Kota Bogor Bakal Berlakukan Aturan Ganjil Genap
A
A
A
BOGOR - Wakil Wali Kota Bogor Usmar Hariman mengusulkan agar kebijakan ganjil genap diterapkan di Kota Sejuta Angkot'. Ia menilai aturan ganjil genap yang diberlakukan di DKI Jakarta sangat realistis diterapkan juga di Kota Bogor.
"Saya kira sangat masuk akal dan argumentatif kebijakan itu diberlakukan di Kota Bogor, karena beban lalu lintas daerah wilayah batas ibu kota itu bagian tak terpisahkan dari ibu kota itu sendiri, yaitu kebijakan transportasi Jabodetabekjur," ujar Usmar kepada wartawan Senin (13/8/2018).
Maka dari itu, Usmar mengusulkan agar Pemkot Bogor bersama unsur Muspida dan stakeholder lainnya segera membahas terkait kebijakan ganjil genap ini.
"Seperti penerapan di DKI Jakarta, kita evaluasi juga, kemudian kita melihat poin-poin utama permasalahan transportasi di kita," imbuhnya.
Menurut Usmar, permasalahan transportasi di Kota Bogor belum mampu diselesaikan dengan kebijakan yang ada. Seperti kebijakan rerouting dan konversi angkutan kota (angkot), serta revitalisasi Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT).
"Karena kendaraan, khususnya roda dua terus mengalami peningkatan yang tak sepadan dengan penambahan jalan. Belum lagi, pola kawasan yang masih terpusat, membuat beban lalu lintas (lalin) Kota Bogor makin tak terkendali," kata Usmar.
Sebelumnya, Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Bogor Agus Suprapto Bogor mengatakan, permasalahan kemacetan kian rumit seiring berkembangnya kota yang semula sebagai tempat peristirahatan, kini menjadi kota barang dan jasa.
"Mengatasi kemacetan bukan hanya semata-mata pengendalian tetapi juga bagaimana caranya menggeser moda share dari transportasi pribadi ke transportasi Publik," bebernya.
Planning Kota Bogor, kata dia, sebenarnya sudah sangat terancang baik dan terintegrasi, jika seluruh kebijakan terkait solusi kemacetan itu terlaksana. Namun terkait rerouting di empat Trans Pakuan Koridor (TPK), ia mengakui belum maksimal.
"Ada beberapa hal yang harus dievaluasi agar pelaksanaan rerouting berjalan maksimal. Di antaranya permasalahan operasional dan pengamanan," jelasnya.
Selain itu, badan hukum yang ditunjuk mengelola angkutan di TPK belum siap mendatangkan bus sedang yang nantinya menggantikan angkutan umum yang sekarang, mengisi trayek TPK.
"Rerouting ini kan permulaan dari program konversi angkot ke bus, karena belum bisa (dikonversi), yang penting trayek TPK-nya jalan dulu. Makanya diawali konsep 3:2 angkot di beberapa TPK, artinya tiga angkot jadi dua angkot dulu," jelasnya.
Saat ini, kata dia, masih jalan dengan trayek lama sambil sosialisasi. "Nah ini agak menimbulkan kendala, kurangnya pemahaman dari para sopir dan masyarakat," pungkasnya.
"Saya kira sangat masuk akal dan argumentatif kebijakan itu diberlakukan di Kota Bogor, karena beban lalu lintas daerah wilayah batas ibu kota itu bagian tak terpisahkan dari ibu kota itu sendiri, yaitu kebijakan transportasi Jabodetabekjur," ujar Usmar kepada wartawan Senin (13/8/2018).
Maka dari itu, Usmar mengusulkan agar Pemkot Bogor bersama unsur Muspida dan stakeholder lainnya segera membahas terkait kebijakan ganjil genap ini.
"Seperti penerapan di DKI Jakarta, kita evaluasi juga, kemudian kita melihat poin-poin utama permasalahan transportasi di kita," imbuhnya.
Menurut Usmar, permasalahan transportasi di Kota Bogor belum mampu diselesaikan dengan kebijakan yang ada. Seperti kebijakan rerouting dan konversi angkutan kota (angkot), serta revitalisasi Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT).
"Karena kendaraan, khususnya roda dua terus mengalami peningkatan yang tak sepadan dengan penambahan jalan. Belum lagi, pola kawasan yang masih terpusat, membuat beban lalu lintas (lalin) Kota Bogor makin tak terkendali," kata Usmar.
Sebelumnya, Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Bogor Agus Suprapto Bogor mengatakan, permasalahan kemacetan kian rumit seiring berkembangnya kota yang semula sebagai tempat peristirahatan, kini menjadi kota barang dan jasa.
"Mengatasi kemacetan bukan hanya semata-mata pengendalian tetapi juga bagaimana caranya menggeser moda share dari transportasi pribadi ke transportasi Publik," bebernya.
Planning Kota Bogor, kata dia, sebenarnya sudah sangat terancang baik dan terintegrasi, jika seluruh kebijakan terkait solusi kemacetan itu terlaksana. Namun terkait rerouting di empat Trans Pakuan Koridor (TPK), ia mengakui belum maksimal.
"Ada beberapa hal yang harus dievaluasi agar pelaksanaan rerouting berjalan maksimal. Di antaranya permasalahan operasional dan pengamanan," jelasnya.
Selain itu, badan hukum yang ditunjuk mengelola angkutan di TPK belum siap mendatangkan bus sedang yang nantinya menggantikan angkutan umum yang sekarang, mengisi trayek TPK.
"Rerouting ini kan permulaan dari program konversi angkot ke bus, karena belum bisa (dikonversi), yang penting trayek TPK-nya jalan dulu. Makanya diawali konsep 3:2 angkot di beberapa TPK, artinya tiga angkot jadi dua angkot dulu," jelasnya.
Saat ini, kata dia, masih jalan dengan trayek lama sambil sosialisasi. "Nah ini agak menimbulkan kendala, kurangnya pemahaman dari para sopir dan masyarakat," pungkasnya.
(thm)