Bima Arya Resmikan Ruang Rawat Kleas III RSUD Senilai Rp89 Miliar
A
A
A
BOGOR - Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengingatkan jajaran direksi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor tentang tak hilangnya sense of emergency sebuah rumah sakit yang selalu mengedepankan bisnis semata dalam melayani masyarakat. Hal tersebut disampaikan Bima dihadapan jajaran direksi dan undangan dalam sambutan peresmian gedung baru ruang rawat kelas III RSUD yang menghabiskan APBD 2019 sebesar Rp89 Miliar, Kamis (30/01).
"Pak Dirut saya tak ingin panjang lebar, hanya titip beberap hal saja, yang pertama begini ini saya menjadi jubir masyarakat baik yang japri maupun secara langsung telepon dan lain-lain, yang paling berbahaya di rumah sakit itu kalau sudah hilang sense of emergency," kata Bima Arya.
Terkait dengan itu, jika business us ussual tidak peka terhadap kelompok warga yang membutuhkan, jangan sampai ada warga yang meninggal di kursi tunggu bahkan dalam mobil akibat tidak dilayani dengan baik. "Juga jangan sampai ada yang merasa betul-betul menjadi warga kelas tiga apalagi kelas tujuh dalam menerima pelayanan. Saya titip ini betul-betul pak Dirut. Nama ruangnya boleh kelas III tapi layanannya harus VVIP," ujarnya.
Menurut Bima, pelayanan prima terhadap pasien itu harus dilaksanakan sesuai prosedur tetap (protap), mulai dari depan masuk gerbang hingga pelayanan di ruang gawat darurat dan ruang rawat seluruh staf harus ramah. "Begitu melihat ada pasien atau keluarga pasien yang terburu dan darurat, harus pahami protapnya. Jalurnya harus cepat, tak boleh lagi ada salah jalur. Semuanya dari mulai dokter jaga hingga perawat harus maksimal, sebab kita tidak tahu kapan musibah itu datang. Setiap jam setiap detik harus punya sense of emergency," ungkapnya.
Bima mengakui memang menjalankan hal tersebut tak mudah, bahkan sempat berdiskusi dengan rumah sakit-rumah sakit swasta yang maju dan terbaik. "Ada beberapa rumah sakit rujukan terbaik kita ingin seperti itu. Jadi tak ada gunanya ini gedung rumah sakit mewah dan alat kesehatan yang wah gitu, kalau tadi tak ada sense of emergency, semuanya harus didasari pelayanan maksimum," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Utama RSUD Kota Bogor, Ilham Chaidir mengaku siap menjalankan pesan yang disampaikan Wali Kota Bogor terkait pentingnya sense of emergency. Bahkan, pihaknya siap menjalankan visinya yang hingga saat ini masih dalam proses ikhtiar yakni menjadikan RSUD sebagai rumah sakit idaman bagi keluarga.
"Kita punya visi menjadi idaman keluarga di mana ketika warga sakit selalu ingin ke sini, ini PR (pekerjaan rumah) berat tapi kita harus punya visi strategi yang harus kita penuhi," ujarnya.
Itu juga sebagai bagian implementasi dari salah satu visi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bogor yang ingin menjadikan Kota Bogor sebagai kota ramah keluarga. Karenanya pelayanan akan diberikan sama tanpa memandang apa pun. "Jadi tidak ada pembedaan pelayanan baik dari suku, agama, ras atau yang lainnya, semua sama," tegasnya.
Ilham mengaku menyiapkan beberapa strategi untuk merealisasikan visi itu. Mulai dari meningkatkan kepuasan pelanggan dengan profesionalitas, mutu, serta pendekatan keluarga; meningkatkan sarana dan prasarana dengan teknologi mutakhir; serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM).
"Apalagi harapan ke depan dia ingin RSUD Kota Bogor menjadi rumah sakit rujukan regional. Memang butuh waktu, biaya, SDM, tapi kita perlu berlari. Ini harus segera dipikirkan. Karena itu walaupun kita non-full profit oriented tapi kita diperbolehkan untuk sedikit mencari pendapatan lain supaya bisa mengembangkan pelayanan," ucapnya.
Sekadar diketahui, gedung baru ruang rawat kelas III RSUD Kota Bogor empat lantai yang bisa menampung hingga 264 pasien. Jumlah itu untuk mengatasi jumlah pasien rawat inap yang selalu membeludak. Masing-masing lantai akan diisi 60-68 bed.
"Pak Dirut saya tak ingin panjang lebar, hanya titip beberap hal saja, yang pertama begini ini saya menjadi jubir masyarakat baik yang japri maupun secara langsung telepon dan lain-lain, yang paling berbahaya di rumah sakit itu kalau sudah hilang sense of emergency," kata Bima Arya.
Terkait dengan itu, jika business us ussual tidak peka terhadap kelompok warga yang membutuhkan, jangan sampai ada warga yang meninggal di kursi tunggu bahkan dalam mobil akibat tidak dilayani dengan baik. "Juga jangan sampai ada yang merasa betul-betul menjadi warga kelas tiga apalagi kelas tujuh dalam menerima pelayanan. Saya titip ini betul-betul pak Dirut. Nama ruangnya boleh kelas III tapi layanannya harus VVIP," ujarnya.
Menurut Bima, pelayanan prima terhadap pasien itu harus dilaksanakan sesuai prosedur tetap (protap), mulai dari depan masuk gerbang hingga pelayanan di ruang gawat darurat dan ruang rawat seluruh staf harus ramah. "Begitu melihat ada pasien atau keluarga pasien yang terburu dan darurat, harus pahami protapnya. Jalurnya harus cepat, tak boleh lagi ada salah jalur. Semuanya dari mulai dokter jaga hingga perawat harus maksimal, sebab kita tidak tahu kapan musibah itu datang. Setiap jam setiap detik harus punya sense of emergency," ungkapnya.
Bima mengakui memang menjalankan hal tersebut tak mudah, bahkan sempat berdiskusi dengan rumah sakit-rumah sakit swasta yang maju dan terbaik. "Ada beberapa rumah sakit rujukan terbaik kita ingin seperti itu. Jadi tak ada gunanya ini gedung rumah sakit mewah dan alat kesehatan yang wah gitu, kalau tadi tak ada sense of emergency, semuanya harus didasari pelayanan maksimum," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Utama RSUD Kota Bogor, Ilham Chaidir mengaku siap menjalankan pesan yang disampaikan Wali Kota Bogor terkait pentingnya sense of emergency. Bahkan, pihaknya siap menjalankan visinya yang hingga saat ini masih dalam proses ikhtiar yakni menjadikan RSUD sebagai rumah sakit idaman bagi keluarga.
"Kita punya visi menjadi idaman keluarga di mana ketika warga sakit selalu ingin ke sini, ini PR (pekerjaan rumah) berat tapi kita harus punya visi strategi yang harus kita penuhi," ujarnya.
Itu juga sebagai bagian implementasi dari salah satu visi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bogor yang ingin menjadikan Kota Bogor sebagai kota ramah keluarga. Karenanya pelayanan akan diberikan sama tanpa memandang apa pun. "Jadi tidak ada pembedaan pelayanan baik dari suku, agama, ras atau yang lainnya, semua sama," tegasnya.
Ilham mengaku menyiapkan beberapa strategi untuk merealisasikan visi itu. Mulai dari meningkatkan kepuasan pelanggan dengan profesionalitas, mutu, serta pendekatan keluarga; meningkatkan sarana dan prasarana dengan teknologi mutakhir; serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM).
"Apalagi harapan ke depan dia ingin RSUD Kota Bogor menjadi rumah sakit rujukan regional. Memang butuh waktu, biaya, SDM, tapi kita perlu berlari. Ini harus segera dipikirkan. Karena itu walaupun kita non-full profit oriented tapi kita diperbolehkan untuk sedikit mencari pendapatan lain supaya bisa mengembangkan pelayanan," ucapnya.
Sekadar diketahui, gedung baru ruang rawat kelas III RSUD Kota Bogor empat lantai yang bisa menampung hingga 264 pasien. Jumlah itu untuk mengatasi jumlah pasien rawat inap yang selalu membeludak. Masing-masing lantai akan diisi 60-68 bed.
(whb)