Kisah Co-Pilot Lion Air JT-610, dari Gigi Bolong hingga Mobil-Mobilan
A
A
A
TANGERANG - Tidak ada bendera kuning di rumah berwarna krem, bernomor F19, di Perumahan Serpong Green Park 2, Kelurahan Ciater, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, itu. Namun seisi rumah tampak berkabung dan terus menanti kabar kepastian.
Terlihat sejumlah perempuan, anggota keluarga inti dan sanak saudara yang datang dari Bekasi dan luar kota lainnya. Tenda ukuran besar pun langsung dipasang di depan rumah yang berada di depan masjid Bustanul Akhdhor itu. Satu persatu tetangga datang, memberi semangat, dan berempati terhadap pihak keluarga.
Di sinilah, Co-Pilot maskapai Lion Air JT-610, yang jatuh Senin pagi, yakni Harvino, tinggal bersama istrinya Farida Kurnia Wati, dan ketiga anaknya masing-masing Khansa (8), Rava (6), dan Halik (10 bulan).
Vinny Wulandari, adik kandung Harvino, masih tampak berdua mendengar kabar pesawat Lion Air yang ditumpangi adiknya jatuh. Sambil memegangi bingkai foto kakaknya, Vivi duduk termangu di depan rumah. Meski begitu, ia masih menaroh harapan besar kakaknya selamat dari kecelakaan pesawat itu.
"Saya tahunya dari medsos. Teman saya telepon pakai Facebook masanger. Saya masih belum percaya, karena saya tahunya dia enggak boleh terbang," kata Vinny memulai percakapan.
Dua pekan lalu, sebelum kecelakaan ini terjadi, Vino bercerita kepada pihak keluarga bahwa dirinya tidak boleh terbang karena giginya satu bolong. Dua hari lalu, Vino juga masih sempat bicara dengannya.
"Dia giginya bolong satu, lalu saya tanya Mbak Nia, ternyata sudah selesai dan boleh terbang lagi. Itu dua minggu sebelum kejadian, makanya telepon lagi," terangnya.
Begitu mendengar kejadian ini, Vinny dari Kuningan, Jakarta, langsung berangkat ke rumah Vino di Serpong. Dia juga langsung menghubungi keluarga besar memberitahukan kabar duka tersebut.
"Saya langsung tanya di grup keluarga, Vino mana Vino? Lalu ada yang jawab, ohh yang Lion itu yah. Saya jawab, itu pesawat Vino. Kita langsung ke rumah Vino. Keluarga sudah ke lokasi, dan saya nyusul," paparnya.
Air mata langsung jatuh dari mata Vinny. Dirinya menangis. Saat dirinya menelpon Nia, istri Vino, ternyata Nia tidak mengangkat, sehingga dirinya pu panik. Sejak pesawat jatuh, sekitar pukul 06.33 WIB hingga pukul 09.30 WIB, istri Alvino masih belum mengetahui kabar duka itu menimpa keluarganya. Mereka hanya mengetahui, ada pesawat jatuh dari sejumlah media.
"Istrinya masih belum tahu juga. Saya juga belum tahu berita pastinya. Makanya saya bilang kakak saya, tolong kasih tahu, Lion Air gimana. Ternyata benar. Mbak Nia akhirnya tahu dari tetangga," ucapnya.
Sebagai orang yang sangat dekat dengan Vino, Vinny mengaku sangat syok. Namun jauh lebih syok tentu saja istrinya Vino, Farida Kurnia Wati. Dia mengurung diri dan banyak terdiam. "Saya nangis. Saya paling dekat dengan dia. Saya terakhir ngobrol dengan dia (Vino) dua hari yang lalu. Saat itu dia minta mobil-mobilan," jelasnya.
Mobil-mobilan itu merupakan pemberian ayah mereka untuk anak Vinny. Vino mengaku senang dengan mobil-mobilan itu dan ingin memberikannya kepada anak lelakinya.
Hal yang sama diungkapkan Eddy Fadil Rahman, paman Vino. Saat kecil Vino memang sudah bercita-cita menjadi pilot. Apalagi, almarhum ayahnya bekerja sebagai otoritas di Bandara Soetta.
"Dia dari kecil memang ingin jadi pilot. Bahkan sering kita ledeki, badannya agak sedang dan gemuk. Maksudnya sesuai atau tidak jadi pilot. Saat itu reaksi Vino biasa saja, dia tidak mudah marah," jelasnya.
Bulan Ramadan lalu, dirinya pernah bertanya secara langsung kepada Vino, apakah tidak takut terbang. Sebab, istrinya baru terbang ke Yogya saja sudah takut. "Dia jawab biasa saja. Katanya, kalau ada kecelakaan itu sudah musibah," sebut Eddy menirukan ucapan Vino.
Dia dan pihak keluarga masih berharap Vino dan penumpang lainnya bisa segera ditemukan. Sehingga pihak keluarga jadi yakin bahwa Vino benar-benar sudah meninggal dunia.
"Kami masih percaya dengan proses pencarian yang dilakukan pemerintah dan mukjizat Allah. Kan kuasa Allah lain lagi. Seperti bencana di Palu itu, yang di luar kuasa kita, bisa saja terjadi," pungkasnya.
Terlihat sejumlah perempuan, anggota keluarga inti dan sanak saudara yang datang dari Bekasi dan luar kota lainnya. Tenda ukuran besar pun langsung dipasang di depan rumah yang berada di depan masjid Bustanul Akhdhor itu. Satu persatu tetangga datang, memberi semangat, dan berempati terhadap pihak keluarga.
Di sinilah, Co-Pilot maskapai Lion Air JT-610, yang jatuh Senin pagi, yakni Harvino, tinggal bersama istrinya Farida Kurnia Wati, dan ketiga anaknya masing-masing Khansa (8), Rava (6), dan Halik (10 bulan).
Vinny Wulandari, adik kandung Harvino, masih tampak berdua mendengar kabar pesawat Lion Air yang ditumpangi adiknya jatuh. Sambil memegangi bingkai foto kakaknya, Vivi duduk termangu di depan rumah. Meski begitu, ia masih menaroh harapan besar kakaknya selamat dari kecelakaan pesawat itu.
"Saya tahunya dari medsos. Teman saya telepon pakai Facebook masanger. Saya masih belum percaya, karena saya tahunya dia enggak boleh terbang," kata Vinny memulai percakapan.
Dua pekan lalu, sebelum kecelakaan ini terjadi, Vino bercerita kepada pihak keluarga bahwa dirinya tidak boleh terbang karena giginya satu bolong. Dua hari lalu, Vino juga masih sempat bicara dengannya.
"Dia giginya bolong satu, lalu saya tanya Mbak Nia, ternyata sudah selesai dan boleh terbang lagi. Itu dua minggu sebelum kejadian, makanya telepon lagi," terangnya.
Begitu mendengar kejadian ini, Vinny dari Kuningan, Jakarta, langsung berangkat ke rumah Vino di Serpong. Dia juga langsung menghubungi keluarga besar memberitahukan kabar duka tersebut.
"Saya langsung tanya di grup keluarga, Vino mana Vino? Lalu ada yang jawab, ohh yang Lion itu yah. Saya jawab, itu pesawat Vino. Kita langsung ke rumah Vino. Keluarga sudah ke lokasi, dan saya nyusul," paparnya.
Air mata langsung jatuh dari mata Vinny. Dirinya menangis. Saat dirinya menelpon Nia, istri Vino, ternyata Nia tidak mengangkat, sehingga dirinya pu panik. Sejak pesawat jatuh, sekitar pukul 06.33 WIB hingga pukul 09.30 WIB, istri Alvino masih belum mengetahui kabar duka itu menimpa keluarganya. Mereka hanya mengetahui, ada pesawat jatuh dari sejumlah media.
"Istrinya masih belum tahu juga. Saya juga belum tahu berita pastinya. Makanya saya bilang kakak saya, tolong kasih tahu, Lion Air gimana. Ternyata benar. Mbak Nia akhirnya tahu dari tetangga," ucapnya.
Sebagai orang yang sangat dekat dengan Vino, Vinny mengaku sangat syok. Namun jauh lebih syok tentu saja istrinya Vino, Farida Kurnia Wati. Dia mengurung diri dan banyak terdiam. "Saya nangis. Saya paling dekat dengan dia. Saya terakhir ngobrol dengan dia (Vino) dua hari yang lalu. Saat itu dia minta mobil-mobilan," jelasnya.
Mobil-mobilan itu merupakan pemberian ayah mereka untuk anak Vinny. Vino mengaku senang dengan mobil-mobilan itu dan ingin memberikannya kepada anak lelakinya.
Hal yang sama diungkapkan Eddy Fadil Rahman, paman Vino. Saat kecil Vino memang sudah bercita-cita menjadi pilot. Apalagi, almarhum ayahnya bekerja sebagai otoritas di Bandara Soetta.
"Dia dari kecil memang ingin jadi pilot. Bahkan sering kita ledeki, badannya agak sedang dan gemuk. Maksudnya sesuai atau tidak jadi pilot. Saat itu reaksi Vino biasa saja, dia tidak mudah marah," jelasnya.
Bulan Ramadan lalu, dirinya pernah bertanya secara langsung kepada Vino, apakah tidak takut terbang. Sebab, istrinya baru terbang ke Yogya saja sudah takut. "Dia jawab biasa saja. Katanya, kalau ada kecelakaan itu sudah musibah," sebut Eddy menirukan ucapan Vino.
Dia dan pihak keluarga masih berharap Vino dan penumpang lainnya bisa segera ditemukan. Sehingga pihak keluarga jadi yakin bahwa Vino benar-benar sudah meninggal dunia.
"Kami masih percaya dengan proses pencarian yang dilakukan pemerintah dan mukjizat Allah. Kan kuasa Allah lain lagi. Seperti bencana di Palu itu, yang di luar kuasa kita, bisa saja terjadi," pungkasnya.
(mhd)