Menata Kota untuk Menjaga Kesehatan Warga

Kamis, 07 November 2019 - 06:19 WIB
Menata Kota untuk Menjaga...
Menata Kota untuk Menjaga Kesehatan Warga
A A A
JENEWA - Buruknya kondisi lingkungan perkotaan bukan berhenti pada masalah estetika saja. Di balik itu ternyata tersimpan ancaman terhadap kesehatan warganya, dalam hal ini meningkatkan risiko penyakit tidak menular atau Non-communicable Disease (NCD).

NCD yang meliputi penyakit kanker, diabetes, kardiovaskular, dan pernapasan akut diyakini muncul akibat masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan yang ditimbulkan urbanisasi. Kondisi tersebut di perkuat adanya faktor risiko seperti konsumsi rokok, konsumsi alkohol, makanan tidak sehat, dan rendahnya aktivitas fisik.

Ancaman NCD tidaklah main-main. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan, risiko NCD di wilayah perkotaan telah menewaskan 41 jutaorang per tahun di seluruh dunia. Selainitu tata kota juga bisa memicu risiko kecelakaan lalu lintas. Data WHO menyebut adanya 1,35juta orang pertahun yang menjadi korban. Mengingat besarnya korban, WHO menekankan perlunya upaya serius untuk mengatasi persoalan tersebut.

Caranya? WHO merekomendasikan pemerintah kota setempat untuk melakukan pembenahan di banyak sektor seperti mengurangi emisi, polusi, men dorong mobilitas yang sehat, mengurangi gula, garam, dan alkohol serta melarang rokok.

“Sekitar separuh penduduk dunia tinggal di perkotaan. Jumlahnya terus meningkat,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus. “Kepala daerahakan mengambil keputusanyang berdampak terhadap kesehatan jutaan orang saat mereka berupaya membangun kota,” tambah Tedros.

Dalam laporannya WHO menyarankan kepala daerah, wali kota, dan pembuat kebijakan untuk membangun akses layanan yang dapat meningkatkan kesehatan dan keselamatan masyarakat, mulai dari keamanan jalan raya, kebersihan ruang publik, kesehatan makanan hingga keterjangkauan layanan medis.

Selain itu para pemimpin daerah disarankan untuk mengatasi asap rokok, polusi udara, diet buruk, dan rendahnya aktivitas berolahraga. Menurut Duta Global WHO untuk NCD dan Kecelakaan Lalu Lintas, Michael R. Bloomberg, yang juga Wali Kota New York, langkah-langkah itu terbukti berjalan efektif di kota dunia.

“Jika program itu direplika dalam skala global, saya yakin kita dapat menyelamatkan jutaan orang. Kami (WHO) berupaya untuk meningkatkan kesadaran di antara para kepala daerah dan pembuat kebiakan di seluruh dunia tentangkeuntungan nyata yang dapatkita raih dari program sepertiini,” katanya.

WHO mengompilasi panduan tersebut dari kebijakan-kebijakan kepala daerah yang ada di seluruh dunia. Beberapa diantaranya ialah program antirokok di Beijing dan Bogor, inisiatif keamanan jalan raya di Accra dan Bangkok, skema berbagi sepeda di Fortaleza, danvpedestrian untuk orang tua diNew York.

Dari 19 kota yang dijadikanvobjek studi, 15 di antaranyavberasal dari negara maju. Jumlah sampelnya lebih banyak mengingat di kota maju kematian prematur orang dewasa akibat NCD mencapai 85% dan akibat kecelakaan lalu lintas 90%. Sekitar 7 dari 10 kota terbesar didunia juga berada di negara maju.

Sekitar 193 negara di dunia berkomitmen untuk mengurangi kematian prematur akibat NCD sebesar 1/3 pada 2030 dan akibat kecelakaan lalu lintas sebesar 1/2 pada 2020 melalui pembangunan berkelanjutan. WHO telah memperingatkan tingginya kematian akibat NCD dan kecelakaan lalu lintas sejak 2017.

Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan, untuk menekan angka kematian NCD, pemerintah kota harus menata ulang tata ruang kotanya. Misalnya menata ulang perkampungan padat ke hunian vertikal, jalan untuk evakuasi, taman untuk berkumpul warga, dan ruang evakuasi. “Program mengurai ke ma -cetan lalulintas yang jelas dantegas; mengembangkan pemukiman ke pusat kota dan dekat transportasi massal; dan menciptakan rasa aman kepada warga dalam beraktivitas,”pungkasnya.

Langkah Bogor dan Jakarta
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengaku serius terkait pengurangan angka ke matian warganya yang diakibatkan penyakit tak menular.Bahkan sebelum WHO merilis data terbaru tentang hasil penelitian yang menyebutkan angka kematian masyarakat urban meningkat, pihaknya sudah dan sedang menjalankan program pembangunan yangarahnya menyehatkan publik.

“Intinya pembangunan kota harus diarahkan pada pencegahan agar masyarakat sehat. Selain mengajak masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas publik berupa sarana-prasarana berkegiatan di luar ruangan, kita juga terus membangun, bahkan memperluasnya,” ujar Dedie kemarin.

Ia mencontohkan sarana-prasarana publik yang sudahdan sedang diperluas titiknya hingga saat ini, yakni jalur pedestrian (fasilitas pejalan kakidan olahraga lari), bukan hanya di sekitar Kebun Raya Bogor atau pusat kota saja.”Jadi jalur pedestrian itu selain sebagai sarana penghubung orang dari titik ke titik tujuan, juga sebagai bagian dari upaya mendorong masyarakat untuk mengubah pola hidup sehat dengan berolahraga,” ujarnya.

Tak hanya itu, Kota Bogor juga akan memperbanyak taman sebagai tempat rekreasi yang dampaknya meminimalkan stres. “Termasuk menata kawasan, sanitasi lingkungan serta penghijauan. Artinya metode preventif menjadi penting dari pada kuratif. Itulah yang akan terus kita upayakan sehingga nantinya angka kematian akibat penyakit tak menular di Kota Bogor ini berkurang,” paparnya.

Sebagai informasi, berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Bogor pada 2017-2018, angka kematian akibat penyakit trennya menurun. Namun setiap tahunnya kematian warga Kota Bogor didominasi penyakit tak menular berupa diabetesmelitus disusul jantung koroner.

Sementara itu Pemprov DKI Jakarta mencatat sedikit nya ada 10 kematian, terbanyak sepanjang 2018. Tujuh diantaranya akibat penyakit tidak menular. Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengatakan, berdasarkan data laporan di website surveilans-dinkesdki.net, by name by address sepanjang 2018 itu ada 38.563 kematian.

Kemudian dari angka tersebut, kematian disebabkan oleh 10 penyakit terbanyak. Diantaranya gangguan jantung, stroke, kelainan laboratorium, kanker, hipertensi, diabetesmelitus, pneumonia atau infeksi paru-paru akut, gangguan ginjal, TBC, dan sepsis. Data tersebut berasal dari 160 rumah sakit dan puskesmas kecamatan-kelurahan di DKI Jakarta.”Tujuh dari 10 kematian terbanyak itu penyakit tidak menular,” kata Widyastuti melalui pesan singkatnya, Rabu (6/11). (Muh Shamil/Haryudi/Bima Setiadi)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4515 seconds (0.1#10.140)