Ditipu Ratusan Juta Rupiah, Pria Bogor Gugat Pacar ke Pengadilan

Kamis, 16 Mei 2019 - 17:21 WIB
Ditipu Ratusan Juta...
Ditipu Ratusan Juta Rupiah, Pria Bogor Gugat Pacar ke Pengadilan
A A A
BOGOR - Ini peringatan untuk berhati-hati saat memilih pujaan hati. Seperti yang dialami oleh Hartono (29). Pria Kelahiran Bogor ini mengaku ditipu calon pasangan hidupnya hingga ratusan juta.

Merasa telah dibohongi, Hartono menggugat pelaku di PN Jakarta Barat. Warga Jalan Ceremai Ujung Ruko, RT 02/RW 05, Kelurahan Bantarjati, Bogor Utara, Kota Bogor, ini juga melaporkan tindakan dugaan penipuan tersebut ke Polda Metro Jaya.

Hartono bersama kuasa hukum juga tengah mengajukan bantuan dan perlindungan hukum kepada Komisi Yudisial (KY) dengan berbagai dasar. Kuasa hukum dari Hartono, Firza Achmad Singgih, menjelaskan, hubungan Hartono dengan kekasihnya bernama Maribeth terjadi sejak tahun 2013.
Awalnya, hubungan karena suka sama suka berdasarkan pengakuan keduanya.
Dalam percakapan via mail, mereka saling panggil sayang. Di pertengahan jalan, sang pujaan hati mengeluh atas kondisinya yang sulit. Sebab harus memikirkan pembiayaan rumah sakit Bibi bernama Yani yang tinggal di luar negeri.

"Kekasihnya lalu minta klien kami untuk membantu pembiayaan hidup bibinya serta biaya pengobatan," ujarnya kepada wartawan Kamis (16/5/2019).

Meskipun sempat ragu, Hartono akhirnya mengabulkan permintaan kekasihnya itu dengan memberikan sejumlah uang. "Kurang lebih selama 4 tahun klien kami mentransfer uang secara rutin ke rekening kekasihnya Maribeth," tuturnya.
Jika ditotal, Hartono sudah mengeluarkan uang sebesar Rp.1.042.900.393. Tak cukup di situ, korban juga diminta oleh pelaku untuk memberikan ATM dan kartu kredit pribadinya untuk digunakan.

"Hartono meminta dan sering kali mengingatkan serta menasihati agar kekasihnya tidak foya-foya. Tapi kekasihnya malah membanding-bandingkan Hartono dengan mantan kekasihnya," tukasnya.

Merasa permintaannya terus dikabulkan, Maribeth kemudian meminta Hartono untuk menanggung biaya pendidikannya di universitas terkemuka.
"Di tahun 2014, klien kami diminta membayar uang kuliah. Biaya masuknya saja Rp35 juta, dan biaya semester selama 3 tahun sekitar Rp90 juta," bebernya.

Selama berhubungan, kata Firza, kliennya selalu memberikan apa yang dipinta Maribeth, karena keduanya sudah berkomitmen ke jenjang lebih serius yaitu pernikahan. Bahkan, kliennya telah mempersiapkan satu unit apartemen seharga Rp263.437.000 di kawasan Pluit, Jakarta Utara.

Apartmen itu dibelinya dengan menggunakan nama Maribeth, sesuai permintaan kekasihnya itu. Tak cukup sampai di situ, karena menginginkan kekasihnya mandiri, Hartono juga memberikan modal usaha sebesar Rp170 juta sesuai permintaan Maribeth.

Namun, selama 4 tahun menjalin hubungan, Hartono mulai merasakan keanehan. Intensitas petemuan perlahan-lahan dibatasi oleh Maribeth. "Maribeth selalu menolak saat di pinta ketemu, " ungkapnya.

Hingga akhirnya pada tahun 2017, Hartono tercengang dengan status kekasihnya yang sudah memiliki pasangan hidup dan memiliki satu orang anak. "Klien kami cek ke keluarga Maribeth dan ternyata benar (sudah punya anak)," tandasnya.

Karena ulah Maribeth tersebut, Hartono mengalami kerugian immateril sebesar Rp500 juta dan kerugian materil Rp495.337.000. Merasa telah dibohongi, Hartono meminta Maribeth untuk mengembalikan harta yang telah diberikannya.

Namun, Maribeth enggan memberikannya. Karena itu, Hartono memutuskan menggugat Maribeth di PN Jakarta Barat, serta melaporkan tindakan penipuan tersebut ke Polda Metro Jaya. "Anehnya, gugatan yang teregister dengan perkara nomor 170/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Brt yang kami layangkan per tanggal 15 Maret 2018 baru diputuskan setelah 1 tahun lebih, yaitu pada tanggal 26 Maret 2019," tukasnya.

Selain menggugat Maribeth, Hartono juga menggugat pengembang apartemen yang dibelinya, PT KUS, dikarenakan transaksi jual beli dilakukan dihadapan pengembang dan notaris rekanan pengembang. Sehingga ditariknya PT KUS hanya bertujuan agar pihaknya mentaati putusan hakim dalam hal gugatan Hartono dikabulkan.

Menurut Firza, selama proses persidangan Maribeth maupun kuasa hukumnya tidak pernah mememuhi panggilan dari pengadilan padahal sudah dipanggil secara sah dan patut bahkan telah dipanggil melalui media massa dengan biaya yang tidak sedikit.

"Harusnya pengadilan memutuskan perkara itu paling lambat 5 bulan. Dan karena Maribeth selaku tergugat tidak pernah hadir dalam persidangan dengan demikian dalil-dalil gugatan Hartono tidak pernah dibantahkan kebenarannya, maka harusnya diputuskan Verstek, berdasarkan Pasal 125 HIR," tegasnya.

Selain itu, apabila tergugat tidak hadir setelah pemanggilan sah dan patut, harusnya dilakukan poses pemeriksaan pada tergugat secara kontradiktor.
Alhasil, tanggal 26 Maret 2019, majelis hakim memutuskan perkara tersebut. Namun putusan itu dianggap aneh dan mengecewakan.

"Setelah lebih dari 1 tahun, Pengadilan memutuskan gugatan kami tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard). Itu sangat aneh dan mengecewakan, " pungkasnya. Itu sebabnya, Hartono dengan kuasa hukumnya mengajukan permohonan bantuan serta perlindungan hukum kepada Komisi Yudisial (KY), dan juga telah mengajukan banding terhadap putusan PN Barat tersebut.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0942 seconds (0.1#10.140)