Pembangunan Jalan Provinsi di Serpong Mudahkan Akses Perumahan Elite
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Pembangunan jalan alternatif provinsi di Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, ditenggarai untuk kepentingan warga perumahan elite Banara.
Direktur Pemasaran Banara Serpong Andreas Audyanto mengatakan, pihak Banara telah berkoordinasi dengan pejabat lurah atau kepala desa sekitar untuk membangun jalan yang diklaim milik Puspitek tersebut.
"Kita enggak tahu, kenapa kok tiba-tiba para pensiunan Puspitek itu demonstrasi dan mengatakan pihak Banara terlibat. Padahal kita tidak pernah terlibat," kata Audy, kepada KORAN SINDO di BSD City, kemarin.
Pada awalnya, pihak Banara akan membuat jalan di bawah jalur sutet. Namun, tidak mendapat izin dari pihak Puspitek. Lalu dari warga sekitar minta CSR perbaikan jalan.
"Lalu dari masyarakat minta jalan diperbaiki. Kebetulan saat itu Puspitek geser pagar dan akses kita jadi tidak ada. Lalu saya tanya lurah atau kades. Katanya tanah Puspitek berada di balik pagar beton," sambung Audy.
Saat pihak kelurahan memberikan surat keterangan tertulis yang menyatakan lahan itu bukan milik Puspitek, baru kemudian pihaknya melakukan perbaikan jalan. Sayang, dia tidak menunjukan SK tersebut.
"Kita minta surat keterangan bahwa tanah itu bukan lahan Puspitek. Makanya kita bangun jalan itu. Jadi itu bukan lahan milik Puspitek. Sama kepala Puspitek saja, kita belum pernah ketemuan," ungkapnya.
Awalnya, akses jalan sepanjang 1,3 KM menuju Banara itu hanya bisa dilewati satu mobil saja. Saat ini, setelah jalan diperbaiki dan bagus bisa dilewati oleh dua mobil.
"Itu bagian dari CSR kita. Sebenarnya itu enggak seberapa. Tapi kita lihat kepentingan warga sekitar, terutama dalam peningkatan ekonomi warga di sekitar di Banara. Warga mengaku banyak yang terbantu," jelas Audy.
Sehingga, jika pembangunan jalan dianggap merugikan warga, pihaknya merasa sangat keberatan. Apalagi, jika dihubungkan dengan pembangunan jalan provinsi yang pihaknya tidak tahu menahu sebelumnya.
"Tetapi yang jelas, kita pengembang tidak terlibat sama sekali dalam perencanaan pembangunan jalan provinsi itu. Jadi kita tidak ada urusan dengan itu," ungkapnya.
Pembangunan jalan alternatif provinsi ini, rencananya akan mengintegrasikan jalan provinsi dari prapatan Muncul ke kawasan Gunung Sindur, menyambungkan Kota Tangsel dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Ketua Persatuan Pioner Penghuni Rumah Negara Puspiptek (P3RNP) Pardamean Sebayang menambahkan, warga pensiunan Puspitek menolak pembangunan jalan itu.
"Warga menolak pemanfaatan lahan aset negara milik Puspiptek untuk fasilitas jalan perumahan Banara Serpong. Karena mengorbankan kepentingan masyarakat, untuk pengembang," ungkap Pardamean.
Dikatakan dia, lahan berupa gang di Jalan Rajawali itu awalnya memiliki lebar sekira 6 meter. Namun sejak pembangunan Perumahan Banara Serpong tahun 2014 lalu, jalannya diperlebar menjadi 30 meter.
"Kami punya bukti, bahwa pembangunan di jalan itu menyerobot tanah Puspitek, dan CSR yang dipakai bukan di jalan umum. Tetapi menggeser lahan negara," terangnya.
Sambil menunjukkan poto jalan sebelum dibangun, Pardamean menjelaskan, pembangunan jalan untuk perumahan itu dan rencana pembangunan jalan alternatif provinsi itu untuk warga perumahan elite.
"Sekarang mana ada pembangunan jalan provinsi berkelok-kelok begitu. Apalagi jalan yang dibangun itu memang punya negara, aset dari Puspitek," sambung Pardamean.
Lebih jauh, Pardamean juga meminta pihak Puspitek untuk ikut menolak akses jalan untuk pihak swasta itu. Namun, sejauh ini upaya tersebut tidak pernah dilakukan.
Kepala Bidang Sarana Kawasan Puspiptek Dwi Wiratno mengatakan, pihak Puspiptek telah telah berkoordinasi dengan Pemprov Banten, Jawa Barat, Tangsel, Jabar, Bogor, DJKN Kemenkeu, dan stakeholder terkait.
"Terkait dengan jalan yang kebetulan nantinya jadi jalan perumahan, hal itu hanya kebetulan saja. Karena mereka kebetulan berbatasan dengan Puspiptek dan hanya memiliki akses jalan inspeksi," jelasnya.
Sebelum ada rencana pemindahan jalan ini, sambung Dwi, pihaknya juga telah mengirimkan permohonan akses jalan yang melalui lahan Puspiptek pada tahun 2014, tetapi saat itu mendapatkan penolakan.
Terpisah, Awang, warga sekitar mengaku, dirinya manyambut baik rencana pembangunan jalan alternatif provinsi itu, karena akan membuat pertumbuhan ekonomi warga menjadi semakin baik lagi.
"Saya merasakan dengan adanya jalan ini. Warung-warung banyak tumbuh, begitupun dengan toko material. Ekonomi warga menjadi semakin bergeliat. Tidak seperti dulu, sepi dan ekonomi lesu," pungkasnya.
Direktur Pemasaran Banara Serpong Andreas Audyanto mengatakan, pihak Banara telah berkoordinasi dengan pejabat lurah atau kepala desa sekitar untuk membangun jalan yang diklaim milik Puspitek tersebut.
"Kita enggak tahu, kenapa kok tiba-tiba para pensiunan Puspitek itu demonstrasi dan mengatakan pihak Banara terlibat. Padahal kita tidak pernah terlibat," kata Audy, kepada KORAN SINDO di BSD City, kemarin.
Pada awalnya, pihak Banara akan membuat jalan di bawah jalur sutet. Namun, tidak mendapat izin dari pihak Puspitek. Lalu dari warga sekitar minta CSR perbaikan jalan.
"Lalu dari masyarakat minta jalan diperbaiki. Kebetulan saat itu Puspitek geser pagar dan akses kita jadi tidak ada. Lalu saya tanya lurah atau kades. Katanya tanah Puspitek berada di balik pagar beton," sambung Audy.
Saat pihak kelurahan memberikan surat keterangan tertulis yang menyatakan lahan itu bukan milik Puspitek, baru kemudian pihaknya melakukan perbaikan jalan. Sayang, dia tidak menunjukan SK tersebut.
"Kita minta surat keterangan bahwa tanah itu bukan lahan Puspitek. Makanya kita bangun jalan itu. Jadi itu bukan lahan milik Puspitek. Sama kepala Puspitek saja, kita belum pernah ketemuan," ungkapnya.
Awalnya, akses jalan sepanjang 1,3 KM menuju Banara itu hanya bisa dilewati satu mobil saja. Saat ini, setelah jalan diperbaiki dan bagus bisa dilewati oleh dua mobil.
"Itu bagian dari CSR kita. Sebenarnya itu enggak seberapa. Tapi kita lihat kepentingan warga sekitar, terutama dalam peningkatan ekonomi warga di sekitar di Banara. Warga mengaku banyak yang terbantu," jelas Audy.
Sehingga, jika pembangunan jalan dianggap merugikan warga, pihaknya merasa sangat keberatan. Apalagi, jika dihubungkan dengan pembangunan jalan provinsi yang pihaknya tidak tahu menahu sebelumnya.
"Tetapi yang jelas, kita pengembang tidak terlibat sama sekali dalam perencanaan pembangunan jalan provinsi itu. Jadi kita tidak ada urusan dengan itu," ungkapnya.
Pembangunan jalan alternatif provinsi ini, rencananya akan mengintegrasikan jalan provinsi dari prapatan Muncul ke kawasan Gunung Sindur, menyambungkan Kota Tangsel dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Ketua Persatuan Pioner Penghuni Rumah Negara Puspiptek (P3RNP) Pardamean Sebayang menambahkan, warga pensiunan Puspitek menolak pembangunan jalan itu.
"Warga menolak pemanfaatan lahan aset negara milik Puspiptek untuk fasilitas jalan perumahan Banara Serpong. Karena mengorbankan kepentingan masyarakat, untuk pengembang," ungkap Pardamean.
Dikatakan dia, lahan berupa gang di Jalan Rajawali itu awalnya memiliki lebar sekira 6 meter. Namun sejak pembangunan Perumahan Banara Serpong tahun 2014 lalu, jalannya diperlebar menjadi 30 meter.
"Kami punya bukti, bahwa pembangunan di jalan itu menyerobot tanah Puspitek, dan CSR yang dipakai bukan di jalan umum. Tetapi menggeser lahan negara," terangnya.
Sambil menunjukkan poto jalan sebelum dibangun, Pardamean menjelaskan, pembangunan jalan untuk perumahan itu dan rencana pembangunan jalan alternatif provinsi itu untuk warga perumahan elite.
"Sekarang mana ada pembangunan jalan provinsi berkelok-kelok begitu. Apalagi jalan yang dibangun itu memang punya negara, aset dari Puspitek," sambung Pardamean.
Lebih jauh, Pardamean juga meminta pihak Puspitek untuk ikut menolak akses jalan untuk pihak swasta itu. Namun, sejauh ini upaya tersebut tidak pernah dilakukan.
Kepala Bidang Sarana Kawasan Puspiptek Dwi Wiratno mengatakan, pihak Puspiptek telah telah berkoordinasi dengan Pemprov Banten, Jawa Barat, Tangsel, Jabar, Bogor, DJKN Kemenkeu, dan stakeholder terkait.
"Terkait dengan jalan yang kebetulan nantinya jadi jalan perumahan, hal itu hanya kebetulan saja. Karena mereka kebetulan berbatasan dengan Puspiptek dan hanya memiliki akses jalan inspeksi," jelasnya.
Sebelum ada rencana pemindahan jalan ini, sambung Dwi, pihaknya juga telah mengirimkan permohonan akses jalan yang melalui lahan Puspiptek pada tahun 2014, tetapi saat itu mendapatkan penolakan.
Terpisah, Awang, warga sekitar mengaku, dirinya manyambut baik rencana pembangunan jalan alternatif provinsi itu, karena akan membuat pertumbuhan ekonomi warga menjadi semakin baik lagi.
"Saya merasakan dengan adanya jalan ini. Warung-warung banyak tumbuh, begitupun dengan toko material. Ekonomi warga menjadi semakin bergeliat. Tidak seperti dulu, sepi dan ekonomi lesu," pungkasnya.
(mhd)