11 Tahun Jadi Pelopor dan Mengembangkan Batik Bogor

Selasa, 25 Juni 2019 - 11:25 WIB
11 Tahun Jadi Pelopor...
11 Tahun Jadi Pelopor dan Mengembangkan Batik Bogor
A A A
Kegigihan dan keuletan Siswaya, 60, pria asal Sleman, Yogyakarta, dalam melestarikan batik sebagai warisan budaya Indonesia di Kota Bogor, patut di apresiasi.

Pasalnya, pelopor usaha kecil menengah (UKM) batik khas “kota hujan” sejak 13 Januari 2008 ini, selain memproduksi dan membuka galeri, juga mengembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan. “Cara kami melestarikan batik di Batik Bogor Tradisiku (BBT) ini sudah lengkap. Mulai lembaga kursus dan pelatihan batik pada 2011. Jadi, kami memang sudah siap mendidik generasi muda untuk mempelajari batik,” ujar Siswaya saat ditemui di Gallery & Workshop Batik Bogor Tradisiku di Jalan Jalak Nomor 2, Tanah Sareal, Kota Bogor.

Menurut dia, dalam melestarikan batik sebagai warisan budaya Nusantara, BBT telah membuka diri bagi masyarakat yang ingin menjadi pengusaha batik.

Bahkan, pihaknya sudah masuk ke beberapa sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan pelatihan. “Itu lah salah satu upaya mendidik anak-anak supaya mencintai dan menggemari batik bahwa batik merupakan warisan budaya Indonesia yang harus kita jaga dan lestarikan,” katanya.

Pihaknya bangga banyaknya perajin batik yang sebagian besar berasal dari BBT. Karena itu, dia berharap masyarakat tidak hanya memakai batik, tapi juga menyenangi dan mencintai dengan cara membuat agar menjadi lebih lestari. “Untuk berlatih atau belajar membuat batik, tak perlu lagi jauh-jauh ke Yogyakarta, Pekalongan atau daerah lainnya karena di sini juga ada. Lembaga kursus dan pelatihan membatik semuanya ada mulai dari A sampai Z,” ungkapnya.

Alasan pihaknya menyasar kalangan anak muda atau generasi milenial untuk mencintai batik, karena para orang tua sudah kurang produktif. Meski demikian, kata dia, ada beberapa milenial yang sudah terjun tapi akhirnya menyerah. Alasannya bisnis batik kurang berkembang.

Padahal, fasilitas dan sebagainya sudah disediakan pemerintah. “Alasannya susah memasarkan. Kondisi itulah yang membuat mereka putus asa,” tandasnya. Dia menegaskan, soal perbedaan batik Bogor dengan daerah lainnya hanya motif atau desainnya saja. Artinya mulai dari kain hingga bahan pewarna sama dengan batik daerah lain kecuali desainnya. Siswaya berusaha mengangkat ikon Kota Bogor sebagai corak desain.

Pertama, mencirikan Bogor sebagai kota hujan, kedua terinspirasi dari uncal yang banyak berkeliaran di sekitar Istana Presiden dan Kebun Raya, serta kujang yang merupakan senjata tradisional Jawa Barat. “Saat ini sudah ada 90 motif yang ada di BBT dan dari semua desain, batik hujan gerimis serta kujang me rupakan yang paling banyak diminati,” jelasnya.

Dia mengatakan suatu bahan atau kemeja tidak bisa serta merta disebut batik hanya karena bahan dan de sainnya. Batik lanjut dia harus memenuhi tiga unsur yakni dibuat menggunakan canting, memakai malam sebagai alat perintang, serta menggunakan teknik celup untuk mewarnainya.

“Jika tidak memenuhi tiga unsur tersebut, maka bisa dipastikan itu bukan batik, melainkan tekstil bermotif batik yang produksinya dengan menggunakan mesin printing,” tandasnya.

Siswaya menegaskan batik ditempatnya dibuat secara manual alias buatan tangan. Dengan kualitas olahan tangan batik yang dijualnya dihargai kisaran Rp100.000 hingga Rp8 juta. Harga tersebut bergantung pada pilihan bahan, tingkat kesulitan desain, serta jumlah warna. Untuk warna, dia menggunakan pewarna naptol dan indigosol.

Setiap bulan, galeri batik miliknya dapat menjual sekitar 100 hingga 150 potong batik baik pembeli lokal maupun internasional. “Meskipun tidak banyak, ada juga pemesan dari luar negeri seperti Thailand, Jepang, Singapura, Tiongkok, Australia, dan Belanda,” katanya. (Haryudi)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0661 seconds (0.1#10.140)