Tilang Elektronik Mulai Berlaku, Tak Tebus Denda STNK Diblokir
A
A
A
JAKARTA - Tilang elektronik atau Electronic-Traffic Law Enforcement (e-TLE) resmi diberlakukan hari ini. Sepuluh kamera supercanggih baru telah dipasang di ruas Jalan Sudirman–Thamrin untuk mendukung penindakan secara digital. Kepolisian pun akan bertindak tegas bagi pelanggar lalu lintas.
Apalagi, sistem ini sudah hampir delapan bulan disosialisasikan ke publik. Ancaman terberat bagi pelanggar yang tidak menebus denda adalah pemblokiran surat tanda nomor kendaraan (STNK). Praktis, dengan sanksi ini sang pemilik kendaraan pun tak bisa membayar pajaknya sebelum melunasi denda tilang e-TLE.
Dukungan kamera canggih baru pun diyakini akan mampu mendeteksi pelanggar lebih valid. Tak hanya nomor kendaraan, kamera ini mampu menembus kaca gelap mobil sehingga mengetahui pengendara menggunakan sabuk pengaman (seat belt) dan bermain ponsel saat menyetir atau tidak. Pengendara yang melebihi batas kecepatan juga tak luput terekam kamera closed circuit television (CCTV) ini.
Sasaran penindakan sementara kebijakan ini adalah mobil dan sepeda motor berpelat B. “Mulai Senin besok, 1 Juli 2019, tilang elektronik akan berlaku. Hampir delapan bulan sudah cukup uji coba, besok kami akan menerapkannya,” kata Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusuf kemarin.
Sebelumnya sistem e-TLE diperkenalkan sejak November 2018 lalu. Selama itu pula pembenahan sistem terus dilakukan, salah satunya menambahkan beberapa fitur pengaduan. Yusuf meyakini saat ini masyarakat sudah memahami kondisi dan penempatan e-TLE, termasuk sistem pembayarannya.
Untuk pengawasan, puluhan petugas akan bekerja selama tiga shift selama 24 jam. Nantinya dari server yang tersimpan di Traffic Management Centre (TMC) Polda Metro Jaya, petugas akan men-capture pelanggaran dan melaporkan pada sistem. Setelah itu, sistem mengirimkan bukti pelanggaran ke nomor ponsel dan alamat sesuai registrasi Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).
Selain itu, pengiriman surat konfirmasi dan foto bukti pelanggaran akan dilakukan ke alamat pemilik melalui PT Pos atau surel. Proses ini akan berlangsung selama tiga hari setelah terjadinya pelanggaran.
Setelah mendapatkan surat konfirmasi, pemilik kendaraan wajib melakukan konfirmasi penerimaan melalui laman www.etle-pmj.info atau melalui aplikasi android ETLE-PMJ. “Pemilik kendaraan dapat mengirimkan blangko konfirmasi itu ke Posko ETLE di Subdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya di Pancoran. Pelanggar diberikan waktu lima hari untuk melakukan konfirmasi,” papar Yusuf.
Dari itu semua, nantinya pemilik wajib mengklarifikasi siapa pengendara yang waktu itu melanggar. Pembayaran bisa dilakukan selama tujuh hari untuk membayar denda tilang melalui bank atau mengikuti proses persidangan. Bila tak mengindahkan, STNK akan diblokir.
Kamera ANPR-Fitur Wajah
Berbeda dengan yang tersebar di sejumlah gedung, CCTV e-TLE memiliki karakteristik berbeda. Salah satunya Automatic Number Plate Recognition (ANPR) atau teknologi tinggi pendeteksi lokasi pelat nomor. Kamera buatan China ini mampu melakukan perekaman dan dukungan untuk semua jenis kendaraan. Kamera ini juga mampu merekam kecepatan kendaraan hingga 250 km/jam. "Fitur ini juga bisa mengetahui identitas, wajah pengemudi, jadi sudah tidak bisa mengelak lagi," ujar Yusuf.
Pihaknya juga akan bekerja sama dengan Pemprov DKI untuk mengembangkan lokasi penindakan ke depannya. Untuk saat ini, penindakan e-TLE hanya dilakukan di sepanjang Jalan Thamrin dan Jalan Sudirman. Kasubdit Bingakkum Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Muhammad Nasir mengatakan sampai saat ini pihaknya sudah siap melakukan penindakan. "SDM sudah siap, tinggal pelaksanaannya saja," jelasnya.
Perkuat Aturan Hukum
Pengamat tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna menilai e-TLE kurang kuat dalam aturan hukumnya. Menurut dia, kondisi ini sangat rentan untuk digugat oleh pengendara. Maka sebelum diterapkan, Yayat meminta agar aturan hukum lebih diperkuat. “Jangan sampai ini menjadi masalah ke depannya,” kata Yayat.
Selain itu, kebiasaan masyarakat Indonesia yang masih konservatif menyukai tilangan dengan polisi secara langsung akan berdampak pada e-TLE. Dia meyakini sekalipun telah terpasang e-TLE, belum mengubah sebagian orang untuk tertib berlalu lintas. Karena itu, diterapkannya e-TLE justru akan memperbanyak pelanggar.
Karena itulah, dia menyarankan agar sosialisasi e-TLE terus digencarkan. Ini beralasan karena sosialisasi yang telah dilakukan belum diingat masyarakat. Sosialisasi tambahan tentang teknis, cara pembayaran, dan bukti pelanggaran wajib dilakukan.
Namun, Pemprov DKI Jakarta mendukung penuh penerapan tilang elektronik ini. Sistem e-TLE dinilai bentuk transparansi hukum dalam rangka reformasi hukum.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Widiatmoko menilai, hasil evaluasi dari uji coba penerapan e-TLE di Jalan Thamrin menunjukkan tren positif. Jumlah pelanggar di ruas jalan tersebut menurun, termasuk juga angka kecelakaannya. "Hal positif juga diinfokan oleh rekan-rekan Badan Pajak dan Retribusi Daerah soal peningkatan pendapatan pajak kendaraan bermotor setelah penerapan e-TLE," kata Sigit.
Dalam pelaksanaan e-TLE, pihaknya memberikan dukungan berupa pemasangan tiang perangkat kamera CCTV. Dia pun mengakui DKI tidak memiliki CCTV secanggih CCTV e-TLE, sebab DKI tengah mempersiapkan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) yang penegakan hukumnya juga berlaku secara elektronik.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Yuke Yurike berharap dengan adanya pemberlakuan e-TLE, DKI mampu menerapkan ERP yang telah dicanangkan bertahun-tahun. Apalagi, e-TLE bisa digunakan sebagai trigger integrasi data kendaraan yang disebut menjadi kendala Pemprov DKI dalam menerapkan e-TLE.
Politikus PDI Perjuangan itu pun meminta pihak kepolisian agar memperluas pemasangan e-TLE hingga seluruh wilayah titik kemacetan, khususnya jalan arteri. Harapannya, masyarakat bisa lebih belajar untuk berbudaya tertib berlalu lintas mengingat e-TLE merupakan sanksi tilang paling efektif untuk mengubah masyarakat berbudaya tertib berlalu lintas.
Di dunia, transportasi modern memang cenderung mengandalkan otomatisasi atau kecerdasan buatan (artifical intelligent) dan internet of things (IoT). Nantinya, sensor IoT disambungkan dengan CCTV yang mampu menjamin keselamatan lebih akurat dan upaya pencegahan kecelakaan. Penggunaan teknologi itu bertujuan untuk meningkatkan pelayanan.
Munculnya jaringan 5G pada 2019-2020 juga menciptakan kesempatan baru dalam dunia transportasi. “5G bisa memberikan berbagai keuntungan karena tidak ada gangguan dalam pengiriman gambar,” ujar Pedro Bontempo Elmadjian, manajer solusi pelanggan Nokia Networks, dilansir Mass Transit. Sejauh ini, jaringan 4G tidak bisa diandalkan dalam ruang lingkup transportasi karena lebih difokuskan pada operator telekomunikasi.
Sistem transportasi bukan hanya isu keselamatan berkendara, faktor keamanan publik pun menjadi hal utama sehingga banyak negara maju memiliki menerapkan intelligent transportation system (ITS). Sistem yang mengintegrasi banyak aspek dari kamera hingga pusat kontrol itu mengandalkan pengawasan jalan di jalanan yang menjadi prioritas.
Nantinya, sistem itu juga memainkan peranan penting untuk peringatan evakuasi massal di pusat kota jika terjadi ancaman keamanan ataupun bencana alam. Di negara berkembang, ITS lebih berfungsi untuk mengendalikan kemacetan dan digabungkan dalam sistem transportasi multimoda.
Itu juga bisa digunakan untuk pengenalan pelat nomor kendaraan dan menggunakan kamera untuk memantau kecepatan mobil. Sistem itu akan terintegrasi dengan polusi udara dan cuaca. Teknologi yang digunakan pada sistem itu adalah komunikasi wireless dan teknologi komputasi yang sudah umum digunakan di banyak negara. Salah satu negara yang menerapkan sistem ITS adalah Pakistan.
Dalam analisis Research and Markets, pasar ITS itu mencapai USD51,09 miliar hingga 2025. Itu karena sudah banyak negara menyadari sistem itu mampu menjamin keselamatan dan mengurangi angkat keselamatan. Sistem tersebut juga dipadukan dengan Advanced Traffic Management Systems dan Electronic Tolling Systems yang bisa mengurangi kemacetan.
Apalagi, sistem ini sudah hampir delapan bulan disosialisasikan ke publik. Ancaman terberat bagi pelanggar yang tidak menebus denda adalah pemblokiran surat tanda nomor kendaraan (STNK). Praktis, dengan sanksi ini sang pemilik kendaraan pun tak bisa membayar pajaknya sebelum melunasi denda tilang e-TLE.
Dukungan kamera canggih baru pun diyakini akan mampu mendeteksi pelanggar lebih valid. Tak hanya nomor kendaraan, kamera ini mampu menembus kaca gelap mobil sehingga mengetahui pengendara menggunakan sabuk pengaman (seat belt) dan bermain ponsel saat menyetir atau tidak. Pengendara yang melebihi batas kecepatan juga tak luput terekam kamera closed circuit television (CCTV) ini.
Sasaran penindakan sementara kebijakan ini adalah mobil dan sepeda motor berpelat B. “Mulai Senin besok, 1 Juli 2019, tilang elektronik akan berlaku. Hampir delapan bulan sudah cukup uji coba, besok kami akan menerapkannya,” kata Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusuf kemarin.
Sebelumnya sistem e-TLE diperkenalkan sejak November 2018 lalu. Selama itu pula pembenahan sistem terus dilakukan, salah satunya menambahkan beberapa fitur pengaduan. Yusuf meyakini saat ini masyarakat sudah memahami kondisi dan penempatan e-TLE, termasuk sistem pembayarannya.
Untuk pengawasan, puluhan petugas akan bekerja selama tiga shift selama 24 jam. Nantinya dari server yang tersimpan di Traffic Management Centre (TMC) Polda Metro Jaya, petugas akan men-capture pelanggaran dan melaporkan pada sistem. Setelah itu, sistem mengirimkan bukti pelanggaran ke nomor ponsel dan alamat sesuai registrasi Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).
Selain itu, pengiriman surat konfirmasi dan foto bukti pelanggaran akan dilakukan ke alamat pemilik melalui PT Pos atau surel. Proses ini akan berlangsung selama tiga hari setelah terjadinya pelanggaran.
Setelah mendapatkan surat konfirmasi, pemilik kendaraan wajib melakukan konfirmasi penerimaan melalui laman www.etle-pmj.info atau melalui aplikasi android ETLE-PMJ. “Pemilik kendaraan dapat mengirimkan blangko konfirmasi itu ke Posko ETLE di Subdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya di Pancoran. Pelanggar diberikan waktu lima hari untuk melakukan konfirmasi,” papar Yusuf.
Dari itu semua, nantinya pemilik wajib mengklarifikasi siapa pengendara yang waktu itu melanggar. Pembayaran bisa dilakukan selama tujuh hari untuk membayar denda tilang melalui bank atau mengikuti proses persidangan. Bila tak mengindahkan, STNK akan diblokir.
Kamera ANPR-Fitur Wajah
Berbeda dengan yang tersebar di sejumlah gedung, CCTV e-TLE memiliki karakteristik berbeda. Salah satunya Automatic Number Plate Recognition (ANPR) atau teknologi tinggi pendeteksi lokasi pelat nomor. Kamera buatan China ini mampu melakukan perekaman dan dukungan untuk semua jenis kendaraan. Kamera ini juga mampu merekam kecepatan kendaraan hingga 250 km/jam. "Fitur ini juga bisa mengetahui identitas, wajah pengemudi, jadi sudah tidak bisa mengelak lagi," ujar Yusuf.
Pihaknya juga akan bekerja sama dengan Pemprov DKI untuk mengembangkan lokasi penindakan ke depannya. Untuk saat ini, penindakan e-TLE hanya dilakukan di sepanjang Jalan Thamrin dan Jalan Sudirman. Kasubdit Bingakkum Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Muhammad Nasir mengatakan sampai saat ini pihaknya sudah siap melakukan penindakan. "SDM sudah siap, tinggal pelaksanaannya saja," jelasnya.
Perkuat Aturan Hukum
Pengamat tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna menilai e-TLE kurang kuat dalam aturan hukumnya. Menurut dia, kondisi ini sangat rentan untuk digugat oleh pengendara. Maka sebelum diterapkan, Yayat meminta agar aturan hukum lebih diperkuat. “Jangan sampai ini menjadi masalah ke depannya,” kata Yayat.
Selain itu, kebiasaan masyarakat Indonesia yang masih konservatif menyukai tilangan dengan polisi secara langsung akan berdampak pada e-TLE. Dia meyakini sekalipun telah terpasang e-TLE, belum mengubah sebagian orang untuk tertib berlalu lintas. Karena itu, diterapkannya e-TLE justru akan memperbanyak pelanggar.
Karena itulah, dia menyarankan agar sosialisasi e-TLE terus digencarkan. Ini beralasan karena sosialisasi yang telah dilakukan belum diingat masyarakat. Sosialisasi tambahan tentang teknis, cara pembayaran, dan bukti pelanggaran wajib dilakukan.
Namun, Pemprov DKI Jakarta mendukung penuh penerapan tilang elektronik ini. Sistem e-TLE dinilai bentuk transparansi hukum dalam rangka reformasi hukum.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Widiatmoko menilai, hasil evaluasi dari uji coba penerapan e-TLE di Jalan Thamrin menunjukkan tren positif. Jumlah pelanggar di ruas jalan tersebut menurun, termasuk juga angka kecelakaannya. "Hal positif juga diinfokan oleh rekan-rekan Badan Pajak dan Retribusi Daerah soal peningkatan pendapatan pajak kendaraan bermotor setelah penerapan e-TLE," kata Sigit.
Dalam pelaksanaan e-TLE, pihaknya memberikan dukungan berupa pemasangan tiang perangkat kamera CCTV. Dia pun mengakui DKI tidak memiliki CCTV secanggih CCTV e-TLE, sebab DKI tengah mempersiapkan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) yang penegakan hukumnya juga berlaku secara elektronik.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Yuke Yurike berharap dengan adanya pemberlakuan e-TLE, DKI mampu menerapkan ERP yang telah dicanangkan bertahun-tahun. Apalagi, e-TLE bisa digunakan sebagai trigger integrasi data kendaraan yang disebut menjadi kendala Pemprov DKI dalam menerapkan e-TLE.
Politikus PDI Perjuangan itu pun meminta pihak kepolisian agar memperluas pemasangan e-TLE hingga seluruh wilayah titik kemacetan, khususnya jalan arteri. Harapannya, masyarakat bisa lebih belajar untuk berbudaya tertib berlalu lintas mengingat e-TLE merupakan sanksi tilang paling efektif untuk mengubah masyarakat berbudaya tertib berlalu lintas.
Di dunia, transportasi modern memang cenderung mengandalkan otomatisasi atau kecerdasan buatan (artifical intelligent) dan internet of things (IoT). Nantinya, sensor IoT disambungkan dengan CCTV yang mampu menjamin keselamatan lebih akurat dan upaya pencegahan kecelakaan. Penggunaan teknologi itu bertujuan untuk meningkatkan pelayanan.
Munculnya jaringan 5G pada 2019-2020 juga menciptakan kesempatan baru dalam dunia transportasi. “5G bisa memberikan berbagai keuntungan karena tidak ada gangguan dalam pengiriman gambar,” ujar Pedro Bontempo Elmadjian, manajer solusi pelanggan Nokia Networks, dilansir Mass Transit. Sejauh ini, jaringan 4G tidak bisa diandalkan dalam ruang lingkup transportasi karena lebih difokuskan pada operator telekomunikasi.
Sistem transportasi bukan hanya isu keselamatan berkendara, faktor keamanan publik pun menjadi hal utama sehingga banyak negara maju memiliki menerapkan intelligent transportation system (ITS). Sistem yang mengintegrasi banyak aspek dari kamera hingga pusat kontrol itu mengandalkan pengawasan jalan di jalanan yang menjadi prioritas.
Nantinya, sistem itu juga memainkan peranan penting untuk peringatan evakuasi massal di pusat kota jika terjadi ancaman keamanan ataupun bencana alam. Di negara berkembang, ITS lebih berfungsi untuk mengendalikan kemacetan dan digabungkan dalam sistem transportasi multimoda.
Itu juga bisa digunakan untuk pengenalan pelat nomor kendaraan dan menggunakan kamera untuk memantau kecepatan mobil. Sistem itu akan terintegrasi dengan polusi udara dan cuaca. Teknologi yang digunakan pada sistem itu adalah komunikasi wireless dan teknologi komputasi yang sudah umum digunakan di banyak negara. Salah satu negara yang menerapkan sistem ITS adalah Pakistan.
Dalam analisis Research and Markets, pasar ITS itu mencapai USD51,09 miliar hingga 2025. Itu karena sudah banyak negara menyadari sistem itu mampu menjamin keselamatan dan mengurangi angkat keselamatan. Sistem tersebut juga dipadukan dengan Advanced Traffic Management Systems dan Electronic Tolling Systems yang bisa mengurangi kemacetan.
(don)