Dinkes DKI Sebut Pembangunan RSUD Koja Bermasalah

Kamis, 04 Juli 2019 - 00:21 WIB
Dinkes DKI Sebut Pembangunan RSUD Koja Bermasalah
Dinkes DKI Sebut Pembangunan RSUD Koja Bermasalah
A A A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta menyayangkan tidak terselesainya pembangunan RSUD Koja, Jakarta Utara yang dikerjakan sejak Agustus 2018 lalu. Pemprov DKI menyiapkan rumah sakit penyangga dan puskesmas sekitar untuk memperkuat layanan kesehatan.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widyastuti mengatakan, secara prinsip Pemprov DKI Jakarta membutuhkan RSUD Koja yang memakan anggaran sekitar Rp120 miliar. Dalam masa pembangunan, pihaknya pun telah memberikan kelonggaran, kompensasi, perpanjangan dan ternyata wanprestasi.

"Tidak sesuai yang kita harapkan. Kita ikuti dulu aturan regulasinya sambil melaporkan pada pimpinan. Kita turunkan tim untuk mengkaji berapa prestasi, capaian yang dihasilkan sesuai Agustus sampai Juni. Baru nanti kita tentukan langkah," kata Widyastuti di DPRD DKI Jakarta pada Rabu (3/7/2019).

Widyastuti menjelaskan, untuk menyikapi layanan, pihaknya meminta manajemen untuk tidak terganggu dan menyiapkan rumah sakit penyangga dan puskesmas sekitar. Seperti di RSUD Tugu Koja yang sekarang tipe D menjadi C. Lalu ada RSUD Cilincing yang dinaikan dari D ke C untuk memperkuat layanan kesehatan.

Adapun permasalahan tidak terselesaikan pembangunan tersebut, lanjut Widyastuti, adalah perihal mundurnya proses pembangunannya yang seharus di April 2018 jadi di Agustus 2018 alasannya ada kemunduran penghapusan aset.
"Jadi tentu proses pengadaan jasanya melalui skema melalui proses pengadaan bersama. kemudian saat mulai pembangunannya ada kemunduran penghapusan aset," ungkapnya.

Direktur RSUD Koja, Ida Bagus Nyoman Banjar mengakui sejak awal proyek itu menemui kendala. Dia menceritakan, setelah pemenang proyek pembangunan RSUD Koja ditentukan lewat sistem lelang terbuka, ada persoalan terkait ketersediaan lahan.

Di mana, setelah penandatanganan kontrak pada April, pelaksana proyek belum siap kerja lantaran ada gedung lama yang harus di hancurkan terlebih dahulu dan proses itu ada di badan aset. Untuk itu, kata Ida, pihaknya memberikan kompensasi kepada pelaksana proyek selama 90 hari kedepan dan apabila tidak selesai diberikan kembali tiga bulan atau hingga Desember 2019.

"Bukan, Agustus 2018. Kontrak April kerja langsung, begitu kerja enggak bisa, dihapuskan dulu, badan aset sudah selesai Juli. Makanya kasih kompensasi 90 hari sampai Desember enggak selesai, kasih lagi 90 hari enggak selesai juga ya putus kontrak," ungkapnya.

Ketika kontrak awal pengerjaan proyek selesai pada 19 Desember 2018, pembangunan baru mencapai 30,1%. Kemudian, Pada 19 Maret 2019, proses pembangunan baru mencapai 53%. Dia menilai permasalahan ada pada kinerja pelaksana proyek.

"Saya kasih lagi ruang untuk menggantikan lagi yang kedua, 90 hari lagi dia menyelesaikan biar efektif dan efisien. Ternyata 17 Juni kemarin, saya evaluasi akhir kontraknya belum selesai juga cuma 67,07%," pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono meminta agar Pemprov DKI Jakarta mematangkan rencana pembangunan. Sebab, peristiwa wanprestasi pembangunan akibat masih ada bangunan lain sering terjadi. "Kalau mau membangun ada bangunan lama kan kelihatan. Ya hapus dulu baru lelang. Jangan menyalahkan kontraktor," tegasnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8461 seconds (0.1#10.140)