Penantian Panjang 34 Tahun dan Pengorbanan 4 Tahun Terbayar Lunas
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat Indonesia, khususnya warga Jakarta, patut berbangga. Pagi ini, Minggu (24/3/2019), Mass Rapid Transit atau Moda Raya Terpadu (MRT) akan diresmikan pengoperasiannya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pengorbanan macet-macetan saat melintasi sepanjang Jalan Jenderal Sudirman hingga Lebak Bulus selama empat tahun sejak mulai dikerjakan 21 September 2015 lalu, akhirnya terbayar lunas. Warga Jakarta pun antusias menyambut kehadiran MRT pertama di Indonesia ini.
Terbukti, selama uji publik warga Ibu Kota dari berbagai kalangan, bahkan para pejabat tinggi negara, tak mau ketinggalan menaiki si Ratangga, nama untuk MRT Jakarta. (Baca juga: Jokowi Jajal MRT Bersama Kabinet Kerja dan Anies Baswedan)
Direktur PT MRT Jakarta, William Syahbandar, mengatakan, selama uji coba sejak 12 Maret lalu, animo masyarakat untuk menaiki MRT sangat tinggi. PT MRT hanya membuka kuota sebanyak 285.600 orang selama 13 hari uji coba atau sejak 12-24 Maret 2019. Namun kouta tersebut sudah ludes dipesan pada 15 Maret lalu, sehingga PT MRT menambah lagi kuota menjadi 407.040 orang hingga 23 Maret 2019. Kuota tambahan juga habis dipesan sebelum hari Sabtu kemarin.
Tingginya animo warga menaiki si Ratangga sangat dimaklumi. Sebab sejumlah negara tetangga sudah terlebih dahulu memiliki moda transportasi modern ini. Singapura misalnya, sudah punya MRT sejak 1987. Kuala Lumpur (Malaysia), memiliki MRT sejak 1995. Lalu Bangkok (Thailand) punya MRT sejak 2004, dan Manila (Filipina) memiliki MRT sejak 1999.
Indonesia juga sebenarnya sudah punya keinginan membangun MRT sejak tahun 1985. Kala itu, Presiden ke 3 RI, BJ Habibie, yang saat itu menjabat Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), sudah mencetuskan ide pembangunan moda transportasi massal di Indonesia, salah satunya berbasis MRT. (Baca juga: Berangkat Kerja Naik MRT, Anies: Lebak Bulus-Bundaran HI Cuma 28 Menit)
Saat itu, BJ Habibie telah membuat empat kajian terkait moda transportasi massal di Indonesia, yakni Jakarta Urban Transport Program (1986-1987), Integrated Transport System Improvement by Railway and Feeder Service (1988-1989), Transport Network Planning and Regulation (1989-1992), dan Jakarta Mass Transit System Study (1989-1992). Namun, krisis moneter yang menghantam Indonesia pada tahun 1997 membuat gagasan sang Bapak Teknologi tidak bisa diwujudkan.
Saat menjabat Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso juga sebenarnya kembali melirik proyek MRT ini. Bahkan pada tahun 2004, Sutiyoso telah menerbitkan keputusan gubernur tentang pola transportasi makro, salah satunya MRT yang akan digarap pada 2010. Namun, selama 10 tahun memimpin Jakarta, proyek ini tak kunjung terwujud karena terkendala anggaran.
Proyek ini tidak berjalan karena statusnya saat itu masih merupakan proyek lokal alias tanggung jawab Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, sehingga sulit mendapatkan pembiayaan dari luar berupa pinjaman. Setelah Sutiyoso, Gubernur DKI selanjutnya, Fauzi Bowo, kembali menjanjikan mewujudkan pembangunan MRT ini. Namun lagi-lagi terbentur pada persoalan yang sama, yakni pendanaan.
Di era Jokowi menjabat Gubernur, MRT mulai dibangun. Terlebih setelah menjadi Presiden, Jokowi mengubah status proyek MRT menjadi proyek nasional. Dikutip dari situs resmi PT MRT Jakarta, www.jakartamrt.co.id, proyek MRT Jakarta baru dinyatakan sebagai proyek nasional pada tahun 2005.
Berangkat dari kejelasan status tersebut, pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta langsung bergerak dan saling berbagi tanggung jawab untuk mencari dana. Pencarian dana pun disambut oleh Pemerintah Jepang yang bersedia memberikan pinjaman.
Presiden Jokowi kemudian meresmikan pengoperasian perdana mesin bor bawah tanah “Antareja” proyek MRT di lokasi transisi MRT, Patung Pemuda Senayan, pada 21 September 2015. Hal ini menandakan dimulai proyek MRT Jakarta Fase I. Pembangunan MRT Jakarta Fase I melintang sepanjang 16 kilometer dari Terminal Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia (HI) yang memiliki 13 stasiun berikut 1 Depo.
Pembangunan jalur MRT Fase I ini menjadi awal sejarah pengembangan jaringan terpadu dari sistem MRT yang merupakan bagian dari sistem transportasi massal DKI Jakarta pada masa yang akan datang. Pengembangan selanjutnya akan meneruskan jalur Sudirman menuju Ancol (disebut jalur Utara-Selatan) serta pengembangan jalur Timur-Barat.
Pelaksanaan pembangunan MRT melibatkan beberapa instansi, baik pada tingkatan pemerintah pusat, Pemprov DKI Jakarta, dan PT MRT Jakarta. Oleh karena itu, dokumen anggaran yang diperlukan juga melibatkan lembaga-lembaga tersebut dengan nama program dan kegiatan berbeda namun dengan satu keluaran yang sama, pembangunan MRT Jakarta.
Dalam tahap Engineering Service, PT MRT Jakarta bertanggung jawab terhadap proses prakualifikasi dan pelelangan kontraktor. Dalam tahap Konstruksi, PT MRT Jakarta sebagai atribusi dari Pemprov DKI Jakarta menandatangani kontrak dengan kontraktor pelaksana konstruksi, dan konsultan yang membantu proses pelelangan kontraktor, serta konsultan manajemen dan operasional.
Dalam tahap operasi dan pemeliharaan, PT MRT Jakarta juga bertanggung jawab terhadap pengoperasian dan perawatan, termasuk memastikan agar tercapainya jumlah penumpang yang cukup untuk memberikan pendapatan yang layak bagi perusahaan.
Sejumlah kota-kota besar lain di Tanah Air juga sebenarnya berencana mengoperasikan MRT. Seperti Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta. Di Bandung, pembangunan proyek MRT sempat direncanakan dimulai pada akhir 2013. Bahkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung sudah meneken nota kesepahaman (MoU) prastudi kelayakan (pre-feasibility study) dengan Panghegar Group dan China National Machinery Import & Export Corporation (CMC). Nilai investasi proyek MRT Bandung diperkirakan sekitar Rp4 triliun. Proyek tersebut akan dibangun sepanjang 12 Km dari Utara hingga Selatan Kota Bandung.
Pemprov Yogyakarta juga berencana membangun dan mengoperasikan MRT, di mana Panghegar Group sempat disebut-sebut juga meminati proyek tersebut. Panghegar Group konon sudah mendapatkan surat izin prinsipal untuk melakukan pra dan studi kelayakan selama dua tahun ke depan. Proyek MRT akan melingkari Kota Yogyakarta dan terhubung ke wilayah Prambanan.
Adapun proyek pembangunan MRT di Surabaya sempat disebut-sebut dibuka tender pembangunannya pada 2013. Konon, proyek MRT di Surabaya akan mendapat dana awal Rp30 miliar yang diambil dari APBN. Investor yang meminati proyek tersebut di antaranya dari Tiongkok, Perancis, dan Korea Selatan. Proyek MRT Surabaya rencananya dibangun mulai dari Stasiun Gubeng hingga Bandara Juanda di Waru, Sidoarjo.
Dengan keberhasilan pembangunan MRT Jakarta ini, diharapkan menjadi pilot project bagi kota-kota lain di Indonesia untuk menyediakan moda transportasi modern tersebut. Semoga!
Pengorbanan macet-macetan saat melintasi sepanjang Jalan Jenderal Sudirman hingga Lebak Bulus selama empat tahun sejak mulai dikerjakan 21 September 2015 lalu, akhirnya terbayar lunas. Warga Jakarta pun antusias menyambut kehadiran MRT pertama di Indonesia ini.
Terbukti, selama uji publik warga Ibu Kota dari berbagai kalangan, bahkan para pejabat tinggi negara, tak mau ketinggalan menaiki si Ratangga, nama untuk MRT Jakarta. (Baca juga: Jokowi Jajal MRT Bersama Kabinet Kerja dan Anies Baswedan)
Direktur PT MRT Jakarta, William Syahbandar, mengatakan, selama uji coba sejak 12 Maret lalu, animo masyarakat untuk menaiki MRT sangat tinggi. PT MRT hanya membuka kuota sebanyak 285.600 orang selama 13 hari uji coba atau sejak 12-24 Maret 2019. Namun kouta tersebut sudah ludes dipesan pada 15 Maret lalu, sehingga PT MRT menambah lagi kuota menjadi 407.040 orang hingga 23 Maret 2019. Kuota tambahan juga habis dipesan sebelum hari Sabtu kemarin.
Tingginya animo warga menaiki si Ratangga sangat dimaklumi. Sebab sejumlah negara tetangga sudah terlebih dahulu memiliki moda transportasi modern ini. Singapura misalnya, sudah punya MRT sejak 1987. Kuala Lumpur (Malaysia), memiliki MRT sejak 1995. Lalu Bangkok (Thailand) punya MRT sejak 2004, dan Manila (Filipina) memiliki MRT sejak 1999.
Indonesia juga sebenarnya sudah punya keinginan membangun MRT sejak tahun 1985. Kala itu, Presiden ke 3 RI, BJ Habibie, yang saat itu menjabat Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), sudah mencetuskan ide pembangunan moda transportasi massal di Indonesia, salah satunya berbasis MRT. (Baca juga: Berangkat Kerja Naik MRT, Anies: Lebak Bulus-Bundaran HI Cuma 28 Menit)
Saat itu, BJ Habibie telah membuat empat kajian terkait moda transportasi massal di Indonesia, yakni Jakarta Urban Transport Program (1986-1987), Integrated Transport System Improvement by Railway and Feeder Service (1988-1989), Transport Network Planning and Regulation (1989-1992), dan Jakarta Mass Transit System Study (1989-1992). Namun, krisis moneter yang menghantam Indonesia pada tahun 1997 membuat gagasan sang Bapak Teknologi tidak bisa diwujudkan.
Saat menjabat Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso juga sebenarnya kembali melirik proyek MRT ini. Bahkan pada tahun 2004, Sutiyoso telah menerbitkan keputusan gubernur tentang pola transportasi makro, salah satunya MRT yang akan digarap pada 2010. Namun, selama 10 tahun memimpin Jakarta, proyek ini tak kunjung terwujud karena terkendala anggaran.
Proyek ini tidak berjalan karena statusnya saat itu masih merupakan proyek lokal alias tanggung jawab Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, sehingga sulit mendapatkan pembiayaan dari luar berupa pinjaman. Setelah Sutiyoso, Gubernur DKI selanjutnya, Fauzi Bowo, kembali menjanjikan mewujudkan pembangunan MRT ini. Namun lagi-lagi terbentur pada persoalan yang sama, yakni pendanaan.
Di era Jokowi menjabat Gubernur, MRT mulai dibangun. Terlebih setelah menjadi Presiden, Jokowi mengubah status proyek MRT menjadi proyek nasional. Dikutip dari situs resmi PT MRT Jakarta, www.jakartamrt.co.id, proyek MRT Jakarta baru dinyatakan sebagai proyek nasional pada tahun 2005.
Berangkat dari kejelasan status tersebut, pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta langsung bergerak dan saling berbagi tanggung jawab untuk mencari dana. Pencarian dana pun disambut oleh Pemerintah Jepang yang bersedia memberikan pinjaman.
Presiden Jokowi kemudian meresmikan pengoperasian perdana mesin bor bawah tanah “Antareja” proyek MRT di lokasi transisi MRT, Patung Pemuda Senayan, pada 21 September 2015. Hal ini menandakan dimulai proyek MRT Jakarta Fase I. Pembangunan MRT Jakarta Fase I melintang sepanjang 16 kilometer dari Terminal Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia (HI) yang memiliki 13 stasiun berikut 1 Depo.
Pembangunan jalur MRT Fase I ini menjadi awal sejarah pengembangan jaringan terpadu dari sistem MRT yang merupakan bagian dari sistem transportasi massal DKI Jakarta pada masa yang akan datang. Pengembangan selanjutnya akan meneruskan jalur Sudirman menuju Ancol (disebut jalur Utara-Selatan) serta pengembangan jalur Timur-Barat.
Pelaksanaan pembangunan MRT melibatkan beberapa instansi, baik pada tingkatan pemerintah pusat, Pemprov DKI Jakarta, dan PT MRT Jakarta. Oleh karena itu, dokumen anggaran yang diperlukan juga melibatkan lembaga-lembaga tersebut dengan nama program dan kegiatan berbeda namun dengan satu keluaran yang sama, pembangunan MRT Jakarta.
Dalam tahap Engineering Service, PT MRT Jakarta bertanggung jawab terhadap proses prakualifikasi dan pelelangan kontraktor. Dalam tahap Konstruksi, PT MRT Jakarta sebagai atribusi dari Pemprov DKI Jakarta menandatangani kontrak dengan kontraktor pelaksana konstruksi, dan konsultan yang membantu proses pelelangan kontraktor, serta konsultan manajemen dan operasional.
Dalam tahap operasi dan pemeliharaan, PT MRT Jakarta juga bertanggung jawab terhadap pengoperasian dan perawatan, termasuk memastikan agar tercapainya jumlah penumpang yang cukup untuk memberikan pendapatan yang layak bagi perusahaan.
Sejumlah kota-kota besar lain di Tanah Air juga sebenarnya berencana mengoperasikan MRT. Seperti Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta. Di Bandung, pembangunan proyek MRT sempat direncanakan dimulai pada akhir 2013. Bahkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung sudah meneken nota kesepahaman (MoU) prastudi kelayakan (pre-feasibility study) dengan Panghegar Group dan China National Machinery Import & Export Corporation (CMC). Nilai investasi proyek MRT Bandung diperkirakan sekitar Rp4 triliun. Proyek tersebut akan dibangun sepanjang 12 Km dari Utara hingga Selatan Kota Bandung.
Pemprov Yogyakarta juga berencana membangun dan mengoperasikan MRT, di mana Panghegar Group sempat disebut-sebut juga meminati proyek tersebut. Panghegar Group konon sudah mendapatkan surat izin prinsipal untuk melakukan pra dan studi kelayakan selama dua tahun ke depan. Proyek MRT akan melingkari Kota Yogyakarta dan terhubung ke wilayah Prambanan.
Adapun proyek pembangunan MRT di Surabaya sempat disebut-sebut dibuka tender pembangunannya pada 2013. Konon, proyek MRT di Surabaya akan mendapat dana awal Rp30 miliar yang diambil dari APBN. Investor yang meminati proyek tersebut di antaranya dari Tiongkok, Perancis, dan Korea Selatan. Proyek MRT Surabaya rencananya dibangun mulai dari Stasiun Gubeng hingga Bandara Juanda di Waru, Sidoarjo.
Dengan keberhasilan pembangunan MRT Jakarta ini, diharapkan menjadi pilot project bagi kota-kota lain di Indonesia untuk menyediakan moda transportasi modern tersebut. Semoga!
(thm)