Hanya Turbin Pesawat Lion Air JT610 yang Utuh
A
A
A
JAKARTA - Kapushidrosal Laksamana Muda TNI Harjo Susmoro mengatakan, bahwa kecelakaan Air Asia QZ8510 pada 2015 lalu sangpilot masih bisa mengendalikan kecepatan. Akibatnya, dampak dari kecelakaan tidak terlalu parah dibanding Lion Air JT610.
"Mungkin karena kejadiannya beda dengan pada saat Air Asia. Kalau Air Asia itu terkena turbulensi pilot masih berusaha mengendalikan, kecepatan masih bisa dikendalikan hingga akhirnya dia jatuh dengan kecepatan yang relatif gak kencang seperti sekarang," ujarnya kepada wartawan, Minggu (4/11/2018).
Namun untuk Lion Air JT610, kata Harjo, kecepatan sebelum kecelakaan cukup tinggi."Kalau sekarang ini Lion Air kita masih belum tau tapi kalau dari jejak penerbangan yang melalui flight radar itu kan sampai dengan kecepatan terakhir hilang itu kecepatan 350 knot berarti kurang lebih diatas 550 km per jam," lanjutnya.
Selama tujuh hari pencarian, lanjutnya, hanya turbin pesawat yang masih dalam keadaan utuh. Untuk bodi pesawat sudah hancur bahkan blackbox pun sampai terbagi dua bagian
"Bisa dibayangkan kecepatan segitu dan menghantam permukaan air, kalau dengan kecepatan segitu air sudah tidak lunak lagi. Makanya hancur ya, yang kita dapatkan sampai detik ini bagian-bagian yang keras saja yang tidak rusak, contoh turbin yang sekarang kita dapatkan bagian besar kan," terangnya.
"Itu gak mungkin hancur karena memang keras, benda paling keras. Tapi yang lain-lain body segala macam sudah berserakan gak karuan dan Insya Allah sampai dengan sekarang kita belum mendapatkan jasad manusia yang utuh, subhanallah. Karena hantamannya begitu keras. Kalau misalnya tadi lebih besar karena masih ada waktu SAR kita akan coba cari untuk meyakinkan," sambungnya.
Menurut dugaan Harjo, pecahan dari bangkai pesawat Lion Air JT610 sudah menjauh dari titik lost contact. "Tapi sapuan untuk KRI Rigel ini sudah sampai kurang lebih di atas 80 km persegi belum menemukan. Jadi kalau logikanya sudah radius 10 km sudah gak ketemu, itu cukup luas itu," tandasnya.
"Mungkin karena kejadiannya beda dengan pada saat Air Asia. Kalau Air Asia itu terkena turbulensi pilot masih berusaha mengendalikan, kecepatan masih bisa dikendalikan hingga akhirnya dia jatuh dengan kecepatan yang relatif gak kencang seperti sekarang," ujarnya kepada wartawan, Minggu (4/11/2018).
Namun untuk Lion Air JT610, kata Harjo, kecepatan sebelum kecelakaan cukup tinggi."Kalau sekarang ini Lion Air kita masih belum tau tapi kalau dari jejak penerbangan yang melalui flight radar itu kan sampai dengan kecepatan terakhir hilang itu kecepatan 350 knot berarti kurang lebih diatas 550 km per jam," lanjutnya.
Selama tujuh hari pencarian, lanjutnya, hanya turbin pesawat yang masih dalam keadaan utuh. Untuk bodi pesawat sudah hancur bahkan blackbox pun sampai terbagi dua bagian
"Bisa dibayangkan kecepatan segitu dan menghantam permukaan air, kalau dengan kecepatan segitu air sudah tidak lunak lagi. Makanya hancur ya, yang kita dapatkan sampai detik ini bagian-bagian yang keras saja yang tidak rusak, contoh turbin yang sekarang kita dapatkan bagian besar kan," terangnya.
"Itu gak mungkin hancur karena memang keras, benda paling keras. Tapi yang lain-lain body segala macam sudah berserakan gak karuan dan Insya Allah sampai dengan sekarang kita belum mendapatkan jasad manusia yang utuh, subhanallah. Karena hantamannya begitu keras. Kalau misalnya tadi lebih besar karena masih ada waktu SAR kita akan coba cari untuk meyakinkan," sambungnya.
Menurut dugaan Harjo, pecahan dari bangkai pesawat Lion Air JT610 sudah menjauh dari titik lost contact. "Tapi sapuan untuk KRI Rigel ini sudah sampai kurang lebih di atas 80 km persegi belum menemukan. Jadi kalau logikanya sudah radius 10 km sudah gak ketemu, itu cukup luas itu," tandasnya.
(sms)