Tak Layak, Pemkot Bekasi Revitalisasi Empat Pasar Tradisional
A
A
A
BEKASI - Pemerintah Kota Bekasi merevitalisasi empat pasar tradisional di Kota Bekasi karena kondisinya sudah tua dan tidak layak. Rencananya revitalisasi keempat pasar itu akan melibatkan pihak ketiga. Keempat pasar itu di antaranya Pasar Kranji Baru, Pasar Jatiasih, Pasar Family Mart, dan Pasar Bantargebang.
“Tahun ini sudah mulai dilakukan revitalisasi dan yang membangunnya adalah pihak ketiga,” ujar Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bekasi Makbullah, kemarin. Menurutnya, pemerintah tidak mengeluarkan anggaran untuk merevitalisasi itu. Hanya saja, proyek pembangunan keempat pasar itu dibiayai pihak ketiga. Setelah dibangun, pasar akan dikelola pihak ketiga dan keuntungan akan dibagi rata oleh pemerintah daerah.
Sesuai rencana, kata dia, pasar akan dikelola pihak ketiga selama 20 tahun. Setelah itu, bangunan akan diserahkan ke pemerintah daerah untuk dijadikan aset. Nilai proyek revitalisasi pasar ini bervariasi tergantung dimensi dan luas pasar yang dibangun. Misalnya untuk Pasar Kranji Baru nilai investasinya sebesar Rp145 miliar lebih.
Kemudian Pasar Jatiasih sebesar Rp44 miliar lebih, Pasar Family Mart senilai Rp17 miliar lebih, dan Pasar Bantargebang sebesar Rp42 miliar lebih. Meski nilai anggaran berbeda, tapi bangunannya tetap dibangun dua lantai. “Nanti bangunannya dua lantai dibuat modern dan nyaman,” katanya.
Makbullah menjelaskan, pemerintah sebetulnya bisa saja membangun pasar itu menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hanya saja, pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan sekolah dan jalan baru sehingga pembangunan pasar diserahkan kepada pihak ketiga. “Selama bisa dikerjasamakan dengan pihak ketiga, ya nggak apa-apa, apalagi mereka yang bangun dan setelah itu 20 tahun kemudian akan jadi aset kita,” katanya.
Saat ini keempat pasar ini dibangun ulang karena kondisinya dianggap tidak layak. Selain atap bocor, sistem drainase juga kurang baik sehingga menimbulkan kesan kumuh. “Kondisinya tidak layak dan tidak nyaman karena usia keempat pasar itu sudah 33 tahun atau dibangun pada 1986 lalu,” ungkapnya. Agar aktivitas transaksi tetap berjalan, pemerintah meminta kepada pihak swasta untuk dibuatkan tempat relokasi sementara di sekitar pasar sehingga pedagang tetap bisa berjualan.
Salah seorang pedagang di Pasar Jatiasih bernama Boy mengatakan kondisi pasar saat ini sangat buruk. Bukan hanya atap banyak yang jebol, namun keramik lantai juga terkelupas sehingga tidak nyaman untuk pedagang maupun pembeli. “Fasilitas umum seperti toilet juga tidak representatif, jorok dan kumuh,” katanya.
Boy juga meminta agar sistem drainase pasar diperbaiki sehingga air sisa berjualan para pedagang bisa terbuang dengan baik. Selain itu, sistem pengelolaan pengangkutan sampah juga terus ditingkatkan sehingga sampah bekas berjualan bisa langsung diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumurbatu.
Sementara itu, PT Mukti Sarana Abadi (MSA) selaku pihak ketiga yang membangun Pasar Jatiasih menyatakan telah menyediakan 500 tempat penampungan sementara untuk merelokasi para pedagang setempat. Lokasinya berada tepat di samping pasar sebelumnya dan kondisinya layak berupa kios dengan beberapa zona. “TPS untuk merelokasi dibangun dua blok. Dari dua blok itu kita bagi beberapa zona sesuai dengan keinginan para pedagang yang telah kita data,” kata Tio selaku Marketing PT MSA.
Saat ini ada 401 pedagang yang mendaftar bakal mengisi TPS dari total 500 pedagang di sana. Mereka bersedia direlokasi ke tempat baru dengan harapan proyek revitalisasi pasar tersebut segera dilakukan. Apalagi sejak ditetapkan sebagai pemenang tender proyek revitalisasi Pasar Jatiasih, PT MSA telah menjalankan seluruh kewajibannya sesuai poin tertuang dalam nota kesepakatan atau MoU.
Misalnya, sosialisasi, menetapkan harga kios, mendapat persetujuan pedagang, sampai dengan menyediakan TPS. Dari total 500 pedagang saat ini, yang menyatakan kesediaannya untuk direlokasi ada 480 pedagang. Persetujuan tersebut diperoleh langsung dari pedagang melalui tanda tangan.
“Tahun ini sudah mulai dilakukan revitalisasi dan yang membangunnya adalah pihak ketiga,” ujar Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bekasi Makbullah, kemarin. Menurutnya, pemerintah tidak mengeluarkan anggaran untuk merevitalisasi itu. Hanya saja, proyek pembangunan keempat pasar itu dibiayai pihak ketiga. Setelah dibangun, pasar akan dikelola pihak ketiga dan keuntungan akan dibagi rata oleh pemerintah daerah.
Sesuai rencana, kata dia, pasar akan dikelola pihak ketiga selama 20 tahun. Setelah itu, bangunan akan diserahkan ke pemerintah daerah untuk dijadikan aset. Nilai proyek revitalisasi pasar ini bervariasi tergantung dimensi dan luas pasar yang dibangun. Misalnya untuk Pasar Kranji Baru nilai investasinya sebesar Rp145 miliar lebih.
Kemudian Pasar Jatiasih sebesar Rp44 miliar lebih, Pasar Family Mart senilai Rp17 miliar lebih, dan Pasar Bantargebang sebesar Rp42 miliar lebih. Meski nilai anggaran berbeda, tapi bangunannya tetap dibangun dua lantai. “Nanti bangunannya dua lantai dibuat modern dan nyaman,” katanya.
Makbullah menjelaskan, pemerintah sebetulnya bisa saja membangun pasar itu menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hanya saja, pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan sekolah dan jalan baru sehingga pembangunan pasar diserahkan kepada pihak ketiga. “Selama bisa dikerjasamakan dengan pihak ketiga, ya nggak apa-apa, apalagi mereka yang bangun dan setelah itu 20 tahun kemudian akan jadi aset kita,” katanya.
Saat ini keempat pasar ini dibangun ulang karena kondisinya dianggap tidak layak. Selain atap bocor, sistem drainase juga kurang baik sehingga menimbulkan kesan kumuh. “Kondisinya tidak layak dan tidak nyaman karena usia keempat pasar itu sudah 33 tahun atau dibangun pada 1986 lalu,” ungkapnya. Agar aktivitas transaksi tetap berjalan, pemerintah meminta kepada pihak swasta untuk dibuatkan tempat relokasi sementara di sekitar pasar sehingga pedagang tetap bisa berjualan.
Salah seorang pedagang di Pasar Jatiasih bernama Boy mengatakan kondisi pasar saat ini sangat buruk. Bukan hanya atap banyak yang jebol, namun keramik lantai juga terkelupas sehingga tidak nyaman untuk pedagang maupun pembeli. “Fasilitas umum seperti toilet juga tidak representatif, jorok dan kumuh,” katanya.
Boy juga meminta agar sistem drainase pasar diperbaiki sehingga air sisa berjualan para pedagang bisa terbuang dengan baik. Selain itu, sistem pengelolaan pengangkutan sampah juga terus ditingkatkan sehingga sampah bekas berjualan bisa langsung diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumurbatu.
Sementara itu, PT Mukti Sarana Abadi (MSA) selaku pihak ketiga yang membangun Pasar Jatiasih menyatakan telah menyediakan 500 tempat penampungan sementara untuk merelokasi para pedagang setempat. Lokasinya berada tepat di samping pasar sebelumnya dan kondisinya layak berupa kios dengan beberapa zona. “TPS untuk merelokasi dibangun dua blok. Dari dua blok itu kita bagi beberapa zona sesuai dengan keinginan para pedagang yang telah kita data,” kata Tio selaku Marketing PT MSA.
Saat ini ada 401 pedagang yang mendaftar bakal mengisi TPS dari total 500 pedagang di sana. Mereka bersedia direlokasi ke tempat baru dengan harapan proyek revitalisasi pasar tersebut segera dilakukan. Apalagi sejak ditetapkan sebagai pemenang tender proyek revitalisasi Pasar Jatiasih, PT MSA telah menjalankan seluruh kewajibannya sesuai poin tertuang dalam nota kesepakatan atau MoU.
Misalnya, sosialisasi, menetapkan harga kios, mendapat persetujuan pedagang, sampai dengan menyediakan TPS. Dari total 500 pedagang saat ini, yang menyatakan kesediaannya untuk direlokasi ada 480 pedagang. Persetujuan tersebut diperoleh langsung dari pedagang melalui tanda tangan.
(don)