BPOM DKI Sebut Obat Daftar G Bisa Akibatkan Kecanduan dan Halusinasi
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) DKI Jakarta mengatakan bahwa obat yang masuk daftar G harus melalui resep dokter. Karena jika dikonsumsi sembarangan dampak yang terjadi bisa seperti narkoba, yakni kecanduan dan membuat halusinasi.
Kepala BPOM DKI, Zulfikar mengatakan, obat-obatan daftar G itu sejatinya boleh diperjualbelikan ke pasaran. Namun, penjualannya dilakukan di Apotek resmi dan harus menggunakan resep dokter.
"Sedang obat daftar G di kasus yang diungkap Polda Metro Jaya itu, itu dijual di toko kosmetik tanpa resep dokter, itu jelas pelanggaran," ujarnya pada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (7/2/2019).
Selain itu, kata dia, untuk obat jenis Tramadol itu diproduksi terakhir kalinya pada tahun 2015 silam, sedang obat yang beredar di pasar sebagaimana yang diungkap Polda Metro Jaya itu tertulis tanggal ED-nya hingga 2022. (Baca: Jual Pil Kuning, Polisi Ciduk Tujuh Pemilik Toko Kosmetik )
Maka itu, dia pun curiga jangan-jangan obat itu diproduksi bukan dari perusahaan resmi. "Selain itu, identitas obatnya pun tak jelas, tak ada labelnya, namanya, dosisinya juga, hanya terbungkus kecil-kecil saja," tuturnya.
Dia menambahkan, penggunaan obat daftar G tanpa disertai resep dokter itu, bisa mengakibatkan kecanduan sebagaimana penggunaan narkotika, apalagi dalam jangka waktu lama.
Obat itu jenis tramadol biasanya dipakai untuk terapi bagi orang yang memiliki penyakit Schizophrenia atau sejenis sakit jiwa, tapi sesuai dosis dan anjuran dokter.
"Bila tanpa resep dokter, ini bisa menimbulkan efek halusinasi dan bila digunakan dengan jangka panjang bisa hancur (kondisi) mental seseorang. Tentunya ini bisa menghancurkan generasi muda apalagi yang menggunakan anak muda," katanya.
Kepala BPOM DKI, Zulfikar mengatakan, obat-obatan daftar G itu sejatinya boleh diperjualbelikan ke pasaran. Namun, penjualannya dilakukan di Apotek resmi dan harus menggunakan resep dokter.
"Sedang obat daftar G di kasus yang diungkap Polda Metro Jaya itu, itu dijual di toko kosmetik tanpa resep dokter, itu jelas pelanggaran," ujarnya pada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (7/2/2019).
Selain itu, kata dia, untuk obat jenis Tramadol itu diproduksi terakhir kalinya pada tahun 2015 silam, sedang obat yang beredar di pasar sebagaimana yang diungkap Polda Metro Jaya itu tertulis tanggal ED-nya hingga 2022. (Baca: Jual Pil Kuning, Polisi Ciduk Tujuh Pemilik Toko Kosmetik )
Maka itu, dia pun curiga jangan-jangan obat itu diproduksi bukan dari perusahaan resmi. "Selain itu, identitas obatnya pun tak jelas, tak ada labelnya, namanya, dosisinya juga, hanya terbungkus kecil-kecil saja," tuturnya.
Dia menambahkan, penggunaan obat daftar G tanpa disertai resep dokter itu, bisa mengakibatkan kecanduan sebagaimana penggunaan narkotika, apalagi dalam jangka waktu lama.
Obat itu jenis tramadol biasanya dipakai untuk terapi bagi orang yang memiliki penyakit Schizophrenia atau sejenis sakit jiwa, tapi sesuai dosis dan anjuran dokter.
"Bila tanpa resep dokter, ini bisa menimbulkan efek halusinasi dan bila digunakan dengan jangka panjang bisa hancur (kondisi) mental seseorang. Tentunya ini bisa menghancurkan generasi muda apalagi yang menggunakan anak muda," katanya.
(ysw)