Cacat Formil, Hakim Tolak Gugatan Sengketa Lahan Roxy
A
A
A
JAKARTA - Sidang sengketa tanah seluas 29,361 hektare (ha) yang terletak di kawasan Roxy, Jakarta Pusat, antara pihak penggugat, yakni ahli waris dengan dua pihak tergugat, yakni PT Duta Pertiwi Tbk (DUTI) dan Badan Pertahanan Nasional (BPN) Jakarta Pusat, telah memasuki putusan, Selasa (2/6/2019).
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang diketuai John Tony Hutauruk akhirnya memutuskan bahwa gugatan dari ahli waris, yang diwakili kuasa hukumnya, Wellyantina Waloni SH, tidak bisa diterima, karena mengandung cacat formil.
Gugatan dari para pengguggat dinilai masih tidak jelas, karena tidak menyebutkan batas-batas tanahnya secara pasti. Meskipun begitu, majelis hakim mempersilakan penggugat melakukan upaya hukum lagi, baik itu mengajukan banding atau memperbaiki materi gugatannya.
Sebelumnya, sidang putusan ini telah mengalami penundaan sebanyak dua kali. Dan majelis hakim sudah menyarankan agar kedua belah pihak yang bersengketa untuk melakukan upaya damai. Akan tetapi, upaya tersebut selalu menemui jalan buntu.
Di samping kuasa hukum penggugat, sidang putusan ini juga dihadiri kuasa hukum PT Duta Pertiwi, yakni H.D Andry Effendy SH, MH dan Rini Fitri Octa Amelia, S.Kom SH dari kantor pengacara KMS Herman & Partners.
Seusai sidang putusan, kuasa hukum ahli waris, Wellyantina Waloni menuturkan bahwa putusan hakim PN Jakpus tersebut adalah NO (niet ontvankelijke verklaard), yang dapat diartikan gugatan tidak bisa diterima karena cacat formil.
"Dalam hal ini penggugat belum memiliki peta terbaru atas tanah yang digugat. Untuk selanjutnya, kami akan memilih langkah untuk memperbaiki materi gugatan ketimbang mengajukan banding. Salah satu materi yang akan disempurnakan adalah dokumen peta terbaru atas tanah yang digugat," jelas Wellyantina.
Sedangkan terkait upaya damai, Wellyantina menilainya sebagai win-win solution. Karena, pihaknya sangat memahami PT Duta Pertiwi telah mengeluarkan dana buat penggarap lahan. Akan tetapi, mereka juga perlu memandang hak-hak ahli waris pemilik tanah yang kondisinya saat ini kurang mampu di Tangerang.
Selain itu, Wellyantina dan para ahli waris juga menyayangkan jika selama sidang, pihak BPN kerap tidak hadir untuk menjelaskan secara detail bagaimana sertifikat tanah bisa diterbitkan tanpa ada satu pun tanda tangan ahli waris sebagai pemilik resmi tanah tersebut.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang diketuai John Tony Hutauruk akhirnya memutuskan bahwa gugatan dari ahli waris, yang diwakili kuasa hukumnya, Wellyantina Waloni SH, tidak bisa diterima, karena mengandung cacat formil.
Gugatan dari para pengguggat dinilai masih tidak jelas, karena tidak menyebutkan batas-batas tanahnya secara pasti. Meskipun begitu, majelis hakim mempersilakan penggugat melakukan upaya hukum lagi, baik itu mengajukan banding atau memperbaiki materi gugatannya.
Sebelumnya, sidang putusan ini telah mengalami penundaan sebanyak dua kali. Dan majelis hakim sudah menyarankan agar kedua belah pihak yang bersengketa untuk melakukan upaya damai. Akan tetapi, upaya tersebut selalu menemui jalan buntu.
Di samping kuasa hukum penggugat, sidang putusan ini juga dihadiri kuasa hukum PT Duta Pertiwi, yakni H.D Andry Effendy SH, MH dan Rini Fitri Octa Amelia, S.Kom SH dari kantor pengacara KMS Herman & Partners.
Seusai sidang putusan, kuasa hukum ahli waris, Wellyantina Waloni menuturkan bahwa putusan hakim PN Jakpus tersebut adalah NO (niet ontvankelijke verklaard), yang dapat diartikan gugatan tidak bisa diterima karena cacat formil.
"Dalam hal ini penggugat belum memiliki peta terbaru atas tanah yang digugat. Untuk selanjutnya, kami akan memilih langkah untuk memperbaiki materi gugatan ketimbang mengajukan banding. Salah satu materi yang akan disempurnakan adalah dokumen peta terbaru atas tanah yang digugat," jelas Wellyantina.
Sedangkan terkait upaya damai, Wellyantina menilainya sebagai win-win solution. Karena, pihaknya sangat memahami PT Duta Pertiwi telah mengeluarkan dana buat penggarap lahan. Akan tetapi, mereka juga perlu memandang hak-hak ahli waris pemilik tanah yang kondisinya saat ini kurang mampu di Tangerang.
Selain itu, Wellyantina dan para ahli waris juga menyayangkan jika selama sidang, pihak BPN kerap tidak hadir untuk menjelaskan secara detail bagaimana sertifikat tanah bisa diterbitkan tanpa ada satu pun tanda tangan ahli waris sebagai pemilik resmi tanah tersebut.
(thm)