Ratusan Pengembang Perumahan di Bekasi Belum Serahkan Fasos-Fasum
A
A
A
BEKASI - Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKKP) Kabupaten Bekasi menyebutkan, sebanyak 90 persen pengembang perumahan di wilayahnya belum menyerahkan fasilitas sosial (fasos) maupun fasilitas umum (fasum) kepada pemerintah daerah. Mayoritas perumahan yang belum menyerahkan fasilitas tersebut sudah berdiri sejak puluhan tahun.
Kabid Perumahan Rakyat, DPKPP, Kabupaten Bekasi, Budi Setiawan, mengatakan, dari total 333 lebih pengembang perumahan yang tercatat di wilayahnya, baru 35 pengembang yang telah menyerahkan fasos dan fasum. "Sudah kita surati mereka agar segera menyerahkan kewajibannya," ujarnya, Selasa (15/10/2019).
Saat ini, kata dia, pemerintah sangat kewalahan menertibkan para pengembang perumahan yang tidak memenuhi kewajibannya itu. Sebab, selain jumlahnya yang relatif banyak juga beberapa pengembang sudah tidak diketahui lagi keberadaannya. Rencananya, akhir tahun ini ada tiga pengembang yang mau menyerahkan fasos dan fasumnya.
Dari ratusan jumlah pengembang di wilayahnya itu, 58 di antaranya kini tidak diketahui keberadaannya setelah mereka tidak lagi mengelola perumahan."Jadi mereka sudah menelantarkan perumahan yang sebelumnya mereka bangun. Mungkin karena sudah puluhan tahun, jadi sudah ditinggalkan. Keberadaannya kini sulit diketahui," bebernya.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, setiap pengembang wajib mengalokasikan lahan yang bakal dibangun untuk dijadikan fasos maupun fasum. Kewajiban itu melekat sebagai syarat terbitnya perizinan. Fasos dan fasum wajib diserahkan kepada pemerintah daerah untuk dikelola lebih lanjut.
Fasos yang dimaksud meliputi jalan, angkutan umum, saluran air, jembatan, serta fasilitas yang diperuntukkan bagi masyarakat umum lainnya. Sedangkan yang disebut fasum di antaranya klinik, pasar, tempat ibadah, sekolah, ruang serbaguna atau juga fasilitas umum lainnya yang berada diperumahan.
Budi mengaku telah berulang kali memanggil para pengembang dan saat dipanggil mereka menyanggupi untuk memberikan fasos dan fasumnya. Akan tetapi mereka mengaku kesulitan mengurus administrasi pemisahan tanah. Karena kendala itu, mereka enggan menyerahkan kewajibanya tersebut.
Kebanyakan mereka beralasan sertifikat fasos fasum itu tanahnya harus displit dulu, nah mereka mengeluhkan waktu untuk mengurus sertifikat itu cukup lama. Sementara itu ada juga yang mengaku masih dalam pemeliharaan sehingga belum bisa diberikan. "Ini yang sulit karena tidak ada ketentuan yang mengatur batas maksimal kapan harus diberikan," ucapnya.
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Bekasi, Iwan Ridwan juga mengaku kesulitan menertibahkan lahan penertiban fasos-fasum ini, disebabkan tidak tegasnya regulasi yang mengatur. Dalam regulasi, pengembang yang tidak memberikan fasos fasumnya hanya dikenai sanksi berupa pencabutan izin usaha.
"Kalau izin usaha dicabut, ya tidak membuat efek jera. Apalagi yang sudah menelantarkan perumahannya otomatis mereka tidak peduli lagi. Maka memang aturannya seharusnya lebih tegas," katanya.
Untuk itu, Iwan berharap agar ada aturan yang mengikat agar mereka takut dan menyerahkan kewajibannya. Apalagi tidak diserahkannya fasos fasum ini dapat berdampak pada warga yang bisa jadi tidak merasakan pembangunan, semisal jalan di perumaha yang tidak bisa dibangun menggunakan APBD karena pengelolaannya belum diserahkan kepada pemerintah. "Yang kasihan ya warganya. Mereka sudah bayar pajak, tapi tidak merasakan pembangunan," ucapnya.
Untuk menekan banyaknya pengembang yang nakal, pihaknya tengah menyusun peraturan bupati yang membolehkan pemerintah mengambil alih fasos dan fasum. "Seperti fasos fasum yang belum diserahkan, akan tetapi bisa dibangun oleh pemerintah, diambil alih. Ini tengah disusun dan diharapkan dapat segera diterapkan," tegasnya.
Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Aria Dwi Nugraha, setuju pemerintah segera mengeluarkan aturan yakni Perbub (Peraturan Bupati) untuk menindak pengembang perumahan yang nakal."Harus secepatnya dikeluarkan peraturan itu, untuk mengantisipasi adanya pengembang yang nakal, dan fasos fasum itu dikelola pemerintah," katanya.
Sebenarnya, setiap pengembang hanya diwajibkan menyediakan fasos fasum sebesar 2% dari total luas perumahan yang digarap. Kendati persentasenya minim, mayoritas pengembang justru membandel. "Yang paling ekstrim lagi, pengembang justru kabur, itu yang harus segera ditindak pemerintah. Langkah tegas dari pemerintah selalu kami tunggu," pungkasnya.
Kabid Perumahan Rakyat, DPKPP, Kabupaten Bekasi, Budi Setiawan, mengatakan, dari total 333 lebih pengembang perumahan yang tercatat di wilayahnya, baru 35 pengembang yang telah menyerahkan fasos dan fasum. "Sudah kita surati mereka agar segera menyerahkan kewajibannya," ujarnya, Selasa (15/10/2019).
Saat ini, kata dia, pemerintah sangat kewalahan menertibkan para pengembang perumahan yang tidak memenuhi kewajibannya itu. Sebab, selain jumlahnya yang relatif banyak juga beberapa pengembang sudah tidak diketahui lagi keberadaannya. Rencananya, akhir tahun ini ada tiga pengembang yang mau menyerahkan fasos dan fasumnya.
Dari ratusan jumlah pengembang di wilayahnya itu, 58 di antaranya kini tidak diketahui keberadaannya setelah mereka tidak lagi mengelola perumahan."Jadi mereka sudah menelantarkan perumahan yang sebelumnya mereka bangun. Mungkin karena sudah puluhan tahun, jadi sudah ditinggalkan. Keberadaannya kini sulit diketahui," bebernya.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, setiap pengembang wajib mengalokasikan lahan yang bakal dibangun untuk dijadikan fasos maupun fasum. Kewajiban itu melekat sebagai syarat terbitnya perizinan. Fasos dan fasum wajib diserahkan kepada pemerintah daerah untuk dikelola lebih lanjut.
Fasos yang dimaksud meliputi jalan, angkutan umum, saluran air, jembatan, serta fasilitas yang diperuntukkan bagi masyarakat umum lainnya. Sedangkan yang disebut fasum di antaranya klinik, pasar, tempat ibadah, sekolah, ruang serbaguna atau juga fasilitas umum lainnya yang berada diperumahan.
Budi mengaku telah berulang kali memanggil para pengembang dan saat dipanggil mereka menyanggupi untuk memberikan fasos dan fasumnya. Akan tetapi mereka mengaku kesulitan mengurus administrasi pemisahan tanah. Karena kendala itu, mereka enggan menyerahkan kewajibanya tersebut.
Kebanyakan mereka beralasan sertifikat fasos fasum itu tanahnya harus displit dulu, nah mereka mengeluhkan waktu untuk mengurus sertifikat itu cukup lama. Sementara itu ada juga yang mengaku masih dalam pemeliharaan sehingga belum bisa diberikan. "Ini yang sulit karena tidak ada ketentuan yang mengatur batas maksimal kapan harus diberikan," ucapnya.
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Bekasi, Iwan Ridwan juga mengaku kesulitan menertibahkan lahan penertiban fasos-fasum ini, disebabkan tidak tegasnya regulasi yang mengatur. Dalam regulasi, pengembang yang tidak memberikan fasos fasumnya hanya dikenai sanksi berupa pencabutan izin usaha.
"Kalau izin usaha dicabut, ya tidak membuat efek jera. Apalagi yang sudah menelantarkan perumahannya otomatis mereka tidak peduli lagi. Maka memang aturannya seharusnya lebih tegas," katanya.
Untuk itu, Iwan berharap agar ada aturan yang mengikat agar mereka takut dan menyerahkan kewajibannya. Apalagi tidak diserahkannya fasos fasum ini dapat berdampak pada warga yang bisa jadi tidak merasakan pembangunan, semisal jalan di perumaha yang tidak bisa dibangun menggunakan APBD karena pengelolaannya belum diserahkan kepada pemerintah. "Yang kasihan ya warganya. Mereka sudah bayar pajak, tapi tidak merasakan pembangunan," ucapnya.
Untuk menekan banyaknya pengembang yang nakal, pihaknya tengah menyusun peraturan bupati yang membolehkan pemerintah mengambil alih fasos dan fasum. "Seperti fasos fasum yang belum diserahkan, akan tetapi bisa dibangun oleh pemerintah, diambil alih. Ini tengah disusun dan diharapkan dapat segera diterapkan," tegasnya.
Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Aria Dwi Nugraha, setuju pemerintah segera mengeluarkan aturan yakni Perbub (Peraturan Bupati) untuk menindak pengembang perumahan yang nakal."Harus secepatnya dikeluarkan peraturan itu, untuk mengantisipasi adanya pengembang yang nakal, dan fasos fasum itu dikelola pemerintah," katanya.
Sebenarnya, setiap pengembang hanya diwajibkan menyediakan fasos fasum sebesar 2% dari total luas perumahan yang digarap. Kendati persentasenya minim, mayoritas pengembang justru membandel. "Yang paling ekstrim lagi, pengembang justru kabur, itu yang harus segera ditindak pemerintah. Langkah tegas dari pemerintah selalu kami tunggu," pungkasnya.
(thm)