Tahun 2021, Tak Ada Lagi Sekolah Rusak di Kabupaten Bogor

Selasa, 26 Maret 2019 - 12:53 WIB
Tahun 2021, Tak Ada...
Tahun 2021, Tak Ada Lagi Sekolah Rusak di Kabupaten Bogor
A A A
DALAM pelaksanaan kegiatan Rebo Keliling (Boling) untuk menyerap aspirasi dan melihat persoalan di masyarakat, pekan lalu, Bupati Bogor Ade Yasin mencatat masalah pendidikan sangat penting untuk segera dibenahi di Kabupaten Bogor yang membawahi 40 kecamatan ini.

Mulai dari kondisi bangunan yang rusak ringan hingga rusak parah. Kendala lokasi sekolah yang jauh dan berada di tepi jurang. Itu semua butuh penanganan khusus dan berkala. Bagaimanakah Kabupaten Bogor melalui Dinas Pendidikan (Disdik) berperan menyelesaikan masalah tersebut? Apakah target yang diberikan selama dua tahun ke depan, yakni tepatnya tahun 2021, semua permasalahan itu dapat dituntaskan? Berikut petikan wawancara wartawan KORAN SINDO Haryudi dengan Kepala Disdik Kabupaten Bogor TB Luthfie Syam di ruang kerjanya, Senin (25/3).

Mengapa Bupati Bogor Ade Yasin berani menargetkan persoalan infrastruktur pendidikan di Kabupaten Bogor bisa diselesaikan relatif singkat hanya dalam jangka waktu dua tahun?
Begini, saat kegiatan Boling di Ciampea, Kabupaten Bogor, Bupati menyampaikan itu karena saya sudah memberikan gambaran sebelumnya terkait persoalan sekolah rusak saat ini dan ke depannya. Perlu diketahui Disdik Kabupaten Bogor diserahkan anggaran hanya untuk Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN). Sementara SMA dan SMK Negeri oleh Dinas Pendidikan Provinsi, untuk Madrasah oleh Kementerian Agama (Kemenag).

Kalaupun ada, anggaran itu sifatnya hibah. Kami hanya memberikan rekomendasi. Seperti tahun kemarin (2018) sebanyak 164 ruang kelas baru dan rehabilitasi sekolah swasta selesai dibangun. Itu anggaran dari Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD). Anggaran yang kami khusus untuk SDN dan SMPN yang menyangkut Sarana Prasarana (Sarpras) dalam hal ini ruang kelas, mebeuler, dan fasilitas lain serta tenaga pendidik (tendik) termasuk guru, kepala sekolah, pengawas, dan sebagainya.

Bagaimana penanganan masalah SDN dan SMPN di Kabupaten Bogor dan berapa jumlahnya?
Untuk SDN dan SMPN, semua anggarannya pada kami yang sumbernya ada dari APBD murni, Dana Alokasi Khusus (DAK) atau APBN dan bantuan provinsi. Kabupaten Bogor saat ini memiliki 1.453 SDN yang setara dengan 12.000 ruang kelas yang digunakan oleh 515.000 murid dengan asumsi satu ruang kelas diisi 40 orang.

Apa faktor penyebab kondisi sekolah SDN di Kabupaten Bogor sering rusak?
Sebetulnya ada beberapa faktor, di antaranya semua sekolah itu dibangun zaman instruksi presiden (Inpres) tahun 1974-1983. Persoalan gedung sekolah yang dibangun zaman Inpres adalah faktor usia karena sudah lama dan lokasi yang artinya berada di daerah tebing, kemudian pinggir sungai. Nah , itu semua berkaitan dengan upaya Pemkab Bogor memperbaiki banyaknya sekolah rusak yang ditargetkan tahun 2021 harus sudah selesai. Adapun kemampuan Kabupaten Bogor untuk perbaikan dan segala macamnya, dalam satu tahun hanya mampu memperbaiki 400 ruang kelas. Tapi, kami juga pernah memperbaiki dalam setahun sampai 600 unit ruang kelas yang sumber anggarannya dari tiga sumber tadi. Kalau rata-rata tiga ruang kelas, berarti yang kami sentuh hanya 150 sekolah atau 10% dari 1.543 total jumlah SDN. Saat ini sebetulnya tak banyak lagi yang harus diperbaiki, yakni sekitar 900 dari 12.000 ruang kelas yang harus diperbaiki karena kondisinya rusak berat.

Apa kendala Disdik Kabupaten Bogor saat menyelesaikan masalah sekolah rusak yang letak demografis atau wilayahnya cukup sulit dijangkau?
Iya, masalahnya kondisi di Kabupaten Bogor, selain faktor alam, juga karena lokasinya yang terletak di tepian jurang dan sungai. Itu menjadi kendala kami dalam upaya mengurangi jumlah bangunan sekolah rusak. Contohnya belum lama ini di wilayah Kecamatan Dramaga, bangunan SDN roboh. Sebetulnya ruang kelasnya masih bagus karena baru berusia 10 tahun. Bahkan, terkadang yang semula bangunannya hanya rusak sedang dan ringan, mendadak rusak berat karena faktor alam dan letak sekolahnya itu (dekat jurang) tadi.

Lantas, bagaimana mengantisipasi lonjakan jumlah peserta didik atau murid baru yang persentasenya linier dengan pertumbuhan penduduk Kabupaten Bogor?
Jika melihat jumlah pertumbuhan penduduk sebesar 2,7% dari total 5 juta jiwa penduduk Kabupaten Bogor, pertumbuhan peserta didik juga setiap tahun mencapai 2,4%, sekitar 12.000 dari total 515.000 murid yang ada saat ini. Bayangkan, itu harus dipenuhi oleh Disdik setiap tahun dengan penambahan ruang kelas baru. Berarti kami ada kekurangan ruang kelas untuk 12.000 murid akibat lonjakan jumlah penduduk. Sebab, bagaimanapun, infrastruktur, termasuk pendidikan, harus disiapkan.

Jika asumsi perhitungan setiap kelas menampung 40 anak, berarti setiap tahun harus menyiapkan 300 ruang kelas baru. Jumlah tersebut di luar jumlah ruang kelas yang rusak berat. Artinya, jika 900 ruang kelas yang rusak berat dibagi dua tahun untuk diperbaiki, yakni 450 ditambah 300 ruang kelas baru menjadi 750 ruang kelas. Sementara kemampuan kami minim. Perbaikan dan pembangunan ruang kelas baru harus berbarengan setiap tahun.

Bagaimana menyiasati supaya perbaikan ruang kelas rusak tetap bisa berjalan dan pembangunan ruang kelas baru juga terwujud?
Kami membuat skala prioritas dengan asas keadilan dan pemerataan setiap kecamatan sesuai usulan dalam musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang), baik tingkat desa, kecamatan, hingga Kabupaten. Anggarannya untuk membangun RKB sebanyak tiga lokal di satu sekolah itu menelan biaya Rp600 juta lebih. Jika bicara ruang kelas rusak berat, itu sama saja membangun baru, meski sudah ada gedung sekolahnya itu tidak bisa disebut RKB. Kalau RKB, itu harus lahan kosong. Sementara yang sudah ada ruang kelasnya disebut rehabilitasi dengan asumsi besaran biaya membangun baru dan rehabilitasi ruang kelas itu sama saja.

Dalam setahun Pemkab Bogor melalui Disdik membutuhkan ang garan berapa untuk menyelesaikan persoalan sarana prasarana sekolah ini?
Jika 500 RKB termasuk memperbaiki ruang kelas yang rusak berat, tahun ini dianggarkan sebesar Rp158 miliar lebih. Anggaran sebesar itu hanya untuk SDN, belum termasuk SMPN. Bahkan, anggarannya menjadi membengkak karena untuk membangun RKB itu tanahnya tak ada. Maka, harus dibangun secara bertingkat. Itu biayanya lebih mahal lagi.

Lalu, bagaimana dengan kondisi SMPN? Berapa jumlah SMP swasta dan negeri yang ada saat ini?
Untuk SMPN, kami masih ringan dibandingkan dengan SDN. Karena jumlah SMPN di Kabupaten Bogor dari 800-an jumlah sekolah SMP, hanya 123 SMP yang berstatus negeri, 88 di antaranya reguler dan sisanya nonreguler (SMP Terbuka, kelas jauh, dan sebagainya). Makanya, agak ringan dan sebagian besar gedung SMPN kondisinya bagus- bagus. Jumlah murid SMP negeri dan swasta sekitar 212.000 orang.

Apakah realistis target penyelesaian perbaikan ruang kelas rusak dapat diselesaikan dalam kurun waktu dua tahun atau 2021?
Yang jelas, saya optimistis dan realistis bicara apa adanya. Memang, jumlah ruang kelas yang rusak berat dan harus diperbaiki itu tinggal 900-an unit. Itu berdasarkan data dan laporan yang masuk jumlah ruang kelas yang rusak berat itu tak sampai seribu. Maka dari itu, saya bilang target tersebut realistis dan saya optimistis bisa menyelesaikan. Hanya, yang menjadi persoalan saat ini kami harus menyiapkan ruang kelas baru sehingga perbaikan dan pemenuhan kebutuhan RKB itu sifatnya paralel. Jadi, ada beberapa persoalan yang harus dilakukan, yakni rehabilitasi ruang kelas yang rusak berat, pembangunan RKB, dan perbaikan ruang kelas yang rusak mendadak karena faktor alam.
(Haryudi)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0963 seconds (0.1#10.140)