Cara Baru Gaet Wisatawan, Cagar Budaya Itu Cagar Ekonomi

Kamis, 20 Februari 2020 - 09:15 WIB
Cara Baru Gaet Wisatawan, Cagar Budaya Itu Cagar Ekonomi
Cara Baru Gaet Wisatawan, Cagar Budaya Itu Cagar Ekonomi
A A A
RIBUAN orang tumpah ruah di Jalan Suryakencana, Kota Bogor pada 8 Februari lalu. Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dan sejumlah elemen masyarakat, terutama etnis Tionghoa menghelat perayaan Cap Go Meh. Di jalan sepanjang 2 kilometer (km), aneka pertunjukan digelar, tak terkecuali barongsai—atraksi kesenian yang selalu hadir dalam perayaan Imlek. Setidaknya, ada 25 kelompok barongsai dan beberapa tarian daerah yang memeriahkan Bogor Street Festival Cap Go Meh 2020 itu.

Menteri Pariwisata (Menpar) Wishnutama mengatakan, festival merupakan cara baru dalam menggaet wisatawan karena tidak mengandalkan keindahan alam. “Di jalan, kita liat antusiasme masyarakat,” ujarnya.

Suryakencana bukan sembarang jalan. Kawasan pecinan ini merupakan salah satu pusat perniagaan dan kuliner di Kota Bogor. Aneka kuliner khas Kota Bogor ada di sini, seperti asinan dan soto. Berada di ring 1 Kota Bogor—berseberangan dengan Kebun Raya cum Istana Bogor dan berjarak 1 km dari balai kota, serta gedung-gedung pemerintahan lainnya, Jalan Suryakencana punya magnet yang tinggi bagi pelancong. Bukan saja soal kuliner, melainkan kawasan ini memiliki nilai sejarah.

Pada 2014, Suryakencana ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. Wajar memang karena banyak bangunan peninggalan tempo dulu di Jalan Suryakencana ini. Salah satu yang menjadi ikon di sini adalah Wihara Dhanagun. Sebuah pusat peribadatan yang berusia lebih dari tiga abad sudah ditetapkan sebagai cagar budaya sejak 2002.

Ya, kehadiran cagar budaya terbukti tidak hanya memberikan sumbangsih untuk ilmu pengetahuan, tetapi juga menghidupkan perekonomian masyarakat setempat. Peran penting cagar budaya tersebut menimbulkan kesadaran kolektif untuk menjaga dan merawatnya. Jalan Suryakencana sendiri bukanlah satu-satunya cagar budaya di Kota Bogor. Ada 485 bangunan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kota Hujan.

Demi merawat sejarah sekaligus meneguk keuntungan ekonomi, Pemkot Bogor terus melakukan pemeliharaan dan perawatan, termasuk berencana memugar situs Batu Tulis dan Museum Perjuangan. “Ke depan, Kota Bogor harus diperjuangkan dan ditata kembali sebagai kota pusaka,” terang Wali Kota Bogor Bima Arya.

Sama seperti Kota Bogor, Kota Bandung mempunyai sekitar 1.700 bangunan cagar budaya. Rata-rata peninggalan Belanda. Sebut saja Gedung Merdeka, Savoy Homman, Hotel Preanger, dan Gedung Sate—kantor Gubernur Jawa Barat (Jabar). Beberapa gedung memiliki nilai sejarah internasional, seperti Gedung Merdeka. Gedung yang awalnya bernama Societeit Concordia itu pernah digunakan untuk Konferensi Asia-Afrika pada April 1955.
Ada pula yang berbentuk rumah, seperti Roemah Boekittinggi, Drie Locomotieven (rumah milik mantan Gubernur Jabar Mashudi), Panti Asuhan Tambatan Hati, dan dua rumah karya Soekarno di Jalan Kasmin Nomor 4–6 Kecamatan Astananyar dan Jalan Palasari 5 di Kecamatan Lengkong. Sebagian bangunan kini berfungsi sebagai perkantoran, misalnya bekas Ned Handel Maatchappij yang sekarang menjadi kantor Bank Mandiri dan bekas toko De Vries—Bank OCBC NISP.

Saking banyaknya bangunan kuno bersejarah, Kota Kembang mendapat predikat sebagai laboratorium arsitek. Semua bangunan itu telah memberi andil pada pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bandung dari sektor pariwisata, yang hampir Rp700 miliar setiap tahun. PAD sektor pariwisata tersebut didapat dari 7 juta wisatawan yang berkunjung ke Kota Kembang.

Tak heran, Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana berharap para pemilik bangunan cagar budaya tetap menjaga, merawat keaslian, dan melestarikannya. “Bangunan cagar budaya bernilai sejarah memberikan ciri Kota Bandung sebagai kota budaya,” terangnya.

Daerah yang kaya bangunan bersejarah lain di Jawa Barat adalah Kota Cirebon. Lihat saja Stasiun Kejaksan. Sama seperti kota-kota lain yang pernah jadi pusat pemerintahan atau perniagaan di era kolonial, kantor Wali Kota Cirebon merupakan cagar budaya. Juga ada gedung Bank Indonesia, British American Tobacco, dan Gedung Negara. Tak ketinggalan pusat peribadatan yang dibangun oleh etnis Tionghoa dan orang-orang Eropa, antara lain Klenteng Talang, Wihara Dewi Welas Asih, dan Gereja Santo Yusuf, ditetapkan sebagai cagar budaya.

Jawa Barat juga memiliki Candi Cangkuang di Garut, Candi Batujaya di Karawang, dan situs megalitikum Gunung Padang di Cianjur. Akhir Desember 2018, situs Gunung Padang ditetapkan sebagai cagar budaya nasional. Sejak namanya ramai diperbincangkan karena aktivitas penelitian, Gunung Padang ramai dikunjungi wisatawan.

Demi menjaga keaslian situs, dinas pariwisata setempat melarang proyek pembangunan apa pun di zona inti dan penunjang situs Gunung Padang. “Terlebih jika tidak berfungsi sebagai pelindung situs,” tutur anggota Tim Ahli Cagar Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat Luthfi Yondri. (Fahmi W. Bahtiar/Yohannes Tobing)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8626 seconds (0.1#10.140)