Aset Lahan Pemprov DKI 65,94 Hektare di Kalideres Tak Terurus
A
A
A
JAKARTA - Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar) Sugiyanto meminta Gubenur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menelusuri keberadaan aset lahan milik Pemprov DKI Jakarta seluas 659.430 meter persegi atau 65,94 hektare yang tidak terurus di Kelurahan Pegadungan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat.
Pasalnya sejak Berita Acara Serah Terima (BAST) Nomor 4918/1992 Tanggal 7 Agustus 1992 dikeluarkan, dan sampai saat ini kondisinya masih berupa rawa dan atau empang. Sedangkan sesuai perjanjian seharusnya tanah penganti itu harus siap pakai untuk Tempat Pemakaman Umum (TPU) dengan total tanah seluas 65,94 hektare.
"Aset tanah itu telah disertifikatkan Hak Pakai (HP) atas nama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Nomor 484 Tanggal 14 Juni 1991," kata Sugiyanto dalam siaran pers, Senin (22/07/19).
Lebih lanjut, Sugiyanto menambahkan, bahwa berdasarkan Rencana Induk/Master Plan Tahun 1965-1985, pada tahun 1984 dan tahun 1986, Pemprov DKI melakukan kerja sama pemanfaatan aset tanah milik pemprov DKI Jakarta.
Tanah tersebut berupa areal Tempat Pemakamam Umum (TPU) di daerah Mangga Dua, Jelambar Islam dan Jelambar Budha Jakarta Barat, serta TPU Sanjaya Jakarta Selatan dengan total aset yang dikerjasamakan seluas 708.850 m2 (70,88 Ha).
Sesuai Perjanjian Kerja Sama (PKS), pengembang berkewajiban melakukan pembangunan fisik dan peremajaan lingkungan atas aset bekas TPU yang dikerjasamakan dan melakukan pembelian tanah makam pengganti yang siap pakai seluas kurang lebih 65,94 hektare.
Sebagai konpensasi atas PKS tersebut, pengembang memperoleh izin penggunaan setifikat Hak Guna Bangunan (HBG) di atas Hak Pengelolahan Lahan (HPL) milik pemprov DKI Jakarta selama 20 tahun, yang dapat diperpanjang dan dialihkan kepada pihak ketiga seusuai dengan peraturan per-Undang-Undangan.
"Aset yang dikerjasamakan itu seluas 308.856 meter persegi (30,88 hektare) di Kelurahan Mangga Dua Jakarta Utara, dan 399.994 meter persegi (39,99 hektare) yang terdiri dari 86,963 meter persegi di bekas TPU Jelambar Islam, dan 301,508 meter persegi di Jelambar Budha Jakrta Barat, serta bekas TPU Sanjaya Jakarta Selatan seluas 11.793 meter persegi," ungkap Sugiyanto.
Dia menjelaskan bahwa keberadaan aset milik Pemprov DKI yang tidak terurus ini terjadi karena diduga pemprov tidak melakukan pengawasan, evaluasi dan pengendalian secara maksimal atas kerja sama pemamfaatan aset dengan pengembang. Sehingga abai untuk mengurusnya dan aset tanah tersebut dapat berpontensi hilang karena diserobot atau dikuasai oleh pihak-pihak tertentu.
"Itu karena saat itu, Badan Pengelolahan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) tidak menguasai inti dari PKS tentang kewajiban pengembang menganti tanah untuk TPU siap pakai seluas 65,94 hektare. Atau diduga sengaja berpura-pura tidak mengetahuinya," tegasnya.
Terkait dengan permasalahan tersebut, Sugiyanto berharap, Gubernur Anies Baswedan dapat menanyakan kepada Badan Pengelolahan Aset Daerah (BPAD) untuk melacak keberadaan aset tanah tersebut. Kemudian bila tanah belum siap pakai, maka dapat meminta pertanggungjawaban pengembang menyerahkan tanah TPU penganti siap pakai sesuai perjanjian.
"Gubernur sudah janji akan melakukan pengecekan atas aset tanah DKI 65,99 hektare itu. Saya juga akan informasikan kepada gubernur tentang nama perusahannya, dugaan penyimpangan HGB diatas HPL yang menjadi HGB murni, dan tanah pengganti yang diduga bukan dari hasil pengadaan pengembang, namun merupakan tanah negara. Ini dugaan kasus besar yang sudah lama tak terungkap," pungkasnya.
Pasalnya sejak Berita Acara Serah Terima (BAST) Nomor 4918/1992 Tanggal 7 Agustus 1992 dikeluarkan, dan sampai saat ini kondisinya masih berupa rawa dan atau empang. Sedangkan sesuai perjanjian seharusnya tanah penganti itu harus siap pakai untuk Tempat Pemakaman Umum (TPU) dengan total tanah seluas 65,94 hektare.
"Aset tanah itu telah disertifikatkan Hak Pakai (HP) atas nama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Nomor 484 Tanggal 14 Juni 1991," kata Sugiyanto dalam siaran pers, Senin (22/07/19).
Lebih lanjut, Sugiyanto menambahkan, bahwa berdasarkan Rencana Induk/Master Plan Tahun 1965-1985, pada tahun 1984 dan tahun 1986, Pemprov DKI melakukan kerja sama pemanfaatan aset tanah milik pemprov DKI Jakarta.
Tanah tersebut berupa areal Tempat Pemakamam Umum (TPU) di daerah Mangga Dua, Jelambar Islam dan Jelambar Budha Jakarta Barat, serta TPU Sanjaya Jakarta Selatan dengan total aset yang dikerjasamakan seluas 708.850 m2 (70,88 Ha).
Sesuai Perjanjian Kerja Sama (PKS), pengembang berkewajiban melakukan pembangunan fisik dan peremajaan lingkungan atas aset bekas TPU yang dikerjasamakan dan melakukan pembelian tanah makam pengganti yang siap pakai seluas kurang lebih 65,94 hektare.
Sebagai konpensasi atas PKS tersebut, pengembang memperoleh izin penggunaan setifikat Hak Guna Bangunan (HBG) di atas Hak Pengelolahan Lahan (HPL) milik pemprov DKI Jakarta selama 20 tahun, yang dapat diperpanjang dan dialihkan kepada pihak ketiga seusuai dengan peraturan per-Undang-Undangan.
"Aset yang dikerjasamakan itu seluas 308.856 meter persegi (30,88 hektare) di Kelurahan Mangga Dua Jakarta Utara, dan 399.994 meter persegi (39,99 hektare) yang terdiri dari 86,963 meter persegi di bekas TPU Jelambar Islam, dan 301,508 meter persegi di Jelambar Budha Jakrta Barat, serta bekas TPU Sanjaya Jakarta Selatan seluas 11.793 meter persegi," ungkap Sugiyanto.
Dia menjelaskan bahwa keberadaan aset milik Pemprov DKI yang tidak terurus ini terjadi karena diduga pemprov tidak melakukan pengawasan, evaluasi dan pengendalian secara maksimal atas kerja sama pemamfaatan aset dengan pengembang. Sehingga abai untuk mengurusnya dan aset tanah tersebut dapat berpontensi hilang karena diserobot atau dikuasai oleh pihak-pihak tertentu.
"Itu karena saat itu, Badan Pengelolahan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) tidak menguasai inti dari PKS tentang kewajiban pengembang menganti tanah untuk TPU siap pakai seluas 65,94 hektare. Atau diduga sengaja berpura-pura tidak mengetahuinya," tegasnya.
Terkait dengan permasalahan tersebut, Sugiyanto berharap, Gubernur Anies Baswedan dapat menanyakan kepada Badan Pengelolahan Aset Daerah (BPAD) untuk melacak keberadaan aset tanah tersebut. Kemudian bila tanah belum siap pakai, maka dapat meminta pertanggungjawaban pengembang menyerahkan tanah TPU penganti siap pakai sesuai perjanjian.
"Gubernur sudah janji akan melakukan pengecekan atas aset tanah DKI 65,99 hektare itu. Saya juga akan informasikan kepada gubernur tentang nama perusahannya, dugaan penyimpangan HGB diatas HPL yang menjadi HGB murni, dan tanah pengganti yang diduga bukan dari hasil pengadaan pengembang, namun merupakan tanah negara. Ini dugaan kasus besar yang sudah lama tak terungkap," pungkasnya.
(ysw)