Begini Cara Kerja Buzzer Dalam Mengkampanyekan Kubu Politiknya
A
A
A
JAKARTA - Fenomena buzzer tak bisa dipisahkan dari konstelasi politik yang ada di Indonesia. Dalam menjalankan aksinya, ada tiga model yang dilakukan buzzer untuk kubu politiknya.
Pakar Informatika dari ICT Institute, Heru Sutadi mengatakan, dalam penggunaannya di medsos, ada tiga model buzzer dalam mengkampanyekan kubu politiknya. Pertama menggunakan kampanye positif, yang mana dia mengungkap semua hal positif yang dimiliki calon yang diikutinya, misal dari pencapaiannya.
Kedua, bebernya, kampanye negatif, yakni mengungkap kejelekan lawan politiknya guna memunculkan citra negatif lawan politiknya itu. Meski tak dipungkiri, kalau kejelakan itu merupakan kenyataan dari lawan politiknya.
"Contoh di Jakarta kemarin misalnya, ramai buzzer Ahok mengungkap keburukan Anies kan, begitu sebaliknya," ujarnya ketika dihubungi SINDOnews, Kamis (25/7/2018).
Ketiga, Black Campaign itu juga ada kan saat Pilkada DKI. "Jadi black campaign ini bukan keburukan lagi, tapi sudah fitnah yang dikeluarkan, pokoknya mau benar atau salah diungkap saja oleh para buzzer ini," tuturnya. (Baca: The Guardian Bongkar Permainan Buzzer Ahok Selama Pilkada )
Dia memaparkan, buzzer memang bermain dalam tiga ranah tersebut, bisa jadi orang kubu yang satu dengan kubu lainnya menggunakan buzzer yang sama, bisa juga menggunakan buzzer yang berbeda.
Dan semua buzzer, itu juga bisa dilakukan penindakan oleh pemerintah maupun Kominfo, bilamana sudah mengarah pada fitnah dan membahayakan.
"Sebenarnya semuanya bisa ditindak, utamanya yang black campaign karena cenderung berisi fitnah dan membahayakan, mengadu domba suku, ras, dan agama," jelasnya.
Pakar Informatika dari ICT Institute, Heru Sutadi mengatakan, dalam penggunaannya di medsos, ada tiga model buzzer dalam mengkampanyekan kubu politiknya. Pertama menggunakan kampanye positif, yang mana dia mengungkap semua hal positif yang dimiliki calon yang diikutinya, misal dari pencapaiannya.
Kedua, bebernya, kampanye negatif, yakni mengungkap kejelekan lawan politiknya guna memunculkan citra negatif lawan politiknya itu. Meski tak dipungkiri, kalau kejelakan itu merupakan kenyataan dari lawan politiknya.
"Contoh di Jakarta kemarin misalnya, ramai buzzer Ahok mengungkap keburukan Anies kan, begitu sebaliknya," ujarnya ketika dihubungi SINDOnews, Kamis (25/7/2018).
Ketiga, Black Campaign itu juga ada kan saat Pilkada DKI. "Jadi black campaign ini bukan keburukan lagi, tapi sudah fitnah yang dikeluarkan, pokoknya mau benar atau salah diungkap saja oleh para buzzer ini," tuturnya. (Baca: The Guardian Bongkar Permainan Buzzer Ahok Selama Pilkada )
Dia memaparkan, buzzer memang bermain dalam tiga ranah tersebut, bisa jadi orang kubu yang satu dengan kubu lainnya menggunakan buzzer yang sama, bisa juga menggunakan buzzer yang berbeda.
Dan semua buzzer, itu juga bisa dilakukan penindakan oleh pemerintah maupun Kominfo, bilamana sudah mengarah pada fitnah dan membahayakan.
"Sebenarnya semuanya bisa ditindak, utamanya yang black campaign karena cenderung berisi fitnah dan membahayakan, mengadu domba suku, ras, dan agama," jelasnya.
(ysw)