Wacana Pembentukan Provinsi Bogor Raya, Pengamat Sindir Wali Kota Bogor
A
A
A
BOGOR - Pengamat Politik dan Kebijakan Publik sekaligus Direktur Democrazy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Yusfitriadi menilai wacana pembentukan provinsi baru yakni Bogor Raya hanyalah sebuah akrobat politik Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto yang memiliki hasrat ingin menjadi menteri.
"Pertama, sebetulnya wacana ini bukan sesuatu yang baru atau luar biasa. Isu ini sempat dimunculkan oleh Rachmat Yasin Bupati Bogor 2009-2014, saat itu dilontarkan tentang Provinsi Bogor Raya, namun waktu itu karena banyak hal tidak direspon oleh masyarakat, yang jelas wacana itu sudah ada sejak lama," ungkap Yusfitriadi kepada SINDOnews, Selasa (20/08).
Kemudian yang kedua terkait isu tentang pemekaran, baik Provinsi maupun Kota/Kabupaten, perluasan wilayah merupakan hal yang biasa dan diatur oleh Undang-undang sehingga memang sangat dimungkinkan.
"Saya pikir itu isu biasa saja, tapi kemudian kenapa saat ini menjadi ramai itu ada dua hal, pertama ditengah isu pemekaran daerah otonom baru (DOB) Kabupaten Bogor Barat dan Bogor Timur, kemudian kegagalan Bima Arya mencaplok enam kecamatan di Kabupaten Bogor untuk perluasan wilayahnya, itu kemudian Bima mengangkat isu ini," paparnya.
Lantaran memang, kata dia, yang bersangkutan membicarakan pemekaran wilayah tapi Wali Kota Bogor tak memiliki panggung karena telah gagal berupaya meluaskan wilayahnya dari enam kecamatan menjadi 12 kecamatan.
"Yang jelas itu yang saya lihat Bima gagal menggarap isu pencaplokan wilayah Kabupaten Bogor yang bertetangga dengan Kota Bogor. Sehingga dia memunculkan isu itu," tandasnya.
Kemudian kedua, lanjut Yusfitriadi, secara politis, pihaknya mengakui Bima Arya itu merupakan politisi yang amat cerdik dalam melakukan akrobat politik khususnya dari aspek pencitraan.
"Jadi Bima ini sedang melakukan test of the water artinya dia sedang ingin mencari respon masyarakat, apapun itu isunya kemudian dimunculkan Provinsi Bogor ini, jadi saya kira ini biasa saja, ini hanya akibat Bima yang sedang tak punya isu. Dan juga memang mangseng (berhasrat) ingin jadi menteri di kabinet baru Presiden Jokowi, sehingga diharapkan dengan isu Bogor Raya ini dapat mengangkat nama dia dikancah nasional, agar ditangkap oleh pemerintahan Jokowi," tandasnya.
Akan tetapi, kata dia, pihaknya berharap masyarakat atau kepala daerah tetangganya tak perlu merespon berlebihan. "Karena saya anggap sebagai isu yang tak menarik, biasa-biasa saja, dan tak akan merubah mindset publik terhadap pembangunan di Jawa Barat, baik Kota Bogor maupun Kabupaten Bogor," jelasnya.
Terkait kelayakan atau tidaknya suatu daerah untuk mekar menjadi Provinsi atau Kabupaten/Kota itu biasa saja karena memang sudah diatur dalam UU. "Cuma yang jadi persoalan, substansinya adalah pertama adalah harus memiliki dua aspek kajian, yakni syarat administratif dan syarat substantif," katanta.
Ia memaparkan syarat administratif tentang pembentukan Provinsi itu diantaranya harus di setujui oleh lima Kabupaten/Kota sesuai UU. Kemudian, syarat substantif, dari segi Angaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
"Kira-kira ini (Provinsi Bogor Raya) APBD nya menunjang atau tidak, jangan sampai kemudian dimekarkan, hanya karena motif syahwat politik pemekaran yang harus menyelesaikan permasalahan kesejahteraan masyarakat malah tidak mampu, kalau seperti itu sama juga bohong," katanya.
Tak hanya itu, pihaknya juga menilai terkait pemekaran Provinsi Bogor Raya ini harus dipertanyakan apakah sudah menjadi kebutuhan masyarakat atau tidak.
"Jangan-jangan ini hanya kebutuhan elite. Misalkan begini, saya ingin jadi gubernur atau bupati/walikota maka daerah ini harus dimekarkan, tapi ketika diminta survey ke masyarakat tidak ada satupun masyarakat yang membutuhkan, kan repot," tuturnya.
Maka dari itu, pihaknya mengkritik Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto sebelum melemparkan isu alangkah baiknya mendapatkan respons positif terlebih dahulu dari masyarakat melalui riset yang komprehensif.
"Karena memang, kecuali Bima hanya asal-asalan melemparkan isu. Saya yakin cuma itu alasan Bima melemparkan isu. Tak ada niatan Bima untuk benar-benar memekarkan," ujarnya.
"Pertama, sebetulnya wacana ini bukan sesuatu yang baru atau luar biasa. Isu ini sempat dimunculkan oleh Rachmat Yasin Bupati Bogor 2009-2014, saat itu dilontarkan tentang Provinsi Bogor Raya, namun waktu itu karena banyak hal tidak direspon oleh masyarakat, yang jelas wacana itu sudah ada sejak lama," ungkap Yusfitriadi kepada SINDOnews, Selasa (20/08).
Kemudian yang kedua terkait isu tentang pemekaran, baik Provinsi maupun Kota/Kabupaten, perluasan wilayah merupakan hal yang biasa dan diatur oleh Undang-undang sehingga memang sangat dimungkinkan.
"Saya pikir itu isu biasa saja, tapi kemudian kenapa saat ini menjadi ramai itu ada dua hal, pertama ditengah isu pemekaran daerah otonom baru (DOB) Kabupaten Bogor Barat dan Bogor Timur, kemudian kegagalan Bima Arya mencaplok enam kecamatan di Kabupaten Bogor untuk perluasan wilayahnya, itu kemudian Bima mengangkat isu ini," paparnya.
Lantaran memang, kata dia, yang bersangkutan membicarakan pemekaran wilayah tapi Wali Kota Bogor tak memiliki panggung karena telah gagal berupaya meluaskan wilayahnya dari enam kecamatan menjadi 12 kecamatan.
"Yang jelas itu yang saya lihat Bima gagal menggarap isu pencaplokan wilayah Kabupaten Bogor yang bertetangga dengan Kota Bogor. Sehingga dia memunculkan isu itu," tandasnya.
Kemudian kedua, lanjut Yusfitriadi, secara politis, pihaknya mengakui Bima Arya itu merupakan politisi yang amat cerdik dalam melakukan akrobat politik khususnya dari aspek pencitraan.
"Jadi Bima ini sedang melakukan test of the water artinya dia sedang ingin mencari respon masyarakat, apapun itu isunya kemudian dimunculkan Provinsi Bogor ini, jadi saya kira ini biasa saja, ini hanya akibat Bima yang sedang tak punya isu. Dan juga memang mangseng (berhasrat) ingin jadi menteri di kabinet baru Presiden Jokowi, sehingga diharapkan dengan isu Bogor Raya ini dapat mengangkat nama dia dikancah nasional, agar ditangkap oleh pemerintahan Jokowi," tandasnya.
Akan tetapi, kata dia, pihaknya berharap masyarakat atau kepala daerah tetangganya tak perlu merespon berlebihan. "Karena saya anggap sebagai isu yang tak menarik, biasa-biasa saja, dan tak akan merubah mindset publik terhadap pembangunan di Jawa Barat, baik Kota Bogor maupun Kabupaten Bogor," jelasnya.
Terkait kelayakan atau tidaknya suatu daerah untuk mekar menjadi Provinsi atau Kabupaten/Kota itu biasa saja karena memang sudah diatur dalam UU. "Cuma yang jadi persoalan, substansinya adalah pertama adalah harus memiliki dua aspek kajian, yakni syarat administratif dan syarat substantif," katanta.
Ia memaparkan syarat administratif tentang pembentukan Provinsi itu diantaranya harus di setujui oleh lima Kabupaten/Kota sesuai UU. Kemudian, syarat substantif, dari segi Angaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
"Kira-kira ini (Provinsi Bogor Raya) APBD nya menunjang atau tidak, jangan sampai kemudian dimekarkan, hanya karena motif syahwat politik pemekaran yang harus menyelesaikan permasalahan kesejahteraan masyarakat malah tidak mampu, kalau seperti itu sama juga bohong," katanya.
Tak hanya itu, pihaknya juga menilai terkait pemekaran Provinsi Bogor Raya ini harus dipertanyakan apakah sudah menjadi kebutuhan masyarakat atau tidak.
"Jangan-jangan ini hanya kebutuhan elite. Misalkan begini, saya ingin jadi gubernur atau bupati/walikota maka daerah ini harus dimekarkan, tapi ketika diminta survey ke masyarakat tidak ada satupun masyarakat yang membutuhkan, kan repot," tuturnya.
Maka dari itu, pihaknya mengkritik Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto sebelum melemparkan isu alangkah baiknya mendapatkan respons positif terlebih dahulu dari masyarakat melalui riset yang komprehensif.
"Karena memang, kecuali Bima hanya asal-asalan melemparkan isu. Saya yakin cuma itu alasan Bima melemparkan isu. Tak ada niatan Bima untuk benar-benar memekarkan," ujarnya.
(ysw)