Media Massa Diminta untuk Hati-hati Menyajikan Pemberitaan Bunuh Diri
A
A
A
JAKARTA - Pemberitaan terhadap kasus bunuh diri yang disajikan oleh media massa baik elektronik cetak dan online memiliki dampak negatif kepada masyarakat untuk mencoba melakukan hal serupa. Hal tersebut diungkapkan oleh Widya Primastika selaku perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) DKI Jakarta dalam acara workshop bertajuk "Panduan Pemberitaan Bunuh Diri untuk Media", di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/11/2019).
Widya mengatakan, semestinya dalam menyajikan suatu berita kepada masyarakat juga harus mengedepankan aspek edukatif bagi para pembaca. Karena, lanjut dia, dalam kasus bunuh diri memiliki urgensi yang sangat vital terhadap para pembaca, sehingga jangan sampai menimbulkan persoalan baru akibat pemberitaan yang terlalu vulgar.
"Kita bicara etika, orang sudah berduka ko masih ditanyain lagi. Pemberitaan isu bunuh diri itu sensitif," kata Widya di Kekini, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (23/11/2019).
Menyikapi pemberitaan terkait kasus bunuh diri agar lebih bernilai, Widya menuturkan, pihak manajerial dari instansi media harus lebih mempertimbangkan aspek ke hati-hatian. Sebab, berita bunuh diri dengan mengambarkan teknis bunuh diri dapat memengaruhi masyarakat.
"Kita beritakan bunuh diri dengan tidak menggunakan cara yang benar maka akan banyak orang yang ingin melalukan bundir karena tulisan kita," ujarWidya. (Baca: AJI Gelar Workshop Panduan Pemberitaan Bunuh Diri untuk Media)
Sementara itu, Caecilia Tiara Manager Productions CNN Indonesia mengatakan, hal yang paling penting dalam menyajikan berita kasus bunuh diri agar dapat bernilai dan tidak menyebabkan pola pikir masyarakat berubah harus dimulai dari komitmen jajaran redaksi."Jadi pemimpin redaksinya dan orang-orang yang duduk di dalam manajemen itu harus punya kebijakan yang kuat mengenai kebijakan editorial dari media itu sendiri," kata Tiara.
Tiara menilai harus ada pembahasan yang spesifik agar berita yang disampaikan kepada masyarakat menjadi penting karena memiliki sisi edukasi."Jadi arahan itulah penting, karena akan dijalankan oleh para jurnaslisnya di lapangan. Para jurnalis harus punya back up, artinya teman-teman di lapangan harus di back up dari tim manajerial di kantor. Jangan membuat orang meniru. Kita harus mengedukasi pemirsa bagaimana supaya mereka tidak ikut-ikutan, tapi bagaimana mengenali proses depresi yang menjadi pemicu, sehingga orang disekitar dapat memahami dan membantu," ungkapnya.
Tiara menyampaikan apresiasi yang sangat tinggi dengan adanya workshop ini, sebab tantatangan di dunia media, khususnya media online lebih rumit ketimbang media elektronik (TV). Sehingga melalui acara ini dapat membuka cakrawala terkait penulisan berita kasus bunuh diri.
"Yang saya lihat terutama di.com tantangannya berbeda. Tantangannya adalah bagaimana untuk mendapatkan klik sebanyak-banyaknya, bagaimana caranya supaya page dia itu bisa terus mendapatkan perhatian pembaca yang kemudian larinya ujung-ujungnya adalah pendatapan iklan yang banyak. Namun melaui kegatan ini membuktikan kepedulian yang dirasakan oleh institusi media masih tinggi sehingga mereka menyempatkan waktu mengirim jurnalis untuk workshop seperti ini, dan ini kan pertanda baik," ucapnya.
Widya mengatakan, semestinya dalam menyajikan suatu berita kepada masyarakat juga harus mengedepankan aspek edukatif bagi para pembaca. Karena, lanjut dia, dalam kasus bunuh diri memiliki urgensi yang sangat vital terhadap para pembaca, sehingga jangan sampai menimbulkan persoalan baru akibat pemberitaan yang terlalu vulgar.
"Kita bicara etika, orang sudah berduka ko masih ditanyain lagi. Pemberitaan isu bunuh diri itu sensitif," kata Widya di Kekini, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (23/11/2019).
Menyikapi pemberitaan terkait kasus bunuh diri agar lebih bernilai, Widya menuturkan, pihak manajerial dari instansi media harus lebih mempertimbangkan aspek ke hati-hatian. Sebab, berita bunuh diri dengan mengambarkan teknis bunuh diri dapat memengaruhi masyarakat.
"Kita beritakan bunuh diri dengan tidak menggunakan cara yang benar maka akan banyak orang yang ingin melalukan bundir karena tulisan kita," ujarWidya. (Baca: AJI Gelar Workshop Panduan Pemberitaan Bunuh Diri untuk Media)
Sementara itu, Caecilia Tiara Manager Productions CNN Indonesia mengatakan, hal yang paling penting dalam menyajikan berita kasus bunuh diri agar dapat bernilai dan tidak menyebabkan pola pikir masyarakat berubah harus dimulai dari komitmen jajaran redaksi."Jadi pemimpin redaksinya dan orang-orang yang duduk di dalam manajemen itu harus punya kebijakan yang kuat mengenai kebijakan editorial dari media itu sendiri," kata Tiara.
Tiara menilai harus ada pembahasan yang spesifik agar berita yang disampaikan kepada masyarakat menjadi penting karena memiliki sisi edukasi."Jadi arahan itulah penting, karena akan dijalankan oleh para jurnaslisnya di lapangan. Para jurnalis harus punya back up, artinya teman-teman di lapangan harus di back up dari tim manajerial di kantor. Jangan membuat orang meniru. Kita harus mengedukasi pemirsa bagaimana supaya mereka tidak ikut-ikutan, tapi bagaimana mengenali proses depresi yang menjadi pemicu, sehingga orang disekitar dapat memahami dan membantu," ungkapnya.
Tiara menyampaikan apresiasi yang sangat tinggi dengan adanya workshop ini, sebab tantatangan di dunia media, khususnya media online lebih rumit ketimbang media elektronik (TV). Sehingga melalui acara ini dapat membuka cakrawala terkait penulisan berita kasus bunuh diri.
"Yang saya lihat terutama di.com tantangannya berbeda. Tantangannya adalah bagaimana untuk mendapatkan klik sebanyak-banyaknya, bagaimana caranya supaya page dia itu bisa terus mendapatkan perhatian pembaca yang kemudian larinya ujung-ujungnya adalah pendatapan iklan yang banyak. Namun melaui kegatan ini membuktikan kepedulian yang dirasakan oleh institusi media masih tinggi sehingga mereka menyempatkan waktu mengirim jurnalis untuk workshop seperti ini, dan ini kan pertanda baik," ucapnya.
(whb)