Serobot Lahan PT KAI, Kejari Jakarta Barat Ciduk Anis
A
A
A
JAKARTA - Buronan korupsi penyerobotan lahan PT KAI, Anis Alwainy (68), diamankan Kejari Jakarta Barat. Ia diamankan setelah diburon selama dua tahun.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Patris Yusrian Jaya mengatakan, Anis Alwainy ditangkap di salah satu rumah kawasan Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (8/2/2019) lalu. "Beliau diamankan tanpa perlawanan," ujar Patris ketika dikonfirmasi, Minggu (10/2/2019).
Patris menjelaskan, Anis buron sekitar tahun 2017 lalu. Saat itu Mahkamah Agung (MA) memutuskan memvonis Anis selama 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta dengan membayar uang pengganti Rp39,72 miliar. Ia dianggap melanggar Pasal 2 Ayat 1 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun saat Jaksa mengeksekusinya, Anis melarikan diri. Pencegahan ke luar negeri dan menerbitkan DPO sudah dilakukan Kejari Jakbar.
Anis berhasil diamankan setelah pihaknya meminta bantuan Adhyaksa Monitoring Centre (AMC) atau sistem penyadapan milik Kejaksaan untuk memantau keberadaan yang bersangkutan. "Karena yang bersangkutan itu tidak ditemukan di rumah kediamannya di kawasan Gondangdia Kecil, Jakarta Pusat. Makanya kami meminta bantuan Adhyaksa Monitoring Centre untuk melacak keberadaannya," kata Patris.
Anis diketahui mantan Direktur PT Dwiputra Metropolitan. Kala itu ia menyerobot lahan milik PT KAI di kawasan Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat. Saat menjabat Direktur PT Dwiputra Metropolitan, Anis mengambil alih lahan di Jalan Kemukus Nomor 6-9, Pinangsia, Tamansari, Jakarta Barat, yang merupakan tanah hak pakai milik PT KAI atau sewaktu masih bernama PJKA seluas 62.218 meter per segi.
"Oleh terpidana tanah tersebut diambil alih dan sudah diproses menjadi hak guna bangunan No 2849/Pinangsia atas nama Dwiputra Metropolitan sehingga terjadi kerugian negara sebesar Rp39.000.723.165," kata Patris yang menyebut kasus tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
Patris mengatakan Anis Alwainy akan segera dikirim ke Lapas Cipinang untuk menjalani masa hukumannya. "Saat ini masih dilakukan pemeriksaan identitas dan juga kesehatan dan akan segera dieksekusi ke Lapas Cipinang," kata Patris. (Baca juga: Dirut Ditahan Kejari, PPJ Akui Salah dan Minta Keringanan)
Sementara itu, Anis Alwainy tak terima disebut koruptor atas lahan di Jalan Kemukus Nomor 6-9, Pinangsia, Tamansari, Jakarta Barat. Ia mengklaim lahan seluas 62.218 meter persegi itu merupakan warisan dari orang tuanya. Karenanya, ia pun memohon untuk membuat sertifikat atas lahan tersebut pada tahun 2003 dan sempat terbit. Barulah di tahun 2011 dirinya dituding mengambil alih lahan.
Anies menyebutkan semestinya kasus ini masuk ke ranah perdata, bukan ke kasus korupsi. "Saya pun menghadap ke Jamwas waktu itu Pak Marwan Effendi. Pak Marwan marah, kalau ada urusan tanah kasusnya perdata bukan korupsi," kata Anis yang mengakui sertifikat diterbitkan tanpa sogok menyogok.
Bahkan, Anis menilai penahanannya oleh Kejaksaan pada saat itu penuh kejanggalan. Sebab, ia ditahan tanpa ada Berita Acara Pemeriksaan (BAP). "Dua tahun saya enggak bisa di BAP. Tidak di BAP, tahu-tahu saya dimasukin di Cipinang tanpa BAP. Jadi saya mau tanya di negara ini keadilannya dimana," tutup Anis dengan nada tinggi.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Patris Yusrian Jaya mengatakan, Anis Alwainy ditangkap di salah satu rumah kawasan Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (8/2/2019) lalu. "Beliau diamankan tanpa perlawanan," ujar Patris ketika dikonfirmasi, Minggu (10/2/2019).
Patris menjelaskan, Anis buron sekitar tahun 2017 lalu. Saat itu Mahkamah Agung (MA) memutuskan memvonis Anis selama 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta dengan membayar uang pengganti Rp39,72 miliar. Ia dianggap melanggar Pasal 2 Ayat 1 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun saat Jaksa mengeksekusinya, Anis melarikan diri. Pencegahan ke luar negeri dan menerbitkan DPO sudah dilakukan Kejari Jakbar.
Anis berhasil diamankan setelah pihaknya meminta bantuan Adhyaksa Monitoring Centre (AMC) atau sistem penyadapan milik Kejaksaan untuk memantau keberadaan yang bersangkutan. "Karena yang bersangkutan itu tidak ditemukan di rumah kediamannya di kawasan Gondangdia Kecil, Jakarta Pusat. Makanya kami meminta bantuan Adhyaksa Monitoring Centre untuk melacak keberadaannya," kata Patris.
Anis diketahui mantan Direktur PT Dwiputra Metropolitan. Kala itu ia menyerobot lahan milik PT KAI di kawasan Pinangsia, Taman Sari, Jakarta Barat. Saat menjabat Direktur PT Dwiputra Metropolitan, Anis mengambil alih lahan di Jalan Kemukus Nomor 6-9, Pinangsia, Tamansari, Jakarta Barat, yang merupakan tanah hak pakai milik PT KAI atau sewaktu masih bernama PJKA seluas 62.218 meter per segi.
"Oleh terpidana tanah tersebut diambil alih dan sudah diproses menjadi hak guna bangunan No 2849/Pinangsia atas nama Dwiputra Metropolitan sehingga terjadi kerugian negara sebesar Rp39.000.723.165," kata Patris yang menyebut kasus tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
Patris mengatakan Anis Alwainy akan segera dikirim ke Lapas Cipinang untuk menjalani masa hukumannya. "Saat ini masih dilakukan pemeriksaan identitas dan juga kesehatan dan akan segera dieksekusi ke Lapas Cipinang," kata Patris. (Baca juga: Dirut Ditahan Kejari, PPJ Akui Salah dan Minta Keringanan)
Sementara itu, Anis Alwainy tak terima disebut koruptor atas lahan di Jalan Kemukus Nomor 6-9, Pinangsia, Tamansari, Jakarta Barat. Ia mengklaim lahan seluas 62.218 meter persegi itu merupakan warisan dari orang tuanya. Karenanya, ia pun memohon untuk membuat sertifikat atas lahan tersebut pada tahun 2003 dan sempat terbit. Barulah di tahun 2011 dirinya dituding mengambil alih lahan.
Anies menyebutkan semestinya kasus ini masuk ke ranah perdata, bukan ke kasus korupsi. "Saya pun menghadap ke Jamwas waktu itu Pak Marwan Effendi. Pak Marwan marah, kalau ada urusan tanah kasusnya perdata bukan korupsi," kata Anis yang mengakui sertifikat diterbitkan tanpa sogok menyogok.
Bahkan, Anis menilai penahanannya oleh Kejaksaan pada saat itu penuh kejanggalan. Sebab, ia ditahan tanpa ada Berita Acara Pemeriksaan (BAP). "Dua tahun saya enggak bisa di BAP. Tidak di BAP, tahu-tahu saya dimasukin di Cipinang tanpa BAP. Jadi saya mau tanya di negara ini keadilannya dimana," tutup Anis dengan nada tinggi.
(thm)