Cegah Bentrok Suporter Bola, Psikolog: Beri Edukasi dari Seluruh Lini

Senin, 24 September 2018 - 23:01 WIB
Cegah Bentrok Suporter...
Cegah Bentrok Suporter Bola, Psikolog: Beri Edukasi dari Seluruh Lini
A A A
JAKARTA - Semua pihak perlu terlibat dalam menyelesaikan persoalan pendukung klub sepakbola di Tanah Air. Edukasi tentang sportivitas dari semua lini harus terus dilakukan agar kasus bentrokan pendukung klub sepakbola tidak terulang lagi.

Psikolog dari Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta mengatakan, fanatisme sebenarnya tidak ada kaitannya dengan aksi kekerasan. Sebab tindakannya bukan karena dipicu pertandingannya, tetapi sudah menumbuhkan kebencian pada pihak lawan. Artinya, jika ditelaah lebih jauh, sebenarnya tidak ada hal jelas yang menjadi pemicu berkonflik, tetapi lebih dipicu kebencian yang diturunkan terus-menerus.

“Merasa benci atas nama corp, diturunkan dari senior ke junior, begitu terus,” ujar Shinta, Senin (24/9/2018). (Baca juga: Sesali Suporter Jakmania Tewas, Anies Ingin Kekerasan Ini Berakhir)

Dia menduga sumber persoalan ini adalah masalah-masalah sosial. Misalnya, mereka adalah pengangguran dan kalaupun masih pelajar di sekolah mereka tidak berprestasi, serta tidak adanya keluarga yang memperhatikan.

“Sehingga event sepakbola ini dimanfaatkan untuk mencari eksistensi. Salah satunya ya berbuat kekerasan pada orang lain sehingga dianggap jago,” tandasnya. (Baca juga: Jakmania Tewas Dikeroyok di GBLA, Persija Berduka )

Untuk itu, Shinta menyarankan agar dilakukan edukasi dari semua lini. Mulai dari unit terkecil, misalnya RT/RW. Dalam hal ini perangkat lingkungan seharusnya peduli terhadap perkembangan pemudanya. Jika pengurus lingkungan tahu remajanya akan menjadi suporter maka mereka wajib memberikan edukasi.

"Anak-anak dengan pola pendidikan dan pengasuhan yang kurang tepat, menjadikan sepakbola sebagai ajang melampiaskan agresivitas. Ini masalah pendidikan dan pengasuhan sejak dini," ucapnya. (Baca juga: Psikolog: Akar Masalah Suporter Bola Tidak Pernah Diselesaikan)

Pada tataran yang lebih tinggi, misalnya koordinator suporter juga harus melakukan hal serupa sama. Intinya, semua pihak harus memiliki semangat yang sama, yaitu tidak anarkis. Edukasi ini bisa dilakukan hingga tataran yang paling tinggi.

“Kalau edukasi itu dirasa belum berhasil, sebaiknya ditunda dulu liganya. Perubahan ini tidak hanya satu bulan, tapi mungkin butuh setahun dua tahun. Peran orang tua, sekolah, masyarakat, semua perlu terlibat untuk memberikan edukasi tentang sportivitas,” pungkasnya.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1129 seconds (0.1#10.140)