Polda Metro Kembali Ciduk Komplotan Penipu Jual Beli Rumah Mewah
A
A
A
JAKARTA - Tiga pelaku penipuan jual beli rumah mewah berinisial DH, DR, dan S, diringkus petugas Polda Metro Jaya. Kepolisian kini masih memburu dua pelaku lainnya.
Direskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Suyudi Ario Seto mengatakan, mereka beroperasi di Jalan Iskandarsyah, Jakarta Selatan dengan membuat kantor notaris palsu. Adapun korbannya diketahui baru satu orang berinisial VYS, yang mana korban hendak menjual rumah mewahnya.
"Korban ingin menjual rumahnya seharga Rp15 miliar di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Maret 2019 lalu. Adapun otak jaringan ini tersangka DH residivis di kasus serupa," kata Suyudi pada wartawan, Jumat (9/8/2019).
Menurut Suyudi, DH berperan sebagai calon pembeli dan yang menjaminkan sertifikat korban untuk mendapatkan keuntungan. DR berperan sebagai notaris palsu, dan S yang mengawasi proses pemalsuan dan penjaminan sertifikat. Sedangkan dua orang DPO berperan sebagai agen properti dan pemalsu sertifikan korban untuk diubah namanya menjadi tersangka DH.
Suyudi menjelaskan, korban awalnya hendak menjual rumahnya di kawasan Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dan meminta bantuan agen properti untuk menjual rumahnya hingga akhirnya dikenalkan pada tersangka DH yang pura-pura jadi pembeli.
"Setelah meyakinkan korban untuk menjual rumahnya, pelaku lalu meminta korban meminjamkan sertifikatnya ke kantor notaris untuk dicek ke BPN tentang keasliannya," jelasnya.( Baca: Polisi Ciduk Kawanan Penipu dengan Modus Beli Rumah Mewah )
Keberadaan kantor notaris abal-abal itu semakin meyakinkan korban kalau tak memberikan sertifikatnya ke pihak yang salah. Kantor notaris abal-abal yang kerap diubah-ubah namanya itu berada di Jalan Iskandarsyah dengan nama Dr. H. Idham dalam kasus VYS, sebelumnya kantor notaris itu menggunakan nama Santi Triana Hassan dan sudah beroperasi selama satu tahun.
"Setelah ada penyerahan terjadi PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli), lalu sertifikat itu dipalsukan, properti bergeser diganti nama pelaku DH," terangnya.
Usai itu, sertifikat tersebut akhirnya diagunkan ke sebuah koperasi simpan pinjam di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan.
"Hasilnya komplotan ini meraup uang Rp5 miliar, uang itu lantas dibagikan ke pelaku lainnya untuk dipakai bayar utang, foya-foya, dan memenuhi kebutuhan hidup," ujarnya.
Dia menambahkan, korban yang heran sertifikatnya itu tak kunjung dikembalikan akhirnya bersurat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Selatan dan diketahui sertikat rumahnya itu sudah beralih nama menjadi tersangka DH hingga akhirnya dilaporkan ke polisi. Sindikat yang dipimpin DH itu berbeda dengan sindikat properti yang sebelumnya diungkap pada 7 Agustus lalu, tapi dicurigai ada kolaborasi antarsindikat tersebut.
Para tersangka kemudian dijerat dengan pasal 263 KUHP dan atau Pasal 266 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman penjara di atas 5 tahun.
Direskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Suyudi Ario Seto mengatakan, mereka beroperasi di Jalan Iskandarsyah, Jakarta Selatan dengan membuat kantor notaris palsu. Adapun korbannya diketahui baru satu orang berinisial VYS, yang mana korban hendak menjual rumah mewahnya.
"Korban ingin menjual rumahnya seharga Rp15 miliar di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Maret 2019 lalu. Adapun otak jaringan ini tersangka DH residivis di kasus serupa," kata Suyudi pada wartawan, Jumat (9/8/2019).
Menurut Suyudi, DH berperan sebagai calon pembeli dan yang menjaminkan sertifikat korban untuk mendapatkan keuntungan. DR berperan sebagai notaris palsu, dan S yang mengawasi proses pemalsuan dan penjaminan sertifikat. Sedangkan dua orang DPO berperan sebagai agen properti dan pemalsu sertifikan korban untuk diubah namanya menjadi tersangka DH.
Suyudi menjelaskan, korban awalnya hendak menjual rumahnya di kawasan Kebagusan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dan meminta bantuan agen properti untuk menjual rumahnya hingga akhirnya dikenalkan pada tersangka DH yang pura-pura jadi pembeli.
"Setelah meyakinkan korban untuk menjual rumahnya, pelaku lalu meminta korban meminjamkan sertifikatnya ke kantor notaris untuk dicek ke BPN tentang keasliannya," jelasnya.( Baca: Polisi Ciduk Kawanan Penipu dengan Modus Beli Rumah Mewah )
Keberadaan kantor notaris abal-abal itu semakin meyakinkan korban kalau tak memberikan sertifikatnya ke pihak yang salah. Kantor notaris abal-abal yang kerap diubah-ubah namanya itu berada di Jalan Iskandarsyah dengan nama Dr. H. Idham dalam kasus VYS, sebelumnya kantor notaris itu menggunakan nama Santi Triana Hassan dan sudah beroperasi selama satu tahun.
"Setelah ada penyerahan terjadi PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli), lalu sertifikat itu dipalsukan, properti bergeser diganti nama pelaku DH," terangnya.
Usai itu, sertifikat tersebut akhirnya diagunkan ke sebuah koperasi simpan pinjam di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan.
"Hasilnya komplotan ini meraup uang Rp5 miliar, uang itu lantas dibagikan ke pelaku lainnya untuk dipakai bayar utang, foya-foya, dan memenuhi kebutuhan hidup," ujarnya.
Dia menambahkan, korban yang heran sertifikatnya itu tak kunjung dikembalikan akhirnya bersurat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Selatan dan diketahui sertikat rumahnya itu sudah beralih nama menjadi tersangka DH hingga akhirnya dilaporkan ke polisi. Sindikat yang dipimpin DH itu berbeda dengan sindikat properti yang sebelumnya diungkap pada 7 Agustus lalu, tapi dicurigai ada kolaborasi antarsindikat tersebut.
Para tersangka kemudian dijerat dengan pasal 263 KUHP dan atau Pasal 266 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman penjara di atas 5 tahun.
(whb)