Anies Baswedan Kebut Program Sertifikasi Aset di Jakarta
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta mempercepat program sertifikasi aset yang berada di wilayahnya. Upaya yang dilakukan dengan mencanangkan Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (Gema Patas).
Gerakan ini sebagai bentuk komitmen dalam menyukseskan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) dan tertib administrasi pertanahan aset Pemprov DKI menuju Jakarta Satu Peta pada 2019. “Kita berharap Jakarta memiliki peta dasar yaitu Jakarta Satu," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Pulomas, Jakarta Timur, kemarin.
Menurut dia, peta dasar tersebut akan menjadi rujukan untuk semua informasi kewilayahan di Jakarta yang nanti terintegrasi dengan informasi perpajakan, kependudukan, dan informasi kepemilikan aset baik tanah maupun barang lainnya.
Salah satu kendala dalam penyusunan peta dasar yakni pencatatan ukuran-ukuran bidang tanah, di mana ketika Badan Pertanahan Nasional (BPN) mendatangi lokasi yang belum tercatat untuk pengukuran belum tentu dapat menemui pemiliknya. “Karena itu, sekarang bersama wali kota, camat, lurah, kemudian RT/RW bergerak memberikan tanda batas di lahan mereka sendiri. Dengan begitu, saat petugas datang bisa langsung melakukan eksekusi," ungkapnya.
Gerakan pemasangan tanda batas juga memudahkan program sertifikasi aset yang tahun ini dialokasikan sebesar Rp120 miliar untuk 282 bidang tanah masyarakat yang belum tersertifikasi. Apalagi, sekitar 1,6 juta bidang tanah di Jakarta belum tercatat dengan baik kepemilikannya.
Melalui gerakan pemasangan tanda batas ini, Anies berharap tidak ada lagi tanah masyarakat yang tidak besertifikat dan masyarakat memiliki peluang sama agar terpetakan tanahnya secara sistematis. Dengan demikian, pendataan akan lebih mudah dan status tanah lebih jelas serta terselesaikannya polemik tentang batasan tapak tanah.
Masyarakat juga memperoleh kepastian hukum sesuai UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, di mana di dalamnya menginstruksikan pada pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran tanah yang bertujuan menjamin kepastian hukum (rechts-kadaster). “Sertifikasi ini hanya bisa berjalan jika data tentang tanahnya lengkap, salah satunya data mengenai ukuran," kata Anies.
Selama ini pengelolaan aset DKI dinilai buruk. Salah satu penilaian utama atas predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap penggunaan anggaran DKI sejak 2012-2016 adalah buruknya pengelolaan aset. Saking buruknya sempat terjadi pembelian lahan milik Pemprov DKI di Cengkareng, Jakarta Barat yang dilakukan Pemprov DKI sendiri.
Pada 2017 Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) dibentuk terpisah dari pengelolaan keuangan agar fokus menginventarisasi sekaligus menyelesaikan sengketa aset sesuai ketentuan berlaku. Pembentukan BPAD sedikit berhasil mengubah predikat penggunaan anggaran DKI menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Meski meraih predikat WTP, BPAD hingga saat ini belum maksimal menginventarisasi sekaligus mengelola aset milik DKI.
Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta Jaya mengapresiasi Pemprov DKI atas sinerginya dalam membantu percepatan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Jakarta. Ini sejalan dengan keinginan Pemprov DKI yang mencita-citakan 2019 Jakarta Satu Peta.
Saat ini terdapat 332.655 bidang tanah menerima bantuan. Dengan alokasi Rp120 miliar untuk 282.000 bidang tanah diharapkan bidang tanah yang belum disertifikasi rampung dan tahun depan seluruh bidang tanah di DKI terdaftar. “Saya kira ini baik sekali karena seluruhnya akan terjamin kepastian tertib administrasinya, kepastian hukumnya, kepastian penggunaannya, dan lingkungan hidupnya,” kata Jaya.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik mengatakan, buruknya pengelolaan aset di Jakarta sudah terjadi sejak dulu dan harus ada manajemen aset yang benar untuk memperbaikinya. Maka itu, BPAD dipisahkan dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD).
Kendati demikian, fasilitas umum dan fasilitas sosial serta pembangunan infrastruktur yang menggunakan dana perusahaan swasta harus segera diserahterimakan kepada Pemprov DKI agar ke depan tidak lagi bermasalah dan akhirnya hilang. “BPAD berat tugasnya karena aset di DKI bukan punya unit, melainkan sertifikatnya nama Pemprov DKI. Harus ada inventarisasi kemudian sertifikasi dan dimasukkan dalam sistem," ujar Taufik.
Dia menjelaskan, aset itu memiliki empat bentuk, yakni ada surat ada barang, ada surat tidak ada barang, tidak ada surat ada barang, serta ada surat ada barang, tetapi dimanfaatkan pihak lain. Dengan demikian, dia optimistis tidak ada sekolah yang lantai pertamanya buat sekolah, namun lantai duanya untuk rumah tinggal.
"Paling penting itu segera catat aset yang dikerjakan perusahaan swasta. Banyak fasilitas sosial maupun fasilitas umum yang belum diserahterimakan dan dimasukkan di neraca. Kan aset itu harus masuk neraca, jangan-jangan Balai Kota DKI tidak ada dalam neraca. Jadi nilai Balai Kota dahulu dengan sekarang pasti berbeda," terangnya.
Gerakan ini sebagai bentuk komitmen dalam menyukseskan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) dan tertib administrasi pertanahan aset Pemprov DKI menuju Jakarta Satu Peta pada 2019. “Kita berharap Jakarta memiliki peta dasar yaitu Jakarta Satu," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Pulomas, Jakarta Timur, kemarin.
Menurut dia, peta dasar tersebut akan menjadi rujukan untuk semua informasi kewilayahan di Jakarta yang nanti terintegrasi dengan informasi perpajakan, kependudukan, dan informasi kepemilikan aset baik tanah maupun barang lainnya.
Salah satu kendala dalam penyusunan peta dasar yakni pencatatan ukuran-ukuran bidang tanah, di mana ketika Badan Pertanahan Nasional (BPN) mendatangi lokasi yang belum tercatat untuk pengukuran belum tentu dapat menemui pemiliknya. “Karena itu, sekarang bersama wali kota, camat, lurah, kemudian RT/RW bergerak memberikan tanda batas di lahan mereka sendiri. Dengan begitu, saat petugas datang bisa langsung melakukan eksekusi," ungkapnya.
Gerakan pemasangan tanda batas juga memudahkan program sertifikasi aset yang tahun ini dialokasikan sebesar Rp120 miliar untuk 282 bidang tanah masyarakat yang belum tersertifikasi. Apalagi, sekitar 1,6 juta bidang tanah di Jakarta belum tercatat dengan baik kepemilikannya.
Melalui gerakan pemasangan tanda batas ini, Anies berharap tidak ada lagi tanah masyarakat yang tidak besertifikat dan masyarakat memiliki peluang sama agar terpetakan tanahnya secara sistematis. Dengan demikian, pendataan akan lebih mudah dan status tanah lebih jelas serta terselesaikannya polemik tentang batasan tapak tanah.
Masyarakat juga memperoleh kepastian hukum sesuai UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, di mana di dalamnya menginstruksikan pada pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran tanah yang bertujuan menjamin kepastian hukum (rechts-kadaster). “Sertifikasi ini hanya bisa berjalan jika data tentang tanahnya lengkap, salah satunya data mengenai ukuran," kata Anies.
Selama ini pengelolaan aset DKI dinilai buruk. Salah satu penilaian utama atas predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap penggunaan anggaran DKI sejak 2012-2016 adalah buruknya pengelolaan aset. Saking buruknya sempat terjadi pembelian lahan milik Pemprov DKI di Cengkareng, Jakarta Barat yang dilakukan Pemprov DKI sendiri.
Pada 2017 Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) dibentuk terpisah dari pengelolaan keuangan agar fokus menginventarisasi sekaligus menyelesaikan sengketa aset sesuai ketentuan berlaku. Pembentukan BPAD sedikit berhasil mengubah predikat penggunaan anggaran DKI menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Meski meraih predikat WTP, BPAD hingga saat ini belum maksimal menginventarisasi sekaligus mengelola aset milik DKI.
Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta Jaya mengapresiasi Pemprov DKI atas sinerginya dalam membantu percepatan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Jakarta. Ini sejalan dengan keinginan Pemprov DKI yang mencita-citakan 2019 Jakarta Satu Peta.
Saat ini terdapat 332.655 bidang tanah menerima bantuan. Dengan alokasi Rp120 miliar untuk 282.000 bidang tanah diharapkan bidang tanah yang belum disertifikasi rampung dan tahun depan seluruh bidang tanah di DKI terdaftar. “Saya kira ini baik sekali karena seluruhnya akan terjamin kepastian tertib administrasinya, kepastian hukumnya, kepastian penggunaannya, dan lingkungan hidupnya,” kata Jaya.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik mengatakan, buruknya pengelolaan aset di Jakarta sudah terjadi sejak dulu dan harus ada manajemen aset yang benar untuk memperbaikinya. Maka itu, BPAD dipisahkan dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD).
Kendati demikian, fasilitas umum dan fasilitas sosial serta pembangunan infrastruktur yang menggunakan dana perusahaan swasta harus segera diserahterimakan kepada Pemprov DKI agar ke depan tidak lagi bermasalah dan akhirnya hilang. “BPAD berat tugasnya karena aset di DKI bukan punya unit, melainkan sertifikatnya nama Pemprov DKI. Harus ada inventarisasi kemudian sertifikasi dan dimasukkan dalam sistem," ujar Taufik.
Dia menjelaskan, aset itu memiliki empat bentuk, yakni ada surat ada barang, ada surat tidak ada barang, tidak ada surat ada barang, serta ada surat ada barang, tetapi dimanfaatkan pihak lain. Dengan demikian, dia optimistis tidak ada sekolah yang lantai pertamanya buat sekolah, namun lantai duanya untuk rumah tinggal.
"Paling penting itu segera catat aset yang dikerjakan perusahaan swasta. Banyak fasilitas sosial maupun fasilitas umum yang belum diserahterimakan dan dimasukkan di neraca. Kan aset itu harus masuk neraca, jangan-jangan Balai Kota DKI tidak ada dalam neraca. Jadi nilai Balai Kota dahulu dengan sekarang pasti berbeda," terangnya.
(whb)