Lapas Pemuda Tangerang, Candradimuka Warga Binaan untuk Mandiri
A
A
A
TANGERANG - Syair lagu ‘Hidup di Bui’ milik band tahun 1970-an D’Lloyd tentang kehidupan di penjara, tak bisa lagi memberikan gambaran sejati kondisi di dalam bui saat ini. Bagi sementara warga binaan, hidup di sana bukan lagi tersiksa diri, melainkan menempa diri untuk kian mendekati manusia sejati.
Tak sedikit napi yang justru hidup lebih tenteram. Mereka bisa tekun belajar di pondok pesantren (ponpes) yang ada, atau di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Tunas Mandiri. Bahkan di kampus yang berlokasi di dalam lingkungan penjara. Itulah denyut keseharian yang bisa dinikmati, misalnya, 2.791 warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pemuda Kelas II A Tangerang, Banten.
Setiap hari bisa dilihat ratusan warga binaan berbaju khas santri, mengenakan baju koko, sarung serta kopiah. Mereka semua mengikuti kegiatan berupa pengajian dan mengikuti pelajaran di ruang serba guna yang difungsikan sebagai ruang kelas bagi peserta PKBM Paket A, B, C setara SD, SMP dan SMA.
Kepala Lapas Pemuda Kelas II A Tangerang, Jumadi, mengatakan, dari kegiatan tersebut setiap tahun terjadi peningkatan binaan yang lulus Paket A, B atau C. Tahun ini, misalnya, 7 warga binaan lulus Paket A, 17 warga binaan lulus Paket B, dan 31 warga binaan untuk Paket C.
Menurut Jumadi, sektor pendidikan memang menjadi perhatiannya sejak memimpin lapas itu, Oktober 2018. PKBM yang sebelumnya sudah ada, dibenahi dan dilengkapi ponpes yang diberi nama At-Taubah. Pesantren itu didirikan Februari 2018 bekerja sama dengan GP Anshor Provinsi Banten.
"Saat ini lebih dari 700 santri warga binaan belajar agama, mulai dari membaca Alquran dan Hadist, hingga belajar berdakwah,” kata Jumadi. Pengasuh pesantren terdiri dari para kiai, ustadz dan ustadzah dari Gerakan Pemuda Anshor, guru dari Kanwil Kementerian Agama Tangerang hingga petugas Lapas sendiri.
Jumadi mengaku, pembinaan bidang agama sangat penting agar warga binaan bisa kembali ke jalan yang benar dan menjauhi perilaku sebelumnya. “Mereka sudah sportif menjalani rangkaian proses hukum. Di sini kita harapkan warga binaan bisa menjadi santri yang sebaik-baiknya,"ujar Jumadi saat mengantar wartawan melihat Pesantren At-Taubah.
Tak hanya itu, dengan mengandeng Universitas Syekh Yusuf (UNIS) Banten, sejak Oktober 2018, di Lapas Pemuda juga diselenggarakan pendidikan tinggi bagi warga binaan. Para warga binaan yang terpilih akan menempuh pendidikan di Fakultas Hukum UNIS selama empat tahun, menempuh Program Sarjana (S1).
Kini ada 33 warga binaan dari seluruh Indonesia mengikuti program yang melibatkan seleksi ketat itu. Saat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly meresmikan kelas kuliah yang dinamai ‘Kampus Kehidupan’ tersebut, Menteri mengatakan kini para narapidana pun bisa bergelar sarjana hukum.
“Pendidikan itu hak dasar warga negara yang harus dipenuhi oleh negara. Tidak terkecuali bagi narapidana yang sedang kehilangan kemerdekaannya di dalam lapas. Ini akan menjadi bekal mereka saat keluar nanti," kata Yasonna saat itu,
Sementara itu, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami menambahkan, dari 33 warga binaan itu, 30 orang di antaranya mendapatkan beasiswa. Selain pendidikan di dalam kelas, mereka juga akan melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
"Jika ada narapidana yang telah selesai menjalani masa pidananya atau mendapatkan pembebasan bersyarat, mereka dapat melanjutkan pendidikan di Lapas Pemuda Tangerang atau di UNIS,” kata Dirjen Utami.
Utami mengatakan, warga binaan yang mengikuti program ‘Kampus Kehidupan’ juga akan mendapatkan pendidikan profesi advokat hingga lulus. “Diharapkan hal itu dapat memberikan kesempatan kepada narapidana untuk mewujudkan mimpi mengikuti pendidikan tinggi hingga memperoleh gelar sarjana,” kata Utami sembari berharap mereka dapat memanfaatkan ilmu yang diperoleh untuk pengembangan diri dan membantu sesama.
Kalapas Jumadi mengaku bangga telah ditunjuk sebagai Pilot Project Lapas Pendidikan oleh Ditjen PAS, meskipun hanya memiliki satu kelas dan satu jurusan, yaitu Fakultas Hukum. Jumadi menjelaskan, dari 33 orang warga binaan yang mengikuti program sarjana tersebut, sembilan di antaranya merupakan warga binaan Lapas Pemuda. Selebihnya adalah warga binaan lapas-lapas di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Makassar yang sudah dipindahkan.
“Saya bangga Lapas Pemuda menjadi pilot project pertama. Semoga dapat menjadi contoh bagi lapas lainnya,” kata Jumadi.
Selain PKBM, pendidikan pondok pesantren dan Kampus Kehidupan, Lapas Pemuda Tangerang juga menggelar pelatihan life skill. Di lapas itu tersedia sarana balai pendidikan dan latihan yang lengkap, mulai dari otomotif, las listrik, binatu, menjahit, pertanian, hingga pelatihan membuat tempe dan roti.
Hal inilah yang disebut Dirjen Pas Utami sebagai empat komponen yang harus dibenahi secara simultan, yakni regulasi, revolusi mental SDM, kelembagaan, dan infrastruktur. Dari keempatnya yang paling menjadi perhatian saat ini adalah pembenahan SDM. Lapas, termasuk Lapas Pemuda Tangerang, memang laik disebut Candradimuka tempat manusia baru ditempa.
Tak sedikit napi yang justru hidup lebih tenteram. Mereka bisa tekun belajar di pondok pesantren (ponpes) yang ada, atau di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Tunas Mandiri. Bahkan di kampus yang berlokasi di dalam lingkungan penjara. Itulah denyut keseharian yang bisa dinikmati, misalnya, 2.791 warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pemuda Kelas II A Tangerang, Banten.
Setiap hari bisa dilihat ratusan warga binaan berbaju khas santri, mengenakan baju koko, sarung serta kopiah. Mereka semua mengikuti kegiatan berupa pengajian dan mengikuti pelajaran di ruang serba guna yang difungsikan sebagai ruang kelas bagi peserta PKBM Paket A, B, C setara SD, SMP dan SMA.
Kepala Lapas Pemuda Kelas II A Tangerang, Jumadi, mengatakan, dari kegiatan tersebut setiap tahun terjadi peningkatan binaan yang lulus Paket A, B atau C. Tahun ini, misalnya, 7 warga binaan lulus Paket A, 17 warga binaan lulus Paket B, dan 31 warga binaan untuk Paket C.
Menurut Jumadi, sektor pendidikan memang menjadi perhatiannya sejak memimpin lapas itu, Oktober 2018. PKBM yang sebelumnya sudah ada, dibenahi dan dilengkapi ponpes yang diberi nama At-Taubah. Pesantren itu didirikan Februari 2018 bekerja sama dengan GP Anshor Provinsi Banten.
"Saat ini lebih dari 700 santri warga binaan belajar agama, mulai dari membaca Alquran dan Hadist, hingga belajar berdakwah,” kata Jumadi. Pengasuh pesantren terdiri dari para kiai, ustadz dan ustadzah dari Gerakan Pemuda Anshor, guru dari Kanwil Kementerian Agama Tangerang hingga petugas Lapas sendiri.
Jumadi mengaku, pembinaan bidang agama sangat penting agar warga binaan bisa kembali ke jalan yang benar dan menjauhi perilaku sebelumnya. “Mereka sudah sportif menjalani rangkaian proses hukum. Di sini kita harapkan warga binaan bisa menjadi santri yang sebaik-baiknya,"ujar Jumadi saat mengantar wartawan melihat Pesantren At-Taubah.
Tak hanya itu, dengan mengandeng Universitas Syekh Yusuf (UNIS) Banten, sejak Oktober 2018, di Lapas Pemuda juga diselenggarakan pendidikan tinggi bagi warga binaan. Para warga binaan yang terpilih akan menempuh pendidikan di Fakultas Hukum UNIS selama empat tahun, menempuh Program Sarjana (S1).
Kini ada 33 warga binaan dari seluruh Indonesia mengikuti program yang melibatkan seleksi ketat itu. Saat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly meresmikan kelas kuliah yang dinamai ‘Kampus Kehidupan’ tersebut, Menteri mengatakan kini para narapidana pun bisa bergelar sarjana hukum.
“Pendidikan itu hak dasar warga negara yang harus dipenuhi oleh negara. Tidak terkecuali bagi narapidana yang sedang kehilangan kemerdekaannya di dalam lapas. Ini akan menjadi bekal mereka saat keluar nanti," kata Yasonna saat itu,
Sementara itu, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami menambahkan, dari 33 warga binaan itu, 30 orang di antaranya mendapatkan beasiswa. Selain pendidikan di dalam kelas, mereka juga akan melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
"Jika ada narapidana yang telah selesai menjalani masa pidananya atau mendapatkan pembebasan bersyarat, mereka dapat melanjutkan pendidikan di Lapas Pemuda Tangerang atau di UNIS,” kata Dirjen Utami.
Utami mengatakan, warga binaan yang mengikuti program ‘Kampus Kehidupan’ juga akan mendapatkan pendidikan profesi advokat hingga lulus. “Diharapkan hal itu dapat memberikan kesempatan kepada narapidana untuk mewujudkan mimpi mengikuti pendidikan tinggi hingga memperoleh gelar sarjana,” kata Utami sembari berharap mereka dapat memanfaatkan ilmu yang diperoleh untuk pengembangan diri dan membantu sesama.
Kalapas Jumadi mengaku bangga telah ditunjuk sebagai Pilot Project Lapas Pendidikan oleh Ditjen PAS, meskipun hanya memiliki satu kelas dan satu jurusan, yaitu Fakultas Hukum. Jumadi menjelaskan, dari 33 orang warga binaan yang mengikuti program sarjana tersebut, sembilan di antaranya merupakan warga binaan Lapas Pemuda. Selebihnya adalah warga binaan lapas-lapas di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Makassar yang sudah dipindahkan.
“Saya bangga Lapas Pemuda menjadi pilot project pertama. Semoga dapat menjadi contoh bagi lapas lainnya,” kata Jumadi.
Selain PKBM, pendidikan pondok pesantren dan Kampus Kehidupan, Lapas Pemuda Tangerang juga menggelar pelatihan life skill. Di lapas itu tersedia sarana balai pendidikan dan latihan yang lengkap, mulai dari otomotif, las listrik, binatu, menjahit, pertanian, hingga pelatihan membuat tempe dan roti.
Hal inilah yang disebut Dirjen Pas Utami sebagai empat komponen yang harus dibenahi secara simultan, yakni regulasi, revolusi mental SDM, kelembagaan, dan infrastruktur. Dari keempatnya yang paling menjadi perhatian saat ini adalah pembenahan SDM. Lapas, termasuk Lapas Pemuda Tangerang, memang laik disebut Candradimuka tempat manusia baru ditempa.
(thm)