Berdiri Sejak 1882, Rumah Sakit Tertua Indonesia di Bogor Ini Nyaris Terlupakan
A
A
A
BOGOR - Selain memiliki keindahan alam seperti pegunungan dan air terjunnya, Bogor juga kaya akan nilai sejarah dan cagar budaya. Banyak bangunan kuno dan situs zaman kerajaan masih berdiri kokoh di beberapa titik di daerah berjuluk kota hujan ini.
Mulai dari Istana Bogor, kantor pemerintahan, sekolahan, hotel, tempat ibadah, situs prasejarah, sampai rumah tinggal. Bahkan beberapa di antaranya mempunyai andil besar dalam masa kolonial Hindia Belanda, setelah berdirinya Istana Bogo bermunculan bangunan-bangunan lain yang berada tidak jauh dari Istana seperti Hotel Binnenhof (sekarang Hotel Salak), Hotel Belle Vue, kantor Keresidenan, Katedral dan sekolah.
Selain bangunan di seputaran Istana, ada pula bangunan lain yang memiliki nilai sejarah dan masih berdiri kokoh sampai saat ini, dan selalu dirawat sesuai fungsinya. Menelusuri Jalan H Juanda sangat mudah ditemui Museum Zoologi, Gedung Penelitian Kehutanan, Gereja Zebaoth dan Kantor Pos. Ada lagi Sekolah Kartini yang berlokasi di Jalan Kartini, Rumah Sakit Salak dan Markas CPM di jalan Jenderal Sudirman, Gedung Telkom di jalan Pengadilan, Sekolah SPMA di Cibalagung, Klenteng Hok Tek Bio, Pasar Bogor di jalan Surya Kencana, Stasiun Bogor dan Stasiun Batutulis, jembatan Merah, jembatan kereta di Tanjakan Empang.
Masih banyak bangunan peninggalan era kolonial tetap berdiri kokoh yang nyaris bahkan terlupakan, dalam melestarikannya. Dulu bernama Rumah Sakit Jiwa Pusat (RSJP) sekarang berganti nama Rumah Sakit dr Marzoeki Mahdi (RSMM) terletak di Jalan Semeru, Kelurahan Menteng, Bogor Barat, Kota Bogor.
Rumah sakit ini merupakan rumah sakit yang pertama didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda, tepatnya pada 1 Juli 1882. Ada dua alasan penting mengapa pemerintah Hindia Belanda ingin mendirikan rumah sakit jiwa, pertama hasil sensus yang dilakukan pada 1862 telah memperlihatkan kesimpulan tentang banyaknya pasien gangguan jiwa berkeliaran bebas di masyarakat. Kemudian ada keyakinan bahwa penyakit jiwa dapat disembuhkan jika diberi perhatian dan perawatan yang layak.
Terkait pergantian nama dari RSJP Bogor ke RS Marzoeki Mahdi. Mungkin belum banyak yang tahu siapa itu dr H Marzoeki Mahdi. Marzoeki Mahdi adalah seorang dokter pejuang. Dia merupakan seorang putra minang yang lahir di Kota Gadang, pada 14 Mei 1890.
Marzoeki Mahdi merupakan dokter lulusan STOVIA. Dia masuk STOVIA pada 9 November 1908 dan lulus pada 23 Mei 1918. Marzoeki Mahdi dikenal sebagai pelopor Gerakan Kesehatan Jiwa di Indonesia. Bahkan, namanya tercatat pernah memimpin Rumah Sakit Jiwa Bogor. Sebanyak dua kali dia bekerja di RSJ Bogor, yakni 1924 dan 1932. Pada 1942, dia menjadi direktur RSJ Bogor dan pada 1945 menjadi inspektur kesehatan RSJ Bogor.
"Bangunan lama yang masih tetap bertahan bentuknya itu di layanan Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif (Napza) dan rehabilitasi psikososial masih kita pertahankan dan tidak pernah direnovasi. Lantainya itu masih pakai batu alam, sedangkan bangunan depan sudah diubah semua," ujar Kasubbag Hukum Organisasi dan Hubungan Masyarakat (Hukormas) RSMM Bogor Prahardian Priatama di ruang kerjanya, Jumat (7/2/2020).
RSMM Bogor yang sejak dulu dikenal sebagai pusat rujukan nasional pelayanan kesehatan jiwa ini berdiri di atas lahan 578,765 m2 dan luas bangunan 26.862 m2. Prahardian mengaku bingung RSMM yang banyak memiliki nilai sejarah ini belum terdaftar atau didaftarkan dalam bangunan atau benda cagar budaya (BCB). "Ini belum didaftarkan sebagai benda cagar budaya, mungkin (bangunannya) sudah terlalu banyak yang diubah dulunya. Soalnya saya sendiri baru empat tahun (kerja) di sini," katanya.
Adapun kapasitas tempat tidur tercatat 640 bed atau tempat tidur (TT), distribusi tempat tidur berdasarkan pelayanan terdiri dari rawat inap psikiatri 483 TT, rawat inap pemulihan ketergantungan NAPZA 97 TT dan rawat inap umum 138 TT. Berdasarkan kelas terdiri atas kelas VIP dan Utama 45 TT (6,27 persen), kelas I 57 TT (7,10 persen), kelas II 57 TT ( 7,94 persen), kelas III 373 TT ( 51,95 persen), serta kelas khusus 194 TT (26,94 persen).
"Untuk layanan umum hanya 40 persen dari total bed. Dulunya dikembangkan karena memang di Kota Bogor sendiri jarang rumah sakit umum dan itu menjadi kebutuhan. Bahkan, dulu itu rumah sakit pemerintah belum ada. Karena RSUD Kota Bogor baru berdiri empat tahun silam itu dulunya adalah RS Karya Bhakti milik Yayasan Kosgoro," ujar Prahardian.Maka itu, pihaknya membuka layanan umum seperti rumah sakit pemerintah lainnya. Setelah Pemkot Bogor membangun RSUD di gedung eks RS Karya Bhakti, masyarakat yang mengakses layanan umum sedikit berkurang.
"Pelayanan umumnya dikurangi. Jumlah bednya juga hanya 120-an enggak sampai 200 bed. Dikarenakan Core Business (Corbis) kita di jiwa. Dulu pun sebanyak-banyaknya umum tak sampai 200 bed, kita hanya menunjang layanan kesehatan Kota Bogor saja dengan fasilitas yang cukup lengkap. Mulai dari dokter gigi, spesialis gigi, jantung, saraf, anak, obgine, hemodialisa, obstetri dan ginekologi (obgyn), Telinga Hidung Tenggorokan (THT), serta mata,” paparnya.
Untuk layanan mata sebelumnya ada sekarang tidak ada. Karena memang pihaknya sudah tidak boleh lagi buka umum. "Karena tidak ditagihkan BPJS sejak Oktober 2018 sejak saat itu kita tak bisa lagi menerima layanan rujukan BPJS langsung dari Puskesmas untuk layanan umum. Jadi mau enggak mau berimbas pada jumlah kunjung menurun dari 200-700," ujarnya.
Akhirnya untuk poli-poli tertentu seperti poli mata itu tutup, sehingga dokter spesialis mata di RSMM sudah tidak ada atau pensiun. "Sisanya poli saraf, jantung, THT, anak, penyakit dalam, dan laboratorium radiologi," kata Prahardian.
Untuk fasilitas penunjang, RSMM cukup lengkap di antaranya assesmen center, radiologi, laboratorium, dan hemodialisa. "Untuk umum ada ruang kelas I, II dan III, bahkan jiwa juga ada kelas I, II dan III. Tapi tidak terlalu terpakai untuk yang jiwa, karena saat pasien masuk ke sini misalnya awal datang sudah harus masuk ruang PHCU (Psychiatric High Care Unit). Semua orang sama perlakuannya. Karena itu disesuaikan dengan tingkat diagnosa dokternya, tidak dilihat dari latar belakang kelasnya," ungkapnya.
Ketua Bogor Historian Yudi Irawan menyayangkan RSMM belum didaftarkan sebagai bangunan atau Benda/Bangunan Cagar Budaya (BCB) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). "Saya kira ini harus jadi perhatian kita semua, khususnya stakeholder terkait dalam hal Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bogor karena RSMM berada di Kota Bogor," ujarnya.
Belum terdaftarnya bangunan RSMM sebagai BCB menunjukkan kurang peka dan proaktifnya Pemkot Bogor dalam menginventarisasi situs, bangunan atau benda baik peninggalan zaman kerajaan Pajajaran maupun kolonial Belanda.
"Iya saya kira ini akibat kurang pekanya dinas terkait saja. Seharusnya bangunan seusia RSMM yang didirikan tahun 1882 itu sudah didaftarkan karena memenuhi kriteria sebagai BCB. Kampus IPB Baranangsiang saja yang dibangun tahun 1952 sudah terdaftar sebagai bangunan cagar budaya," ujar Yudi.
Menurutnya, masih cukup banyak di Kota Bogor ini yang memang diketahui masyarakat bahwa pusat kerajaan dan pemerintahan era kolonial hindia Belanda pasti banyak situs bersejarah yang harus dilestarikan.
"Maka itu, kami apresiasi belum lama ini Wali Kota Bogor saat berkunjung ke beberapa situs menginstruksikan seluruh Lurah dan Camat segera menginventarisir situs-situs atau BCB di wilayahnya masing-masing sehingga keberadaannya tetap lestari," ujarnya.
Diketahui, Disparbud Kota Bogor hingga 2015 sudah mendaftarkan 487 benda/bangunan cagar budaya sebagai upaya perlindungan dan pelestarian nilai sejarah. "Dari hasil pendataan ulang mulai Oktober 2014 hingga Maret 2015 ada sekitar 487 benda cagar budaya yang siap didaftarkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," kata Kepala Disparbud Kota Bogor Shahlan Rasyidi.
Secara keseluruhan hasil pendataan awal jumlah benda cagar budaya (BCB) di Kota Bogor tercatat sebanyak 600. Dari jumlah tersebut sebanyak 27 BCB telah didaftarkan dan mendapat SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata pada 2007.
Menurut Shahlan, proses pendaftaran benda cagar budaya tersebut tahun ini cukup rumit harus menggunakan sistem daring (online) sehingga dari 600 BCB yang sudah terdata, baru 487 yang didaftarkan.
Dia menyebutkan Kota Bogor memiliki banyak bangunan maupun benda peninggalan sejarah yang menjadi benda cagar budaya sehingga perlu dilestarikan agar sejarahnya tidak hilang atau terputus.
Dari jumlah yang terdata belum seluruhnya karena banyak dari benda cagar budaya yang telah beralih fungsi dan hilang karena pembangunan menjadi seperti factory outlet dan restoran.
Mulai dari Istana Bogor, kantor pemerintahan, sekolahan, hotel, tempat ibadah, situs prasejarah, sampai rumah tinggal. Bahkan beberapa di antaranya mempunyai andil besar dalam masa kolonial Hindia Belanda, setelah berdirinya Istana Bogo bermunculan bangunan-bangunan lain yang berada tidak jauh dari Istana seperti Hotel Binnenhof (sekarang Hotel Salak), Hotel Belle Vue, kantor Keresidenan, Katedral dan sekolah.
Selain bangunan di seputaran Istana, ada pula bangunan lain yang memiliki nilai sejarah dan masih berdiri kokoh sampai saat ini, dan selalu dirawat sesuai fungsinya. Menelusuri Jalan H Juanda sangat mudah ditemui Museum Zoologi, Gedung Penelitian Kehutanan, Gereja Zebaoth dan Kantor Pos. Ada lagi Sekolah Kartini yang berlokasi di Jalan Kartini, Rumah Sakit Salak dan Markas CPM di jalan Jenderal Sudirman, Gedung Telkom di jalan Pengadilan, Sekolah SPMA di Cibalagung, Klenteng Hok Tek Bio, Pasar Bogor di jalan Surya Kencana, Stasiun Bogor dan Stasiun Batutulis, jembatan Merah, jembatan kereta di Tanjakan Empang.
Masih banyak bangunan peninggalan era kolonial tetap berdiri kokoh yang nyaris bahkan terlupakan, dalam melestarikannya. Dulu bernama Rumah Sakit Jiwa Pusat (RSJP) sekarang berganti nama Rumah Sakit dr Marzoeki Mahdi (RSMM) terletak di Jalan Semeru, Kelurahan Menteng, Bogor Barat, Kota Bogor.
Rumah sakit ini merupakan rumah sakit yang pertama didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda, tepatnya pada 1 Juli 1882. Ada dua alasan penting mengapa pemerintah Hindia Belanda ingin mendirikan rumah sakit jiwa, pertama hasil sensus yang dilakukan pada 1862 telah memperlihatkan kesimpulan tentang banyaknya pasien gangguan jiwa berkeliaran bebas di masyarakat. Kemudian ada keyakinan bahwa penyakit jiwa dapat disembuhkan jika diberi perhatian dan perawatan yang layak.
Terkait pergantian nama dari RSJP Bogor ke RS Marzoeki Mahdi. Mungkin belum banyak yang tahu siapa itu dr H Marzoeki Mahdi. Marzoeki Mahdi adalah seorang dokter pejuang. Dia merupakan seorang putra minang yang lahir di Kota Gadang, pada 14 Mei 1890.
Marzoeki Mahdi merupakan dokter lulusan STOVIA. Dia masuk STOVIA pada 9 November 1908 dan lulus pada 23 Mei 1918. Marzoeki Mahdi dikenal sebagai pelopor Gerakan Kesehatan Jiwa di Indonesia. Bahkan, namanya tercatat pernah memimpin Rumah Sakit Jiwa Bogor. Sebanyak dua kali dia bekerja di RSJ Bogor, yakni 1924 dan 1932. Pada 1942, dia menjadi direktur RSJ Bogor dan pada 1945 menjadi inspektur kesehatan RSJ Bogor.
"Bangunan lama yang masih tetap bertahan bentuknya itu di layanan Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif (Napza) dan rehabilitasi psikososial masih kita pertahankan dan tidak pernah direnovasi. Lantainya itu masih pakai batu alam, sedangkan bangunan depan sudah diubah semua," ujar Kasubbag Hukum Organisasi dan Hubungan Masyarakat (Hukormas) RSMM Bogor Prahardian Priatama di ruang kerjanya, Jumat (7/2/2020).
RSMM Bogor yang sejak dulu dikenal sebagai pusat rujukan nasional pelayanan kesehatan jiwa ini berdiri di atas lahan 578,765 m2 dan luas bangunan 26.862 m2. Prahardian mengaku bingung RSMM yang banyak memiliki nilai sejarah ini belum terdaftar atau didaftarkan dalam bangunan atau benda cagar budaya (BCB). "Ini belum didaftarkan sebagai benda cagar budaya, mungkin (bangunannya) sudah terlalu banyak yang diubah dulunya. Soalnya saya sendiri baru empat tahun (kerja) di sini," katanya.
Adapun kapasitas tempat tidur tercatat 640 bed atau tempat tidur (TT), distribusi tempat tidur berdasarkan pelayanan terdiri dari rawat inap psikiatri 483 TT, rawat inap pemulihan ketergantungan NAPZA 97 TT dan rawat inap umum 138 TT. Berdasarkan kelas terdiri atas kelas VIP dan Utama 45 TT (6,27 persen), kelas I 57 TT (7,10 persen), kelas II 57 TT ( 7,94 persen), kelas III 373 TT ( 51,95 persen), serta kelas khusus 194 TT (26,94 persen).
"Untuk layanan umum hanya 40 persen dari total bed. Dulunya dikembangkan karena memang di Kota Bogor sendiri jarang rumah sakit umum dan itu menjadi kebutuhan. Bahkan, dulu itu rumah sakit pemerintah belum ada. Karena RSUD Kota Bogor baru berdiri empat tahun silam itu dulunya adalah RS Karya Bhakti milik Yayasan Kosgoro," ujar Prahardian.Maka itu, pihaknya membuka layanan umum seperti rumah sakit pemerintah lainnya. Setelah Pemkot Bogor membangun RSUD di gedung eks RS Karya Bhakti, masyarakat yang mengakses layanan umum sedikit berkurang.
"Pelayanan umumnya dikurangi. Jumlah bednya juga hanya 120-an enggak sampai 200 bed. Dikarenakan Core Business (Corbis) kita di jiwa. Dulu pun sebanyak-banyaknya umum tak sampai 200 bed, kita hanya menunjang layanan kesehatan Kota Bogor saja dengan fasilitas yang cukup lengkap. Mulai dari dokter gigi, spesialis gigi, jantung, saraf, anak, obgine, hemodialisa, obstetri dan ginekologi (obgyn), Telinga Hidung Tenggorokan (THT), serta mata,” paparnya.
Untuk layanan mata sebelumnya ada sekarang tidak ada. Karena memang pihaknya sudah tidak boleh lagi buka umum. "Karena tidak ditagihkan BPJS sejak Oktober 2018 sejak saat itu kita tak bisa lagi menerima layanan rujukan BPJS langsung dari Puskesmas untuk layanan umum. Jadi mau enggak mau berimbas pada jumlah kunjung menurun dari 200-700," ujarnya.
Akhirnya untuk poli-poli tertentu seperti poli mata itu tutup, sehingga dokter spesialis mata di RSMM sudah tidak ada atau pensiun. "Sisanya poli saraf, jantung, THT, anak, penyakit dalam, dan laboratorium radiologi," kata Prahardian.
Untuk fasilitas penunjang, RSMM cukup lengkap di antaranya assesmen center, radiologi, laboratorium, dan hemodialisa. "Untuk umum ada ruang kelas I, II dan III, bahkan jiwa juga ada kelas I, II dan III. Tapi tidak terlalu terpakai untuk yang jiwa, karena saat pasien masuk ke sini misalnya awal datang sudah harus masuk ruang PHCU (Psychiatric High Care Unit). Semua orang sama perlakuannya. Karena itu disesuaikan dengan tingkat diagnosa dokternya, tidak dilihat dari latar belakang kelasnya," ungkapnya.
Ketua Bogor Historian Yudi Irawan menyayangkan RSMM belum didaftarkan sebagai bangunan atau Benda/Bangunan Cagar Budaya (BCB) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). "Saya kira ini harus jadi perhatian kita semua, khususnya stakeholder terkait dalam hal Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bogor karena RSMM berada di Kota Bogor," ujarnya.
Belum terdaftarnya bangunan RSMM sebagai BCB menunjukkan kurang peka dan proaktifnya Pemkot Bogor dalam menginventarisasi situs, bangunan atau benda baik peninggalan zaman kerajaan Pajajaran maupun kolonial Belanda.
"Iya saya kira ini akibat kurang pekanya dinas terkait saja. Seharusnya bangunan seusia RSMM yang didirikan tahun 1882 itu sudah didaftarkan karena memenuhi kriteria sebagai BCB. Kampus IPB Baranangsiang saja yang dibangun tahun 1952 sudah terdaftar sebagai bangunan cagar budaya," ujar Yudi.
Menurutnya, masih cukup banyak di Kota Bogor ini yang memang diketahui masyarakat bahwa pusat kerajaan dan pemerintahan era kolonial hindia Belanda pasti banyak situs bersejarah yang harus dilestarikan.
"Maka itu, kami apresiasi belum lama ini Wali Kota Bogor saat berkunjung ke beberapa situs menginstruksikan seluruh Lurah dan Camat segera menginventarisir situs-situs atau BCB di wilayahnya masing-masing sehingga keberadaannya tetap lestari," ujarnya.
Diketahui, Disparbud Kota Bogor hingga 2015 sudah mendaftarkan 487 benda/bangunan cagar budaya sebagai upaya perlindungan dan pelestarian nilai sejarah. "Dari hasil pendataan ulang mulai Oktober 2014 hingga Maret 2015 ada sekitar 487 benda cagar budaya yang siap didaftarkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," kata Kepala Disparbud Kota Bogor Shahlan Rasyidi.
Secara keseluruhan hasil pendataan awal jumlah benda cagar budaya (BCB) di Kota Bogor tercatat sebanyak 600. Dari jumlah tersebut sebanyak 27 BCB telah didaftarkan dan mendapat SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata pada 2007.
Menurut Shahlan, proses pendaftaran benda cagar budaya tersebut tahun ini cukup rumit harus menggunakan sistem daring (online) sehingga dari 600 BCB yang sudah terdata, baru 487 yang didaftarkan.
Dia menyebutkan Kota Bogor memiliki banyak bangunan maupun benda peninggalan sejarah yang menjadi benda cagar budaya sehingga perlu dilestarikan agar sejarahnya tidak hilang atau terputus.
Dari jumlah yang terdata belum seluruhnya karena banyak dari benda cagar budaya yang telah beralih fungsi dan hilang karena pembangunan menjadi seperti factory outlet dan restoran.
(jon)