ACT Kirim Ribuan Ton Logistik Pangan dan Ratusan Relawan ke Riau
A
A
A
BOGOR - Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebagai lembaga filantropi profesional berskala global kembali mengirimkan bantuan berupa ribuan ton logistik pangan, masker dan ratusan relawannya ke daerah bencana darurat asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Provinsi Riau, Senin (23/09/2019).Bantuan kali ini secara simbolik diberangkatkan langsung dari Kantor Layanan Kemanusiaan Gratis, Indonesia Humanitarian Center (IHC) di Gunung Sindur, Kabupaten Bogor serta dilepas langsung oleh Ketua Dewan Pembina ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Hajar serta disaksikan pihak Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
"Kegiatan kali ini, merupakan momentum untuk lebih memprioritaskan, aksi ACT dan semoga menjadi awal keseriusan bangsa ini merespons bencana kabut asap yang semakin eskalatif, menyebabkan dampak-dampak yang lebih dimensif," ungkap Ketua Dewan Pembina ACT Ahyudin usai melepas ratusan relawan dan ribuan ton logistik di IHC, Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Senin (23/9/2019).
Jadi, lanjut dia, aksi ini juga bukan hanya mengingatkan pihaknya, tapi mengajak semua elemen bangsa untuk memiliki peran dalam membantu saudara-saudara di Sumatera dan Kalimantan. "Semoga ini betul-betul jadi momentum untuk menggerakkan partisipasi bangsa ini untuk menangani bencana kabut asap. Dan ini merupakan gelombang ke enam ACT mengirimkan bantuan, baik logistik, maupun tim relawan terlatih, mulai dari ahli medis dan maupun tenaga pemadam kebakaran ke lokasi bencana," ujarnya.
Ahyudin memahami bencana Karhutla kali ini bukan hanya sebatas memadamkan api, justru ACT melihat bencana ini paling penting adalah membantu kebutuhan logistik pangan untuk masyarakat. "Sebab bencana asap kali ini banyak masyarakat disana tak bisa mencari nafkah atau bermata pencaharian dengan normal. Mereka mengurung diri di rumah, petani tak bisa ke ladang, yang biasa berdagang tak berdagang dan yang biasa bermobilitas tak bisa ke mana-mana," ujarnya.
Terkait dengan itu, khususnya bagi orang yang tak mampu atau miskin di desa-desa terdampak bencana asap disana, kesulitannya cukup luar biasa. Menurutnya bukan hanya sekedar urusan kesehatan, tapi urusan ekonomi dan pangan yang harus diperhatikan.
"Itulah yang menjadi konsen kita, saya mengajak kepada pemerintah, semua elemen bangsa. Mari pahami bencana ini seserius dan sedalam mungkin, tak boleh asal dan terlalu teknis, bahwa bencana ini berdampak pada dimensi-dimensi lain, bahkan bisa mengancam kehidupan," tuturnya.
Ahyudin mengungkapkan, kebesaran bangsa ini dipertaruhkan jika tak serius, tak profesional dan tak bermoral menangani bencana ini. "Nah pesan ini lah yang ingin diperlihatkan oleh ACT melalui seremoni pemberangkatan bantuan dari Jakarta. Sebab bantuan-bantuan dari seluruh cabang ACT seluruh Indonesia setiap hari sudah bergerak," ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Kepala Sub Bidang Analisa dan Informasi Iklim BMKG Adi Ripaldi mengatakan kondisi terkini terkait titik api belum berkurang karena cuaca masih kemarau dan hujan masih rendah."Tadi pagi 23 September, beberapa titik api masih masif dibeberapa wilayah, khususnya di enam provinsi seperti wilayah yang karhutlanya masih marak, seperti Riau, Jambi dan Palembang itu sudah lebih dari 200 titik. Nah satu titik itu membawahi luasan ratusan hektar lahan. Dengan masih masifnya hotspot di enam provinsi itu berarti bencana karhutla di sana masih masif hingga hari ini," ujarnya.
Dampak lanjutan dari Karhutla adalah kabut asap di sekitar wilayah enam provinsi itu, bahkan tersebar ke provinsi tetangga dan sekitarnya."BMKG sudah memantau, untuk hujan diperkirakan baru akan turun pada Oktober, artinya kemarau panjang ini belum selesai hingga September. Apalagi September ini masih puncaknya musim kemarau," ujarnya.
Terkait dengan, aksi kemanusiaan yang nyata dari ACT, Adi mengapresiasi karena korban yang terpapar bencana asap ini butuh bantuan langsung, khususnya bantuan medis dan pangan.
"Karena akibat bencana Karhutla hingga menimbulkan asap tebal ini menimbulkan gas-gas beracun. Jadi bukan hanya menggangu aktivitas, tapi dampak kesehatan ini jangka panjang, misalnya ISPA-nya sekarang, jangka panjangnya adalah paru-paru, asma dan sebagainya, itu yang akan dirasakan beberapa bulan kedepan atau tahun mendatang," ujarnya.
"Kegiatan kali ini, merupakan momentum untuk lebih memprioritaskan, aksi ACT dan semoga menjadi awal keseriusan bangsa ini merespons bencana kabut asap yang semakin eskalatif, menyebabkan dampak-dampak yang lebih dimensif," ungkap Ketua Dewan Pembina ACT Ahyudin usai melepas ratusan relawan dan ribuan ton logistik di IHC, Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Senin (23/9/2019).
Jadi, lanjut dia, aksi ini juga bukan hanya mengingatkan pihaknya, tapi mengajak semua elemen bangsa untuk memiliki peran dalam membantu saudara-saudara di Sumatera dan Kalimantan. "Semoga ini betul-betul jadi momentum untuk menggerakkan partisipasi bangsa ini untuk menangani bencana kabut asap. Dan ini merupakan gelombang ke enam ACT mengirimkan bantuan, baik logistik, maupun tim relawan terlatih, mulai dari ahli medis dan maupun tenaga pemadam kebakaran ke lokasi bencana," ujarnya.
Ahyudin memahami bencana Karhutla kali ini bukan hanya sebatas memadamkan api, justru ACT melihat bencana ini paling penting adalah membantu kebutuhan logistik pangan untuk masyarakat. "Sebab bencana asap kali ini banyak masyarakat disana tak bisa mencari nafkah atau bermata pencaharian dengan normal. Mereka mengurung diri di rumah, petani tak bisa ke ladang, yang biasa berdagang tak berdagang dan yang biasa bermobilitas tak bisa ke mana-mana," ujarnya.
Terkait dengan itu, khususnya bagi orang yang tak mampu atau miskin di desa-desa terdampak bencana asap disana, kesulitannya cukup luar biasa. Menurutnya bukan hanya sekedar urusan kesehatan, tapi urusan ekonomi dan pangan yang harus diperhatikan.
"Itulah yang menjadi konsen kita, saya mengajak kepada pemerintah, semua elemen bangsa. Mari pahami bencana ini seserius dan sedalam mungkin, tak boleh asal dan terlalu teknis, bahwa bencana ini berdampak pada dimensi-dimensi lain, bahkan bisa mengancam kehidupan," tuturnya.
Ahyudin mengungkapkan, kebesaran bangsa ini dipertaruhkan jika tak serius, tak profesional dan tak bermoral menangani bencana ini. "Nah pesan ini lah yang ingin diperlihatkan oleh ACT melalui seremoni pemberangkatan bantuan dari Jakarta. Sebab bantuan-bantuan dari seluruh cabang ACT seluruh Indonesia setiap hari sudah bergerak," ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Kepala Sub Bidang Analisa dan Informasi Iklim BMKG Adi Ripaldi mengatakan kondisi terkini terkait titik api belum berkurang karena cuaca masih kemarau dan hujan masih rendah."Tadi pagi 23 September, beberapa titik api masih masif dibeberapa wilayah, khususnya di enam provinsi seperti wilayah yang karhutlanya masih marak, seperti Riau, Jambi dan Palembang itu sudah lebih dari 200 titik. Nah satu titik itu membawahi luasan ratusan hektar lahan. Dengan masih masifnya hotspot di enam provinsi itu berarti bencana karhutla di sana masih masif hingga hari ini," ujarnya.
Dampak lanjutan dari Karhutla adalah kabut asap di sekitar wilayah enam provinsi itu, bahkan tersebar ke provinsi tetangga dan sekitarnya."BMKG sudah memantau, untuk hujan diperkirakan baru akan turun pada Oktober, artinya kemarau panjang ini belum selesai hingga September. Apalagi September ini masih puncaknya musim kemarau," ujarnya.
Terkait dengan, aksi kemanusiaan yang nyata dari ACT, Adi mengapresiasi karena korban yang terpapar bencana asap ini butuh bantuan langsung, khususnya bantuan medis dan pangan.
"Karena akibat bencana Karhutla hingga menimbulkan asap tebal ini menimbulkan gas-gas beracun. Jadi bukan hanya menggangu aktivitas, tapi dampak kesehatan ini jangka panjang, misalnya ISPA-nya sekarang, jangka panjangnya adalah paru-paru, asma dan sebagainya, itu yang akan dirasakan beberapa bulan kedepan atau tahun mendatang," ujarnya.
(whb)