Terimbas Pencemaran Sungai Cileungsi, Bekasi Desak Pusat Bertindak
A
A
A
BEKASI - Kondisi Sungai Cileungsi di Kabupaten Bogor yang kembali hitam pekat dan bau menyengat membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi was-was. Untuk itu, Pemkot Bekasi mendesak pemerintah pusat turun tangan menangani persoalan pencemaran lingkungan itu.
Wilayah mitra DKI Jakarta itu menyatakan pencemaran Sungai Cileungsi berimbas pada Kali Bekasi yang merupakan sumber air baku bagi warga Bekasi dan sekitarnya. Apalagi kasus pencemaran lingkungan sudah sering terjadi, sehingga dikhawatirkan bisa mengancam ekosistem di dalamnya.
”Kami minta pusat untuk turun tangan menangani pencematan lingkungan di Sungai Cileungsi yang berimbas ke Kali Bekasi,” ujar Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, Senin (22/7/2019).
Pemkot Bekasi sebenarnya telah memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk memberikan laporan adanya kasus pencemaran lingkungan. PPNS ini yang bertugas meneruskan laporan pencemaran lingkungan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk ditindaklanjuti.
”Tapi inikan Sungai (Cileungsi) berada di bawah kewenangan pemerintah pusat, jadi harusnya PPNS pusatlah yang kemudian menindaklanjutinya,” katanya. (Baca juga: Dipenuhi Limbah, Sungai Cileungsi Kembali Hitam Pekat dan Menyengat)
Saat ini, kata dia, PPNS Kota Bekasi memiliki keterbatasan menangani persoalan pencemaran lingkungan karena mengacu pada kewenangan yang diberikan. Sehingga, PPNS Kota Bekasi tidak bisa berbuat banyak apabila lokasi kejadian bukan terjadi di wilayah kewenangannya.
Terlebih PPNS Kota Bekasi hanya bisa memberikan laporan dan pemerintah pusat lah yang bisa turun tangan. ”Untuk itu, kami meminta pemerintah pusat untuk menindaklanjuti pencemaran itu,” ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Kustantinah Puji Wahyuni, menyebutkan, Pemkot Bekasi sudah menggandeng aparat penegak hukum untuk mempidanakan pihak yang merusak lingkungan di wilayah Bekasi. ”Kita sudah kerja sama agar ada penegakan hukum pengendalian pencemaran lingkungan,” ungkapnya.
Pemerintah daerah akan menindak pelaku pencemaran lingkungan dengan menggunakan UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Alasannya, denda yang dibebankan kepada pengusaha, apabila menggunakan perda, dinilai rendah sehingga tidak memberi efek jera.
Berbeda apabila aturan mengacu pada UU, pengusaha akan diseret ke pengadilan umum dan diberikan denda yang cukup besar sebagai bentuk kompensasi perbuatannya merusak lingkungan. Hal ini berkaca pada kasus pencemaran Sungai Cileungsi dan Kali Bekasi yang dilakukan oleh perusahaan yang berdiri di sepanjang aliran itu.
”Penandatanganan kerja sama dengan penegak hukum ini dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 18 Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 11 Tahun 2018 tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” paparnya.
Untuk itu, penegak hukum bisa langsung menindak tegas para pelaku kejahatan pembuang limbah. Tujuannya agar mereka jera sehingga tidak membuang limbahnya ke sungai ataupun kali di wilayah setempat.
”Persoalannya sekarang, pencemaran sudah terjadi sebelum masuk wilayah Kota Bekasi. Di sana kondisi air sudah berwarna hitam dan berbau, sehingga kami tidak bisa masuk untuk mengawasi karena bukan wilayah Kota Bekasi,” jelasnya.
Dia berharap, agar Pemerintah Kabupaten Bogor melakukan kesepakatan dengan penegak hukum, seperti halnya Kota Bekasi. Apabila terindikasi Sungai Cileungsi tercemar karena limbah pabrik, maka pemerintah daerah bisa melaporkan hal ini ke pihak kepolisian untuk diproses pidana.
Diketahui, kondisi air Sungai Cileungsi di Curug Parigi, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, terindikasi tercemar limbah dari pabrik. Saat itu, kondisi air berwarna hitam pekat dan mengeluarkan aroma busuk.
Wilayah mitra DKI Jakarta itu menyatakan pencemaran Sungai Cileungsi berimbas pada Kali Bekasi yang merupakan sumber air baku bagi warga Bekasi dan sekitarnya. Apalagi kasus pencemaran lingkungan sudah sering terjadi, sehingga dikhawatirkan bisa mengancam ekosistem di dalamnya.
”Kami minta pusat untuk turun tangan menangani pencematan lingkungan di Sungai Cileungsi yang berimbas ke Kali Bekasi,” ujar Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, Senin (22/7/2019).
Pemkot Bekasi sebenarnya telah memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk memberikan laporan adanya kasus pencemaran lingkungan. PPNS ini yang bertugas meneruskan laporan pencemaran lingkungan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk ditindaklanjuti.
”Tapi inikan Sungai (Cileungsi) berada di bawah kewenangan pemerintah pusat, jadi harusnya PPNS pusatlah yang kemudian menindaklanjutinya,” katanya. (Baca juga: Dipenuhi Limbah, Sungai Cileungsi Kembali Hitam Pekat dan Menyengat)
Saat ini, kata dia, PPNS Kota Bekasi memiliki keterbatasan menangani persoalan pencemaran lingkungan karena mengacu pada kewenangan yang diberikan. Sehingga, PPNS Kota Bekasi tidak bisa berbuat banyak apabila lokasi kejadian bukan terjadi di wilayah kewenangannya.
Terlebih PPNS Kota Bekasi hanya bisa memberikan laporan dan pemerintah pusat lah yang bisa turun tangan. ”Untuk itu, kami meminta pemerintah pusat untuk menindaklanjuti pencemaran itu,” ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Kustantinah Puji Wahyuni, menyebutkan, Pemkot Bekasi sudah menggandeng aparat penegak hukum untuk mempidanakan pihak yang merusak lingkungan di wilayah Bekasi. ”Kita sudah kerja sama agar ada penegakan hukum pengendalian pencemaran lingkungan,” ungkapnya.
Pemerintah daerah akan menindak pelaku pencemaran lingkungan dengan menggunakan UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Alasannya, denda yang dibebankan kepada pengusaha, apabila menggunakan perda, dinilai rendah sehingga tidak memberi efek jera.
Berbeda apabila aturan mengacu pada UU, pengusaha akan diseret ke pengadilan umum dan diberikan denda yang cukup besar sebagai bentuk kompensasi perbuatannya merusak lingkungan. Hal ini berkaca pada kasus pencemaran Sungai Cileungsi dan Kali Bekasi yang dilakukan oleh perusahaan yang berdiri di sepanjang aliran itu.
”Penandatanganan kerja sama dengan penegak hukum ini dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 18 Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 11 Tahun 2018 tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” paparnya.
Untuk itu, penegak hukum bisa langsung menindak tegas para pelaku kejahatan pembuang limbah. Tujuannya agar mereka jera sehingga tidak membuang limbahnya ke sungai ataupun kali di wilayah setempat.
”Persoalannya sekarang, pencemaran sudah terjadi sebelum masuk wilayah Kota Bekasi. Di sana kondisi air sudah berwarna hitam dan berbau, sehingga kami tidak bisa masuk untuk mengawasi karena bukan wilayah Kota Bekasi,” jelasnya.
Dia berharap, agar Pemerintah Kabupaten Bogor melakukan kesepakatan dengan penegak hukum, seperti halnya Kota Bekasi. Apabila terindikasi Sungai Cileungsi tercemar karena limbah pabrik, maka pemerintah daerah bisa melaporkan hal ini ke pihak kepolisian untuk diproses pidana.
Diketahui, kondisi air Sungai Cileungsi di Curug Parigi, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, terindikasi tercemar limbah dari pabrik. Saat itu, kondisi air berwarna hitam pekat dan mengeluarkan aroma busuk.
(thm)