Tangsel Endemi Demam Berdarah Dengue, Tercatat 3 Warga Meninggal Dunia
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Kasus Demam Berdarah (DB) dan Demam Berdarah Dengue (DBD), di Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, cukup tinggi dalam tiga bulan belakangan ini. Berdasarkan data DInkes Tangsel, dalam tiga bulan belakangan ini, ratusan orang terkena DBD dan tiga orang diantaranya meninggal dunia.
Kepala Seksi Surveilans, Imunisasi dan Penanggulangan Krisis pada Dinas Kesehatan Kota Tangsel Aprilia Krisliana mengatakan, saat ini pihaknya masih menghitung berapa jumlah warga yang terkena DBD belakangan ini.
"Kalau data riilnya kita masih krosek dari rumah sakit dan puskesmas. Yang kita masukin datanya, yang DBD. Kalau yang DB ada juga. Banyak bahkan," kata Aprilia, kepada SINDOnews, Selasa (22/1/2019).
Dilanjutkan dia, data penderita DBD dan DB di Kota Tangsel, selalu diupdate setiap bulannya. Pihaknya masih menunggu jumlah riil penderita DB dan DBD yang ada.
"Kalau yang bulan November 2018 kemarin, kami sudah ada datanya. Jumlahnya sekira 50 orang untuk DB dan DBD. Pada Desember 2018, penderitanya mengalami kenaikan, hingga bulan Januari ini," jelasnya.
Kenaikan jumlah penderita DB dan DBD ini, katanya terkait siklus 5 tahunan. Tidak hanya di wilayah Tangsel, menurut Aprilia, kenaikan penderita DB dan DBD ini juga terjadi hampir merata di wilayah Indonesia.
"Naik, seluruh Indonesia juga naik. Dari akhir Desember 2018 memang naik, karena sesuai dengan kondisi alam juga. Ini kan virus juga. Jadi kita tidak akan bisa nebak, kapan penyakit itu datang," sambungnya.
Pada Januari ini, penderita DBD sudah ada yang meninggal satu orang, di wilayah Situ Gintung, Ciputat Timur. Kematian ini menambah jumlah korban di tahun 2018.
"Di tahun 2018 lalu, ada dua yang meninggal karena terkena DBD. Pertama di wilayah Pondok Aren, dan di Setu. Kalau daerah sebaran penyakit DB dan DBD ini seluruhnya merata di setiap kecamatan," ungkapnya.
Dari 7 kecamatan di Kota Tangsel, Setu dan Serpong merupakan wilayah yang warganya paling banyak terkena DB dan DBD. Hal itu terjadi karena daerah ini adalah perbatasan.
Koordinator Program Demam Berdarah, pada Seksi Surveilans, Imunisasi dan Penanggulangan Krisis Dinkes Tangsel Supriyadi menambahkan, pihaknya sudah maksimal melakukan upaya pencegahan.
"Sejauh ini, tindakan atau antisipasi yang bisa kita lakukan hanya foging, tapi secara kontinuw diserahkan kepada warga masing-masing. Kalau penegahan, kita sudah cukup maksimal," terang Supriyadi.
Pihaknya bahkan sudah mengeluarkan surat edaran, ke puskesmas-puskesmas, agar waspada terjadinya wabah demam berdarah. Terutama saat cuaca seperti ini.
"Kita sudah membuat surat antisipasi DBD ke Puskesmas untuk berkoodinasi dengan RT/RW, Lurah, Camat, karena DBD adanya di tengah lingkungan. Agar sama-sama memberantas jumantik itu," sambungnya.
Pihaknya pun mengimbau kepada warga, untuk rutin melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), agar terhindar dari wabah demam berdarah yang mengancam.
"Meski demikian, masih belum bisa dibilang endemi, karena daerah yang dikatakan endemi DBD, jika 3 tahun berturut-turut ada warganya yang terkena. Itu pun jika ada yang melapor dan tercatat," paparnya lagi.
Kepala Seksi Surveilans, Imunisasi dan Penanggulangan Krisis pada Dinas Kesehatan Kota Tangsel Aprilia Krisliana mengatakan, saat ini pihaknya masih menghitung berapa jumlah warga yang terkena DBD belakangan ini.
"Kalau data riilnya kita masih krosek dari rumah sakit dan puskesmas. Yang kita masukin datanya, yang DBD. Kalau yang DB ada juga. Banyak bahkan," kata Aprilia, kepada SINDOnews, Selasa (22/1/2019).
Dilanjutkan dia, data penderita DBD dan DB di Kota Tangsel, selalu diupdate setiap bulannya. Pihaknya masih menunggu jumlah riil penderita DB dan DBD yang ada.
"Kalau yang bulan November 2018 kemarin, kami sudah ada datanya. Jumlahnya sekira 50 orang untuk DB dan DBD. Pada Desember 2018, penderitanya mengalami kenaikan, hingga bulan Januari ini," jelasnya.
Kenaikan jumlah penderita DB dan DBD ini, katanya terkait siklus 5 tahunan. Tidak hanya di wilayah Tangsel, menurut Aprilia, kenaikan penderita DB dan DBD ini juga terjadi hampir merata di wilayah Indonesia.
"Naik, seluruh Indonesia juga naik. Dari akhir Desember 2018 memang naik, karena sesuai dengan kondisi alam juga. Ini kan virus juga. Jadi kita tidak akan bisa nebak, kapan penyakit itu datang," sambungnya.
Pada Januari ini, penderita DBD sudah ada yang meninggal satu orang, di wilayah Situ Gintung, Ciputat Timur. Kematian ini menambah jumlah korban di tahun 2018.
"Di tahun 2018 lalu, ada dua yang meninggal karena terkena DBD. Pertama di wilayah Pondok Aren, dan di Setu. Kalau daerah sebaran penyakit DB dan DBD ini seluruhnya merata di setiap kecamatan," ungkapnya.
Dari 7 kecamatan di Kota Tangsel, Setu dan Serpong merupakan wilayah yang warganya paling banyak terkena DB dan DBD. Hal itu terjadi karena daerah ini adalah perbatasan.
Koordinator Program Demam Berdarah, pada Seksi Surveilans, Imunisasi dan Penanggulangan Krisis Dinkes Tangsel Supriyadi menambahkan, pihaknya sudah maksimal melakukan upaya pencegahan.
"Sejauh ini, tindakan atau antisipasi yang bisa kita lakukan hanya foging, tapi secara kontinuw diserahkan kepada warga masing-masing. Kalau penegahan, kita sudah cukup maksimal," terang Supriyadi.
Pihaknya bahkan sudah mengeluarkan surat edaran, ke puskesmas-puskesmas, agar waspada terjadinya wabah demam berdarah. Terutama saat cuaca seperti ini.
"Kita sudah membuat surat antisipasi DBD ke Puskesmas untuk berkoodinasi dengan RT/RW, Lurah, Camat, karena DBD adanya di tengah lingkungan. Agar sama-sama memberantas jumantik itu," sambungnya.
Pihaknya pun mengimbau kepada warga, untuk rutin melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), agar terhindar dari wabah demam berdarah yang mengancam.
"Meski demikian, masih belum bisa dibilang endemi, karena daerah yang dikatakan endemi DBD, jika 3 tahun berturut-turut ada warganya yang terkena. Itu pun jika ada yang melapor dan tercatat," paparnya lagi.
(ysw)