Dukung Pengaturan Otoped, Pemprov DKI Bisa Tiru di Singapura
A
A
A
JAKARTA - Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi merespons positif langkah Pemprov DKI Jakarta mengatur otoped. Namun dia menggariskan, yang lebih penting dalam pemanfaatan fasilitas Grab wheel, pihak aplikator juga perlu diketahui apakah melakukan pengawasan atau terkesan melakukan pembiaran.
“Yang lain-lain tentu harus diatur. Misalnya usia berapa yang menggunakan dan lebih penting adalah penggunaannya nanti, apakah di jalan raya atau jalur khusus pejalan kaki atau sepeda,” sebutnya.
Sementara itu, Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Ahmad Safrudin, meminta Pemprov DKI Jakarta tegas melarang operasional otoped meskipun di jalur khusus sepeda dan sebagainya. Pasalnya, otoped itu bukan tergolong sebagai kendaraan dan menggunakan teknologi motorik yang jelas membahayakan pengguna sepeda.
Sedari awal, kata Ahmad, pihaknya sudah mengingatkanke pada pemerintah perihal larangan otoped karena sangat membahayakan. "Skuter listrik tidak boleh dikategorikan dengan kendaraan. Pejalan kaki sangat berbahaya bila ditabrak dengan skuter bermotor. Kita sudah mengingatkan dari awal. Tidak boleh dijalan raya, trotoar, ataupun JPO,” tegasnya.
Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Joga meminta Pemprov DKI Jakarta mencontoh Singapura dalam membuat aturan skuter listrik. Di Negeri Singa tersebut, ada jalur khusus otoped sehingga tidak membahayakan. Untuk Jakarta, karena keterbatasan lahan jalan, dia menyarankan agar jalur tersebut disatukan dengan trotoar yang lebar seperti Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat.
“Terlalu berbahaya jika digabungkan dengan jalur sepeda yang ada di sisi tepi badan jalan. Selain itu, skuter ini tidak untuk jalan raya dan permukaannya juga harus rata, serta penggunanya juga banyak anak-anak. Ini karena kita masih menganggap lagi tren saja, bukan sebagai alat transportasi,” jelasnya.
Untuk diketahui di sejumlah negara, penggunaan otoped sudah diatur. Singapura misalnya sudah resmi melarang e-scooter digunakan di trotoar dan sisi jalan. Aturan ketat itu dikeluarkan setelah terjadi kecelakaan yang menewaskan satu orang. Menteri Transportasi Singapura Lam Pin Min mengungkapkan peringatan larangan aturan itu akan diberlakukan kepada pengendara e-scooter hingga 31 Desember.
"Setelah 1 Januari 2020, pelarangan diberlakukan. Mereka yang mengendarai e-scooter di trotoar akan dipenjara selama tiga bulan atau senda USD1.472," ujarnya seperti dilansir CNN.
Dengan aturan baru tersebut, penjualan peralatan mobilitas pribadi seperti hoverboard dan e-scooter diprediksi akan mengalami penurunan tajam. Padahal kenyamanan penggunaan e-scooter menyebabkan peningkatan jumlah moda transportasi itu hingga 100.000 unit di Singapura.
Otoped Kendaraan Ilegal
Di Belanda, otoped dianggap sebagai kendaraan ilegal. Pemerintah Belanda sangat trauma ketika empat anak-anak tewas mengalami kecelakaan karena menggunakan e-scooter di sebuah pusat perawatan anak pada 2018 lalu. Perdana Menteri Belanda Mark Rutte juga menyatakan insiden tersebut sebagai kecelakaan yang mengerikan.
Sama seperti di Belanda, Inggris juga menganggap e-scooter sebagai kendaraan ilegal di jalanan dan hanya digunakan di taman milik pribadi. Itu dikarenakan terjadinya kecelakaan pada 12 Juli lalu yang melibatkan pengguna e-scooter yang dikenal sebagai YouTuber bernama Emily Hartridge. Dia tewas di Battersea, London. Insiden itu terjadi ketika dia bertabrakan dengan truk.
"Aturan baru harus dibuat secepatnya karena e-scooter memang tidak aman karena tidak ada pembatasan kecepatan dan tidak ada rem serta cahaya," kata pejabat Komisioner Sepeda Will Norman seperti dilansir BBC.
The Royal Society for the Prevention of Accidents juga menyarankan pemerintah mengkaji kembali undang-undang untuk memaksimalkan keselamatan pengguna jalan. (Andika Hendra Mustakim/Ichsan Amin)
“Yang lain-lain tentu harus diatur. Misalnya usia berapa yang menggunakan dan lebih penting adalah penggunaannya nanti, apakah di jalan raya atau jalur khusus pejalan kaki atau sepeda,” sebutnya.
Sementara itu, Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Ahmad Safrudin, meminta Pemprov DKI Jakarta tegas melarang operasional otoped meskipun di jalur khusus sepeda dan sebagainya. Pasalnya, otoped itu bukan tergolong sebagai kendaraan dan menggunakan teknologi motorik yang jelas membahayakan pengguna sepeda.
Sedari awal, kata Ahmad, pihaknya sudah mengingatkanke pada pemerintah perihal larangan otoped karena sangat membahayakan. "Skuter listrik tidak boleh dikategorikan dengan kendaraan. Pejalan kaki sangat berbahaya bila ditabrak dengan skuter bermotor. Kita sudah mengingatkan dari awal. Tidak boleh dijalan raya, trotoar, ataupun JPO,” tegasnya.
Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Joga meminta Pemprov DKI Jakarta mencontoh Singapura dalam membuat aturan skuter listrik. Di Negeri Singa tersebut, ada jalur khusus otoped sehingga tidak membahayakan. Untuk Jakarta, karena keterbatasan lahan jalan, dia menyarankan agar jalur tersebut disatukan dengan trotoar yang lebar seperti Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat.
“Terlalu berbahaya jika digabungkan dengan jalur sepeda yang ada di sisi tepi badan jalan. Selain itu, skuter ini tidak untuk jalan raya dan permukaannya juga harus rata, serta penggunanya juga banyak anak-anak. Ini karena kita masih menganggap lagi tren saja, bukan sebagai alat transportasi,” jelasnya.
Untuk diketahui di sejumlah negara, penggunaan otoped sudah diatur. Singapura misalnya sudah resmi melarang e-scooter digunakan di trotoar dan sisi jalan. Aturan ketat itu dikeluarkan setelah terjadi kecelakaan yang menewaskan satu orang. Menteri Transportasi Singapura Lam Pin Min mengungkapkan peringatan larangan aturan itu akan diberlakukan kepada pengendara e-scooter hingga 31 Desember.
"Setelah 1 Januari 2020, pelarangan diberlakukan. Mereka yang mengendarai e-scooter di trotoar akan dipenjara selama tiga bulan atau senda USD1.472," ujarnya seperti dilansir CNN.
Dengan aturan baru tersebut, penjualan peralatan mobilitas pribadi seperti hoverboard dan e-scooter diprediksi akan mengalami penurunan tajam. Padahal kenyamanan penggunaan e-scooter menyebabkan peningkatan jumlah moda transportasi itu hingga 100.000 unit di Singapura.
Otoped Kendaraan Ilegal
Di Belanda, otoped dianggap sebagai kendaraan ilegal. Pemerintah Belanda sangat trauma ketika empat anak-anak tewas mengalami kecelakaan karena menggunakan e-scooter di sebuah pusat perawatan anak pada 2018 lalu. Perdana Menteri Belanda Mark Rutte juga menyatakan insiden tersebut sebagai kecelakaan yang mengerikan.
Sama seperti di Belanda, Inggris juga menganggap e-scooter sebagai kendaraan ilegal di jalanan dan hanya digunakan di taman milik pribadi. Itu dikarenakan terjadinya kecelakaan pada 12 Juli lalu yang melibatkan pengguna e-scooter yang dikenal sebagai YouTuber bernama Emily Hartridge. Dia tewas di Battersea, London. Insiden itu terjadi ketika dia bertabrakan dengan truk.
"Aturan baru harus dibuat secepatnya karena e-scooter memang tidak aman karena tidak ada pembatasan kecepatan dan tidak ada rem serta cahaya," kata pejabat Komisioner Sepeda Will Norman seperti dilansir BBC.
The Royal Society for the Prevention of Accidents juga menyarankan pemerintah mengkaji kembali undang-undang untuk memaksimalkan keselamatan pengguna jalan. (Andika Hendra Mustakim/Ichsan Amin)
(nfl)