan Puspiptek sejak Desember 2018. Namun sebagian penghuni masih bertahan menempati rumah dinas. Sedangkan sebanyak 340 Kepala Keluarga (KK) lainnya memilih pindah.

"Kemudian kita keluarkan surat peringatan kedua bulan Mei 2019. Saat itu kita akan lakukan tindakan tegas dengan memutus air dan tidak melakukan pengambilan sampah. Namun kita urungkan karena warga meminta mediasi, kita jalani. Tapi sampai sekarang belum juga mengosongkan rumah dinas, sehingga kita keluarkan peringatan soal surat kedua itu. Makanya sekarang kita minta bantuan polisi dan TNI," jelasnya.

Masih kata dia, soal penarikan uang sewa bagi para pensiunan itu sebenarnya telah diatur dalam regulasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1994 Pasal 10. Besarannya minimal Rp62 ribuan, tergantung dari tipe rumah dinas yang ditempati.

"Uang sewa itu ada aturannya tergantung tipe rumah. Di sana kan ada tipe 50, 70, 98, 120, dan 160. Sekarang masalahnya, pegawai PNS aktif kita itu sudah mencapai 6 ribuan pegawai dari 53 laboratorium. Nah mereka kan butuh fasilitas juga, butuh tempat tinggal. Makanya kami akan tetap kosongkan rumah dinas itu dalam waktu cepat," tandasnya.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4357 seconds (0.1#10.140)