Pelarangan Pakai Ponsel saat Nyetir, Polisi: Demi Keselamatan Bersama
A
A
A
JAKARTA - Polda Metro Jaya menyatakan sangat mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan uji materi Undang-Undang (UU) 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terkait penggunaan Global Positioning System (GPS) di telepon seluler saat berkendara. Sebab jika diperbolehkan bisa membahayakan pengguna maupun orang lain di jalanan.
"Memang seperti itu. Putusan MK itu tidak mau bertolak belakang dengan Undang-Undang Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di situ diatur tentang konsentrasi berkendara dalam UU Lalu Lintas," ujar Kasubdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, Kompol Herman Ruswandi, saat dikonfirmasi, Sabtu (2/2/2019).
Herman memandang apabila penggunaan GPS diperbolehkan bisa membahayakan. Maka itu, ia menilai putusan MK yang menolak uji materi Pasal 106 ayat 1 dan 283 UU yang diajukan oleh Toyota Soluna Community, sudah sangat tepat. (Baca juga: Mahkamah Konstitusi Tetap Larang Berkendara Pakai GPS)
"Di situ (UU) sudah diatur bahwasanya apapun bentuknya, yang sifatnya membahayakan lalin ( kecelakaan lalu lintas ) pasti ditolak," tuturnya.
Dengan ditolaknya uji materi tersebut, polisi mengingatkan dan mengimbau kepada pengendara agar tidak menggunakan telepon genggam saat berkendara, sekalipun untuk memakai GPS. Sebab hal itu dapat membahayakan diri sendiri saat berkendara, juga orang lain di jalan raya.
"Pastinya hukuman yang berorientasi kepada denda dan kurungan. Dua bulan kurungan dan denda Rp250 ribu," katanya.
(Baca juga: Alasan Polisi Larang Pengendara Mendengarkan Musik dan Gunakan GPS)
Diketahui, permohonan uji materi tersebut ditolak MK yang tercantum daftar putusan pada 24 Januari 2019, dan dibacakan di sidang pleno MK pada 30 Januari 2019. MK beralasan, semua gugatan yang diajukan tidak beralasan menurut hukum.
Artinya, pengoperasian ponsel untuk kegiatan apapun yang bisa mengurangi konsentrasi, itu dianggap melanggar aturan. Sanksinya adalah kurungan tiga bulan penjara atau denda maksimal Rp750 ribu.
"Memang seperti itu. Putusan MK itu tidak mau bertolak belakang dengan Undang-Undang Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di situ diatur tentang konsentrasi berkendara dalam UU Lalu Lintas," ujar Kasubdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, Kompol Herman Ruswandi, saat dikonfirmasi, Sabtu (2/2/2019).
Herman memandang apabila penggunaan GPS diperbolehkan bisa membahayakan. Maka itu, ia menilai putusan MK yang menolak uji materi Pasal 106 ayat 1 dan 283 UU yang diajukan oleh Toyota Soluna Community, sudah sangat tepat. (Baca juga: Mahkamah Konstitusi Tetap Larang Berkendara Pakai GPS)
"Di situ (UU) sudah diatur bahwasanya apapun bentuknya, yang sifatnya membahayakan lalin ( kecelakaan lalu lintas ) pasti ditolak," tuturnya.
Dengan ditolaknya uji materi tersebut, polisi mengingatkan dan mengimbau kepada pengendara agar tidak menggunakan telepon genggam saat berkendara, sekalipun untuk memakai GPS. Sebab hal itu dapat membahayakan diri sendiri saat berkendara, juga orang lain di jalan raya.
"Pastinya hukuman yang berorientasi kepada denda dan kurungan. Dua bulan kurungan dan denda Rp250 ribu," katanya.
(Baca juga: Alasan Polisi Larang Pengendara Mendengarkan Musik dan Gunakan GPS)
Diketahui, permohonan uji materi tersebut ditolak MK yang tercantum daftar putusan pada 24 Januari 2019, dan dibacakan di sidang pleno MK pada 30 Januari 2019. MK beralasan, semua gugatan yang diajukan tidak beralasan menurut hukum.
Artinya, pengoperasian ponsel untuk kegiatan apapun yang bisa mengurangi konsentrasi, itu dianggap melanggar aturan. Sanksinya adalah kurungan tiga bulan penjara atau denda maksimal Rp750 ribu.
(thm)