Konten Prank Berbahaya di TikTok, Psikolog: Senang di Atas Kesusahan Orang Lain
A
A
A
JAKARTA - Psikolog Universitas Muhammadiyah Prof DR Hamka (Uhamka) Abu Bakar Fahmi menanggapi soal viralnya konten prank membahayakan di TikTok.
Dalam salah satu video ada tiga orang yang bersiap lompat, namun pas lompatan kedua, rekan yang berada di tengah langsung dicekal kakinya hingga terjatuh.
Menurut Fahmi, konten prank ini dibuat tanpa empati. Hanya untuk kesenangan diri semata, bahkan bisa melukai orang lain. “Kita senang atas kesusahan orang lain (schaden freude) seperti banyak prank di TikTok sekarang ini," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (15/2/2020).
Dia menjelaskan, aplikasi TikTok yang digandrungi remaja saat ini menunjukkan kalau remaja sedang hidup di ruang sosialnya. TikTok menjadi ruang bergaul remaja di era digital, dunia maya menjadi dunia nyata. (Baca juga: Hati-hati! Demam Video Prank Berbahaya di TikTok)
"Karena dunia maya menjadi ruang pergaulannya, maka remaja butuh eksis melalui berbagai media sosial. Sementara, media sosial punya prinsip jejaring. Kita akan menggunakan jika banyak kawan kita yang juga menggunakannya. Setelah punya akun media sosial remaja perlu terus meng-update statusnya secara konsisten," ungkap Fahmi.
Dia menilai menggunakan aplikasi TikTok menjadi cara remaja dalam melakukan upaya mekanisme pengelolaan emosinya. Pada kondisi penuh tekanan remaja butuh tempat penyaluran.
Upaya mengatasi cemas, sedih, stres secara instan dipenuhi dengan melihat dan menggunakan TikTok agar emosi negatifnya berkurang. Dalam hal ini, remaja punya kemampuan mengelola emosinya sendiri. "Namun, di balik itu ada ancaman yang perlu diwaspadai. Seiring kemajuan digital ada fenomena yang dinamakan epidemi narsisisme (narcissism epidemic) pada remaja," ujarnya.
Dalam derajat tertentu remaja menyukai dirinya. Mereka pun menggunakan ruang bergaulnya itu untuk mengunggulkan dirinya sendiri. Remaja ingin menjadi pusat perhatian, punya keunggulan unik, berhak mendapatkan sesuatu, serta apa saja yang berpusat pada diri sendiri. (Baca juga: Pengamat Sosial UGM: Harus Ada Penyadaran Buat Video Mendidik)
Dalam salah satu video ada tiga orang yang bersiap lompat, namun pas lompatan kedua, rekan yang berada di tengah langsung dicekal kakinya hingga terjatuh.
Menurut Fahmi, konten prank ini dibuat tanpa empati. Hanya untuk kesenangan diri semata, bahkan bisa melukai orang lain. “Kita senang atas kesusahan orang lain (schaden freude) seperti banyak prank di TikTok sekarang ini," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (15/2/2020).
Dia menjelaskan, aplikasi TikTok yang digandrungi remaja saat ini menunjukkan kalau remaja sedang hidup di ruang sosialnya. TikTok menjadi ruang bergaul remaja di era digital, dunia maya menjadi dunia nyata. (Baca juga: Hati-hati! Demam Video Prank Berbahaya di TikTok)
"Karena dunia maya menjadi ruang pergaulannya, maka remaja butuh eksis melalui berbagai media sosial. Sementara, media sosial punya prinsip jejaring. Kita akan menggunakan jika banyak kawan kita yang juga menggunakannya. Setelah punya akun media sosial remaja perlu terus meng-update statusnya secara konsisten," ungkap Fahmi.
Dia menilai menggunakan aplikasi TikTok menjadi cara remaja dalam melakukan upaya mekanisme pengelolaan emosinya. Pada kondisi penuh tekanan remaja butuh tempat penyaluran.
Upaya mengatasi cemas, sedih, stres secara instan dipenuhi dengan melihat dan menggunakan TikTok agar emosi negatifnya berkurang. Dalam hal ini, remaja punya kemampuan mengelola emosinya sendiri. "Namun, di balik itu ada ancaman yang perlu diwaspadai. Seiring kemajuan digital ada fenomena yang dinamakan epidemi narsisisme (narcissism epidemic) pada remaja," ujarnya.
Dalam derajat tertentu remaja menyukai dirinya. Mereka pun menggunakan ruang bergaulnya itu untuk mengunggulkan dirinya sendiri. Remaja ingin menjadi pusat perhatian, punya keunggulan unik, berhak mendapatkan sesuatu, serta apa saja yang berpusat pada diri sendiri. (Baca juga: Pengamat Sosial UGM: Harus Ada Penyadaran Buat Video Mendidik)
(jon)