Sayangkan Penembakan Bripka Rachmat, IPW Desak Penetapan Tersangka

Jum'at, 26 Juli 2019 - 18:31 WIB
Sayangkan Penembakan Bripka Rachmat, IPW Desak Penetapan Tersangka
Sayangkan Penembakan Bripka Rachmat, IPW Desak Penetapan Tersangka
A A A
JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) menyayangkan kasus penembakan antar polisi yang menewaskan anggota Subdit Ditlantas Polda Metro Bripka Rachmat Efendy (41). Bahkan, IPW mempertanyakan kemampuan psikologis anggota polisi yang memegang psitol.

"Jika anggota polisi saja ringan tangan menembak mati rekan sekerjanya sesama polisi, bagaimana jika menghadapi angota masyarakat yang tidak dikenalnya?" kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane melalui keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (26/7/2019).

Menurut dia, Polri harus mendata anggotanya dan mengevaluasi kondisi psikologis semua anggotanya yang memegang senjata api. Dari berbagai kasus polisi tembak polisi, IPW menilai banyak hal yang melatarbelakanginya, seperti sikap arogansi yang masih kental dalam budaya kepolisian Indonesia.

Lalu, kata dia, beban kerja yang cukup berat, terutama dalam menjaga keamanan sepanjang Pilpres di berbagai daerah yang kerap menjadi tekanan pisikis. Di sisi lain, ada persoalan akut yang melilit anggota Polri, terutama di jajaran bawah tentang persoalan rumah tangga akibat terbatasnya penghasilan sebagai polisi yang hidup di kota besar.

"Ini kerap menjadi tekanan tersendiri bagi anggota Polri dalam menjalankan tugas profesionalnya. Ini pula yang kerap menjadi penyebab utama mudahnya emosi polisi jajaran bawah gampang meledak menjadi bringas dan sadis," tuturnya.

Maka itu, kata dia, tak heran jika dari tahun ke tahun terus terjadi kasus polisi tembak polisi, polisi berulah menjadi koboi pada masyarakat atau polisi bunuh diri dengan pistolnya sendiri. Persoalan lain menyangkut gaya hidup hedonis yang kerap menimbulkan konflik antar teman.

Selain itu, tekanan atasan yang kerap memberikan target untuk pencapaian prestasi atasan itu sendiri dan bagaimana pun masalah akut itu perlu diatasi. Para atasan perlu lebih peduli mencermati sikap prilaku bawahannya agar tak menjadi bringas secara tiba tiba, seperti yang dialami Bripka Rachmat.

"Penyebab terjadinya penembakan akibat penangkapan pelaku tawuran. Maka itu, pelaku tawuran, orang tuanya dan polisi penembak harus dijadikan tersangka karena turut serta yang menyebabkan terjadinya penembakan," terangnya.

Selain itu, tambahnya, polisi itu sudah berperan menjadi backing untuk membebaskan pelaku tawuran yang ditangkap. Seharusnya, siapa pun tidak boleh mengintervensi saat polisi menangani sebuah masalah, apalagi undang-undang memberi hak pada polisi untuk memeriksa tersangka dua kali 24 jam.

"Selain itu pelaku penembakan perlu tes urine untuk mengetahui apakah ada pengaruh narkoba yang membuat pelaku di luar kendali," katanya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7381 seconds (0.1#10.140)