Miris, Pria Tuna Aksara Jadi Tersangka Kasus Penggelapan Limbah
A
A
A
BEKASI - Miris, seorang tuna aksara atau buta huruf bernama Misdah, ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Metro Bekasi Kabupaten lantaran diduga melakukan penggelapan limbah sebuah perusahaan di wilayah Cikarang, Kabupaten Bekasi. Atas penetapan itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) melakukan upaya pra peradilan ke Pengadilan Negeri (PN) Bekasi.
Kasus penetapan tersangka Misdah disebut banyak kepentingan bisnis. Sebab, kasus tersebut diduga banyak yang direkayasa. “Pra peradilan itu berkaitan dengan status tersangka klien saya dalam kasus penggelapan limbah," ujar kuasa hukum Misdah, Simjon HJ Von Bullow dari Advocat Law Firm Moluccas, Kamis (5/9/2019).
Simjan menegaskan, pra peradilan ini ditempuh lantaran kliennya yang buta aksara itu tidak merasa melakukan penggelapan limbah. Sebab, Misdah sudah diberi hak pengelolaan, pengangkutan, dan penjualan limbah milik perusahaan tersebut, hingga perjanjian tertulis dibuat pada 2003 lalu.
Kemudian, setahun kemudian, tepatnya tahun 2004, Misdah membuat perusahaan sendiri dan terjadi perjanjian kedua. Namun, di perjalanan itu Misdah ditagih pembayaran tunggakan limbah oleh perusahaan sebesar Rp7 miliar.
Tetapi pihak pegawai perusahaan tidak bisa menjelaskan asal muasal tunggakan itu terjadi. “Dikhawatirkan pihak perusahaan memanfaatkan kondisi Misdah yang tidak bisa membaca dan menulis,” katanya.
Lantaran tidak bisa membaca dan menulis itu, Misdah memutuskan untuk menyerahkan usaha limbahnya ke rekanannya. Penyerahan pengolahan limbah itu sekaligus meminta perusahaan rekanan Misdah bisa menyelesaikan tunggakan limbah yang diminta perusahaan.
Selanjutnya, kata Simjan, pada November 2018 terjadi pencurian limbah yang kemudian direkayasa agar bisa melibatkan Misdah. “Aksi pencurian ini kami duga ada kepentingan bisnis, dan merekayasan Misdah terlibat. Karena sampai menggandeng LSM untuk melapor ke Polres Metro Bekasi," ucapnya.
Atas penahanan itu, Simjon menilai ada banyak kejanggalan. Pertama, saat pencurian diduga terjadi, Misdah sedang dirawat di RS Mitra Keluarga. Kemudian terkait pencurian dan penggelapan, tidak berarti dilakukan Misdah karena pengelolaan dilakukan juga oleh rekanan perusahaan Misdah.
Kasus penetapan tersangka Misdah disebut banyak kepentingan bisnis. Sebab, kasus tersebut diduga banyak yang direkayasa. “Pra peradilan itu berkaitan dengan status tersangka klien saya dalam kasus penggelapan limbah," ujar kuasa hukum Misdah, Simjon HJ Von Bullow dari Advocat Law Firm Moluccas, Kamis (5/9/2019).
Simjan menegaskan, pra peradilan ini ditempuh lantaran kliennya yang buta aksara itu tidak merasa melakukan penggelapan limbah. Sebab, Misdah sudah diberi hak pengelolaan, pengangkutan, dan penjualan limbah milik perusahaan tersebut, hingga perjanjian tertulis dibuat pada 2003 lalu.
Kemudian, setahun kemudian, tepatnya tahun 2004, Misdah membuat perusahaan sendiri dan terjadi perjanjian kedua. Namun, di perjalanan itu Misdah ditagih pembayaran tunggakan limbah oleh perusahaan sebesar Rp7 miliar.
Tetapi pihak pegawai perusahaan tidak bisa menjelaskan asal muasal tunggakan itu terjadi. “Dikhawatirkan pihak perusahaan memanfaatkan kondisi Misdah yang tidak bisa membaca dan menulis,” katanya.
Lantaran tidak bisa membaca dan menulis itu, Misdah memutuskan untuk menyerahkan usaha limbahnya ke rekanannya. Penyerahan pengolahan limbah itu sekaligus meminta perusahaan rekanan Misdah bisa menyelesaikan tunggakan limbah yang diminta perusahaan.
Selanjutnya, kata Simjan, pada November 2018 terjadi pencurian limbah yang kemudian direkayasa agar bisa melibatkan Misdah. “Aksi pencurian ini kami duga ada kepentingan bisnis, dan merekayasan Misdah terlibat. Karena sampai menggandeng LSM untuk melapor ke Polres Metro Bekasi," ucapnya.
Atas penahanan itu, Simjon menilai ada banyak kejanggalan. Pertama, saat pencurian diduga terjadi, Misdah sedang dirawat di RS Mitra Keluarga. Kemudian terkait pencurian dan penggelapan, tidak berarti dilakukan Misdah karena pengelolaan dilakukan juga oleh rekanan perusahaan Misdah.
(thm)