IPW Ingatkan Narkoba Dikalangan Artis Jangan Jadi Pencitraan
A
A
A
JAKARTA - Narkoba dikalangan artis jangan sampai dijadikan pencitraan oleh Polisi. Karena narkoba pada artis harus di usut tuntas hingga ke akar akarnya.
Hal itu diungkapkan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane. Ia melihat penyalahgunaan narkoba di artis menjadi sarana pencitraan yang empuk.
"Meskipun publikasi pencitraan itu sama sekali tidak membawa efek jera bagi tersangka," ucap Neta di Jakarta, Minggu (26/8/2018).
Neta kemudian mencontoh kasus Fariz RM dan Jannifer Dunn yang bulak balik masuk bui karena narkoba. Hukuman rehabilitasi dan penjara rupanya tak membuatnya jera. Malahan dengan penjara membuat publik bertanya tanya.
"Akibatnya, publik kerap bingung kok baru tertangkap dan kembali tertangkap. Bagaimana proses hukumnya. Kapan bebasnya," tanya Neta yang melihat penangkapan artis tak membuat jera.
Karena itu dalam ungkap kasus narkoba, Neta mendorong polisi mengusut terus. Tak hanya menangkap pengecer, bandar harus dibekuk.
Sebab bila hal itu tak dilakukan, masyarakat akan mengikutinya. Terlebih dalam vonis kasus banyak yang melihat hukuman narkoba kepada artis jauh lebih ringan sekalipun sudah dua atau tiga kali kena.
"Artinya hukumannya sangat ringan dan tidak bisa membuat efek jera," ucapnya.
Pola pola pencitraan dalam kasus narkoba inilah, lanjut Neta, membuat peredaran narkoba makin marak. Pola pencitraan seperti ini memberi kontribusi pada situasi indonesia menjadi darurat narkoba.
Sebab, dengan pola pencitraan seperti ini, para bandar menjadi senang. Sebab mereka tidak akan tertangkap sementara produksi narkobanya terpublikasi dan terpromosi hingga diikuti khalayak.
"karena masyarakat melihat toh hukumannya tidak berat," ucapnya.
Seniman sekaligus Sutradara ternama, Remy Sylado melihat narkoba ke artis bukanlah hal yang baru. Ia bahkan menyebut profesi artis rentan dengan narkoba.
Remy bahkan menyebutkan profesi artis yang dituntut tinggi dengan gaji besar menjadikan kalangan ini sangat rentan. Bahkan narkoba terhadap artis terjadi sejak periode 90-an, kasus mencuat adalah ketika Zarima dan Alda Risma yang OD di kawasan Jakarta Pusat.
"Jadi bisa dikatakan ini bukan hal yang tabu," tutur Remy singkat.
Hal itu diungkapkan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane. Ia melihat penyalahgunaan narkoba di artis menjadi sarana pencitraan yang empuk.
"Meskipun publikasi pencitraan itu sama sekali tidak membawa efek jera bagi tersangka," ucap Neta di Jakarta, Minggu (26/8/2018).
Neta kemudian mencontoh kasus Fariz RM dan Jannifer Dunn yang bulak balik masuk bui karena narkoba. Hukuman rehabilitasi dan penjara rupanya tak membuatnya jera. Malahan dengan penjara membuat publik bertanya tanya.
"Akibatnya, publik kerap bingung kok baru tertangkap dan kembali tertangkap. Bagaimana proses hukumnya. Kapan bebasnya," tanya Neta yang melihat penangkapan artis tak membuat jera.
Karena itu dalam ungkap kasus narkoba, Neta mendorong polisi mengusut terus. Tak hanya menangkap pengecer, bandar harus dibekuk.
Sebab bila hal itu tak dilakukan, masyarakat akan mengikutinya. Terlebih dalam vonis kasus banyak yang melihat hukuman narkoba kepada artis jauh lebih ringan sekalipun sudah dua atau tiga kali kena.
"Artinya hukumannya sangat ringan dan tidak bisa membuat efek jera," ucapnya.
Pola pola pencitraan dalam kasus narkoba inilah, lanjut Neta, membuat peredaran narkoba makin marak. Pola pencitraan seperti ini memberi kontribusi pada situasi indonesia menjadi darurat narkoba.
Sebab, dengan pola pencitraan seperti ini, para bandar menjadi senang. Sebab mereka tidak akan tertangkap sementara produksi narkobanya terpublikasi dan terpromosi hingga diikuti khalayak.
"karena masyarakat melihat toh hukumannya tidak berat," ucapnya.
Seniman sekaligus Sutradara ternama, Remy Sylado melihat narkoba ke artis bukanlah hal yang baru. Ia bahkan menyebut profesi artis rentan dengan narkoba.
Remy bahkan menyebutkan profesi artis yang dituntut tinggi dengan gaji besar menjadikan kalangan ini sangat rentan. Bahkan narkoba terhadap artis terjadi sejak periode 90-an, kasus mencuat adalah ketika Zarima dan Alda Risma yang OD di kawasan Jakarta Pusat.
"Jadi bisa dikatakan ini bukan hal yang tabu," tutur Remy singkat.
(mhd)