Terancam Bangkrut, Puluhan Shelter Bus Jadi Toilet dan Penginapan Gelandangan
A
A
A
BOGOR - Hampir 13 tahun tepatnya sejak 3 Juni 2007 keberadaan Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) selaku Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pengelola atau operator Bus Trans Pakuan tak pernah meraup untung alias terancam bangkrut.
Berdasarkan data diperoleh dari 30 unit bus hibah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan pelayanan empat koridor hingga saat ini (sejak 2018-2020) tersisa hanya empat unit yang beroperasi yakni koridor 3 (Bellanova, Sentul-Cidangiang, Baranangsiang) saja, itupun alakadarnya alias hidup segan mati tak mau.
Bahkan berdasarkan pantauan SINDOnews, Senin (10/2/2020) sejumlah fasilitas atau infrastruktur penunjang operasional bus Transpakuan di antaranya halte atau shelter Bus Transit System (BTS) mulai dari koridor 1 (Bubulak-Cidangiang) hingga 3A (Cidangiang-Sentul City) kondisinya 90 persen tak terawat alias mubazir. Padahal anggaran untuk membangun shelter tersebut mencapai Rp2 miliar yang dilakukan secara bertahap.
Seperti shelter PDAM 2 dan Pakuan di Jalan Raya Tajur, kondisinya rusak berat dinding kaca dipenuhi coretan perbuatan vandalisme dan bangku tunggu penumpang hancur dibiarkan di lantai. Bahkan hampir setiap malam, jadi tempat 'penginapan' penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) alias gelandangan.
Bahkan di shelter BTS seberang perumahan Vila Duta, Bogor Timur, Kota Bogor tak jauh dari kantor pelayanan bea dan cukai Bogor, kondisinya cukup memprihatinkan selain dipenuhi coretan cat pilok, kaca pecah, rolling door hancur dan seolah telah berubah menjadi 'toilet' umum. Seluruh lantai dipenuhi sampah disertai bau pesing.
"Hampir setiap malam jadi tempat singgah gelandangan, kalau siang sih kosong. Bahkan kalau hujan orang biasa malas berteduh, karena bau pesing," kata Ridwan, pedagang kaki lima di Jalan Pajajaran dekat shelter seberang perumahan Vila Duta, Senin (10/2/2020).
Begitupula depan ruko Baby House dan Samping Masjid Raya, kondisinya kumuh seluruh kaca dan dinding dipenuhi coretan pilok. Bahkan di shelter induk Cidangiang yang menjadi pusat atau tempat menaikan dan menurunkan penumpang koridor 3 juga cukup parah.
Bahkan di dalam shelter sudah seperti parkiran ojek online, ada tiga unit sepeda motor dengan jaket bertuliskan ojek online. Sekalipun ada satu tiketing sudah seperti loket di terminal bus biasa di Terminal Baranangsiang.
"Saat ini karyawannya hanya 24 yang bertahan. Untuk layanan koridor Bellanova-Cidangiang hanya empat unit, dengan penghasilan per hari Rp6 juta, harga tiket Rp10 ribu/penumpang, terpaksa daripada menganggur. Sebab gaji empat bulan sejak awal kolapse pada 2016 belum dibayar-bayar sampai sekarang," ujar karyawan PDJT Puji saat ditemui di Shelter Cidangiang, Senin (10/2/2020).
Dia menyayangkan pemerintah sudah tak mau mensubsidi lagi, padahal untuk satu koridor saja, animo masyarakat atau penumpang yang mengakses transportasi massal ini bisa mencapai Rp40 juta setiap minggunya.
"Makanya sekarang kita yang bertahan sudah tak digaji lagi oleh subsidi pemerintah dalam hal ini penyertaan modal, tapi mandiri dari hasil operasional kita di koridor Cidangiang-Bellanova," kata dia.
Berdasarkan data diperoleh, gejala BUMD tersebut bermasalah sudah terlihat pada enam bulan pertama sudah mengalami kerugian sebesar Rp700 juta.
Kerugian itu terus berlanjut. Menginjak usia satu tahun, kerugian PDJT tembus Rp2 miliar. Hingga pada 2008, kerugian bertambah menjadi Rp2,5 miliar. Dari akumulasi tahun pertama hingga 2014, total kerugian PDJT mencapai Rp5,734 miliar. Artinya, sejak perusahaan berdiri sudah banyak faktor yang membuat PDJT terus merugi.
Sementara itu, anggota Komisi III DPRD Kota Bogor Zaenul Mutaqin mengatakan, kondisi BUMD bidang Transportasi ini akibat serampangannya Pemkot Bogor dalam melakukan perencanaan, sehingga tercermin dari pembangunan fasilitas penunjangnya seperti shelter tak berfungsi dengan maksimal.
"Iya saya pernah menyampaikan kepada Dishub, kalau membangun shelter itu harus diperhitungkan, berfungsinya karena melihat Trans Pakuan sudah tak jalan, ini harus dievaluasi," ujarnya.
Saat ini, kata dia, bus Trans Pakuan hanya melayani trayek Cidangiang, Baranangsiang, Kota Bogor-Bellanova, Babakanmadang, Kabupaten Bogor saja. "Makanya dhelter ini fungsinya buat apa? jadi sangat mubazir dan buang-buang anggaran, apalagi pemkot berencana untuk menyediakan trem, lalu buat apa? Nasibnya shelter bagaimana, dan anggarannya tidak kecil," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim menjelaskan, pihaknya tetap optimistis terhadap PDJT dengan melakukan penyehatan agar perusahaan umum daerah yang kondisinya hampir bangkrut tersebut dapat dipulihkan. "Pemkot Bogor memilih opsi melakukan penyehatan terhadap PDJT, yakni pengelola Bus Trans Pakuan," katanya.
Menurutnya, opsi optimisme dengan melakukan penyehatan, ditempuh oleh Pemerintah Kota Bogor dengan pertimbangan PDJT masih beroperasi. Meskipun dalam kondisi sangat minim tapi masih memiliki modal usaha.
Berdasarkan aturan perundangan, kata dia, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) harus berstatus perseroda, perumda atau perusda. "Terhadap Perumda PDJT yang kondisinya sudah memprihatinkan, akan segera disehatkan dan status badan hukumnya diubah menjadi perusda agar lebih efisien," katanya.
Pertimbangannya, kata dia, jika badan hukumnya perumda dan perusda, maka kepemilikannya 100 persen oleh pemerintah kota. "Tapi jika status badan hukumnya perseroda maka kepemilikan pemerintah kota hanya 50 persen, sedangkan 50 persen lainnya bisa dimiliki swasta atau perorangan," katanya.
Sedangkan terkait shelter saat ini tengah dikaji untuk dapat difungsikan sebagai sarana promosi atau pemanfaatan sarana telekomunikasi seperti tower mini (macrocell atau small cells). "Jangka menengahnya tetap difungsikan sebagai halte sambil melengkapinya dengan trayek bus sedang," tuturnya.
Sedangkan Pemkot belum berencana untuk membongkar shelter yang sudah ada, tetapi mencoba untuk memaksimalkan fungsinya terlebih dahulu. "Jadi belum ada rencana bongkar," katanya.
Sekadar diketahui Kota Bogor memiliki dua jenis shelter, yakni Shelter Bus Transit System (BTS) dan non BTS. Shelter BTS saat ini berjumlah 45 unit, terdiri atas Koridor 1 sebanyak 15 unit, Koridor 2 sebanyak 14 unit, dan Koridor 4 atau jalur tengah sebanyak 15 unit, serta satu unit transfer point. Kemudian untuk shelter Non BTS hingga 2018 sebanyak 40 unit.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Bogor Agus Suprapto yang juga menjabat sebagai Plt Direktur Utama PDJT saat dikonfirmasi terkait perkembangan dan status masa depan Trans Pakuan enggan berkomentar. Baik melalui WhatsApp maupun telepon enggan meresponsnya.
Berdasarkan data diperoleh dari 30 unit bus hibah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan pelayanan empat koridor hingga saat ini (sejak 2018-2020) tersisa hanya empat unit yang beroperasi yakni koridor 3 (Bellanova, Sentul-Cidangiang, Baranangsiang) saja, itupun alakadarnya alias hidup segan mati tak mau.
Bahkan berdasarkan pantauan SINDOnews, Senin (10/2/2020) sejumlah fasilitas atau infrastruktur penunjang operasional bus Transpakuan di antaranya halte atau shelter Bus Transit System (BTS) mulai dari koridor 1 (Bubulak-Cidangiang) hingga 3A (Cidangiang-Sentul City) kondisinya 90 persen tak terawat alias mubazir. Padahal anggaran untuk membangun shelter tersebut mencapai Rp2 miliar yang dilakukan secara bertahap.
Seperti shelter PDAM 2 dan Pakuan di Jalan Raya Tajur, kondisinya rusak berat dinding kaca dipenuhi coretan perbuatan vandalisme dan bangku tunggu penumpang hancur dibiarkan di lantai. Bahkan hampir setiap malam, jadi tempat 'penginapan' penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) alias gelandangan.
Bahkan di shelter BTS seberang perumahan Vila Duta, Bogor Timur, Kota Bogor tak jauh dari kantor pelayanan bea dan cukai Bogor, kondisinya cukup memprihatinkan selain dipenuhi coretan cat pilok, kaca pecah, rolling door hancur dan seolah telah berubah menjadi 'toilet' umum. Seluruh lantai dipenuhi sampah disertai bau pesing.
"Hampir setiap malam jadi tempat singgah gelandangan, kalau siang sih kosong. Bahkan kalau hujan orang biasa malas berteduh, karena bau pesing," kata Ridwan, pedagang kaki lima di Jalan Pajajaran dekat shelter seberang perumahan Vila Duta, Senin (10/2/2020).
Begitupula depan ruko Baby House dan Samping Masjid Raya, kondisinya kumuh seluruh kaca dan dinding dipenuhi coretan pilok. Bahkan di shelter induk Cidangiang yang menjadi pusat atau tempat menaikan dan menurunkan penumpang koridor 3 juga cukup parah.
Bahkan di dalam shelter sudah seperti parkiran ojek online, ada tiga unit sepeda motor dengan jaket bertuliskan ojek online. Sekalipun ada satu tiketing sudah seperti loket di terminal bus biasa di Terminal Baranangsiang.
"Saat ini karyawannya hanya 24 yang bertahan. Untuk layanan koridor Bellanova-Cidangiang hanya empat unit, dengan penghasilan per hari Rp6 juta, harga tiket Rp10 ribu/penumpang, terpaksa daripada menganggur. Sebab gaji empat bulan sejak awal kolapse pada 2016 belum dibayar-bayar sampai sekarang," ujar karyawan PDJT Puji saat ditemui di Shelter Cidangiang, Senin (10/2/2020).
Dia menyayangkan pemerintah sudah tak mau mensubsidi lagi, padahal untuk satu koridor saja, animo masyarakat atau penumpang yang mengakses transportasi massal ini bisa mencapai Rp40 juta setiap minggunya.
"Makanya sekarang kita yang bertahan sudah tak digaji lagi oleh subsidi pemerintah dalam hal ini penyertaan modal, tapi mandiri dari hasil operasional kita di koridor Cidangiang-Bellanova," kata dia.
Berdasarkan data diperoleh, gejala BUMD tersebut bermasalah sudah terlihat pada enam bulan pertama sudah mengalami kerugian sebesar Rp700 juta.
Kerugian itu terus berlanjut. Menginjak usia satu tahun, kerugian PDJT tembus Rp2 miliar. Hingga pada 2008, kerugian bertambah menjadi Rp2,5 miliar. Dari akumulasi tahun pertama hingga 2014, total kerugian PDJT mencapai Rp5,734 miliar. Artinya, sejak perusahaan berdiri sudah banyak faktor yang membuat PDJT terus merugi.
Sementara itu, anggota Komisi III DPRD Kota Bogor Zaenul Mutaqin mengatakan, kondisi BUMD bidang Transportasi ini akibat serampangannya Pemkot Bogor dalam melakukan perencanaan, sehingga tercermin dari pembangunan fasilitas penunjangnya seperti shelter tak berfungsi dengan maksimal.
"Iya saya pernah menyampaikan kepada Dishub, kalau membangun shelter itu harus diperhitungkan, berfungsinya karena melihat Trans Pakuan sudah tak jalan, ini harus dievaluasi," ujarnya.
Saat ini, kata dia, bus Trans Pakuan hanya melayani trayek Cidangiang, Baranangsiang, Kota Bogor-Bellanova, Babakanmadang, Kabupaten Bogor saja. "Makanya dhelter ini fungsinya buat apa? jadi sangat mubazir dan buang-buang anggaran, apalagi pemkot berencana untuk menyediakan trem, lalu buat apa? Nasibnya shelter bagaimana, dan anggarannya tidak kecil," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim menjelaskan, pihaknya tetap optimistis terhadap PDJT dengan melakukan penyehatan agar perusahaan umum daerah yang kondisinya hampir bangkrut tersebut dapat dipulihkan. "Pemkot Bogor memilih opsi melakukan penyehatan terhadap PDJT, yakni pengelola Bus Trans Pakuan," katanya.
Menurutnya, opsi optimisme dengan melakukan penyehatan, ditempuh oleh Pemerintah Kota Bogor dengan pertimbangan PDJT masih beroperasi. Meskipun dalam kondisi sangat minim tapi masih memiliki modal usaha.
Berdasarkan aturan perundangan, kata dia, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) harus berstatus perseroda, perumda atau perusda. "Terhadap Perumda PDJT yang kondisinya sudah memprihatinkan, akan segera disehatkan dan status badan hukumnya diubah menjadi perusda agar lebih efisien," katanya.
Pertimbangannya, kata dia, jika badan hukumnya perumda dan perusda, maka kepemilikannya 100 persen oleh pemerintah kota. "Tapi jika status badan hukumnya perseroda maka kepemilikan pemerintah kota hanya 50 persen, sedangkan 50 persen lainnya bisa dimiliki swasta atau perorangan," katanya.
Sedangkan terkait shelter saat ini tengah dikaji untuk dapat difungsikan sebagai sarana promosi atau pemanfaatan sarana telekomunikasi seperti tower mini (macrocell atau small cells). "Jangka menengahnya tetap difungsikan sebagai halte sambil melengkapinya dengan trayek bus sedang," tuturnya.
Sedangkan Pemkot belum berencana untuk membongkar shelter yang sudah ada, tetapi mencoba untuk memaksimalkan fungsinya terlebih dahulu. "Jadi belum ada rencana bongkar," katanya.
Sekadar diketahui Kota Bogor memiliki dua jenis shelter, yakni Shelter Bus Transit System (BTS) dan non BTS. Shelter BTS saat ini berjumlah 45 unit, terdiri atas Koridor 1 sebanyak 15 unit, Koridor 2 sebanyak 14 unit, dan Koridor 4 atau jalur tengah sebanyak 15 unit, serta satu unit transfer point. Kemudian untuk shelter Non BTS hingga 2018 sebanyak 40 unit.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Bogor Agus Suprapto yang juga menjabat sebagai Plt Direktur Utama PDJT saat dikonfirmasi terkait perkembangan dan status masa depan Trans Pakuan enggan berkomentar. Baik melalui WhatsApp maupun telepon enggan meresponsnya.
(mhd)