Minta Proyek Perumahan Dihentikan, Petani Cakung Bakal Ajukan PK
A
A
A
Petani Cakung akan menempuh upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) terkait putusan Mahkamah Agung (MA) No 1158/K/PDT/2017 tertanggal 17 Juli 2017 antara Sutiman dan Trimulyo Harsoyo. Upaya tersebut karena lahan persawahannya diserobot pengembang Jakarta Garden City di Rorotan, Cakung, Jakarta Timur.
Kuasa hukum petani Cakung, Marthen mengatakan, pekan depan pihaknya akan mengajukan PK terhadap kasus lahan petani Cakung mengingat putusan MA itu ditafsirkan oleh beberapa pihak adalah putusan antara Pemprov DKI dan DPRD DKI Jakarta terkait hal tersebut.
Untuk itu, kata Marthen, mereka meminta agar segala proses pembangunan dan juga penjualan di perumahan elite Jakarta Garden City (JGC) dihentikan. Hal ini karena proses hukum tengah berjalan di obyek lahan tersebut dan untuk menghindari kerugian masyarakat.
"Padahal kedua putusan tersebut substansinya berbeda. Karena itu, minggu depan kami akan ajukan PK," ujar Marthen N SH MH, kuasa hukum petani Cakung, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa 10 Juli 2018.
Marthen menjelaskan, Sutiman Bin Ayub sebagai perwakilan petani Cakung masih tetap memiliki hak atas sawah dan lahan tersebut. "Gugatan Pemprov DKI hanya terkait sita jaminan, bukan masalah kepemilikan lahan tersebut," katanya.
Marthen juga meminta, agar pihak-pihak yang turut mengklaim lahan milik Sutiman Bin Ayub agar menghentikan upaya memperkeruh situasi. Secara hukum dan status quo, lahan seluas 25 hektare dan 35 hektare di wilayah Rorotan itu tetap hak milik Sutiman Bin Ayub Cs, meskipun kini lahan tersebut secara semena-mena sudah dikuasai konsorsium pembangunan JGC dengan dukungan Pemda DKI, tanpa melalui upaya hukum pembebasan tanah dan pemberian ganti rugi.
Selain mengajukan PK, menurut dia, para petani Cakung juga akan melaporkan dugaan atau indikasi tindak pidana korupsi dalam pengalihan sepihak lahan seluas 25 hektare, milik Sutiman Bin Ayub oleh Pemprov DKI kepada Mitra Sindo Makmur (anak usaha Modernland) yang kini diperuntukkan sebagai perumahan mewah ASYA, kerja sama Grup Astra, Hongkong Land, dan Modernland.
"BPK dan Kejaksaan Agung harus turun tangan untuk menindaklanjuti dugaan atau indikasi tindak pidana korupsi ini," pungkasnya.
Konsorsium pengembang perumahan mewah ASYA, lanjut dia, juga diminta untuk menghentikan penjualan rumah mewah di atas lahan milik para petani Cakung. "Kami mengimbau masyarakat/konsumen agar menghindari kerugian di kemudian hari untuk tidak melakukan proses pembelian pada objek sengketa di lahan perumahan Jakarta Garden City (JGC), terutama Cluster ASYA yang dikembangkan konsorsium Grup Astra, Hongkong Land, dan Modernland, sebelum ada putusan hukum tetap," tuturnya.
Berdasarkan bukti, Marthen menegaskan, lahan tersebut merupakan hak milik Sutiman Bin Ayub Cs yang hingga kini tidak pernah menerima ganti rugi, baik dari Pemprov DKI Jakarta ataupun Grup Astra, Hongkong Land, dan Modernaland. "Dan kini tengah menjadi objek sengketa di pengadilan," paparnya.
Sutiman Bin Ayub, perwakilan petani Cakung, menjelaskan para petani Cakung sangat kehilangan mata pencaharian karena lahan garapannya diserobot pengembang. "Jelas kami sangat kehilangan, karena pengambilan lahan ini secara sepihak. Ganti rugi-nya tidak ada. Kami harus mengadu kemana?" kata Sutiman.
Dia mengaku Pemprov DKI Jakarta dulu pernah menjanjikan ganti rugi Rp2.500/meter atas lahan tersebut. Janji tersebut disampaikan Sekda Pemprov DKI Jakarta Saefullah dalam surat kepada para petani Cakung pada 2015. “Namun sampai detik ini dana itu tidak pernah kami terima,” ungkap Sutiman.
Dikisahkannya, lahan garapan para petani di wilayah Rorotan, Cakung, sebelumnya masuk dalam daerah Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Namun pada tahun 1970-an dengan keputusan Gubernur Jawa Barat, daerah tersebut dimasukkan ke dalam wilayah administrasi kota Jakarta Timur.
Pada awal tahun 1980 Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memiliki program inventarisir wilayah untuk Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dan waduk. Tanpa kami ketahui sebelumnya, ternyata belakangan Pemprov DKI Jakarta malah menyerahkan ke pihak swasta (Jakarta Garden City - JGC) untuk dibangun danau.
Sejak lahan itu dikuasai oleh proyek perumahan elite salah satu pengembang. Lahan yang seluas 60 hektar milik para petani atas nama Sutiman Bin Ayub dan kawan-kawan otomatis tidak bisa lagi dimanfaatkan. Padahal lahan itu dulunya bisa membantu perekonomian masyarakat dengan ditanami padi, sayuran hingga tempat untuk berternak bebek.
Akibatnya, Sutiman dan para petani Rorotan, sejak 2015 lalu jadi pengangguran. Mereka tidak diperbolehkan lagi menggarap lahannya, lantaran dihalang-halangi pengembang. "Dulu setiap tahun 1 Ha sawah bisa menghasilkan 3-5 ton gabah, sekarang kita hanya bisa memandang dari jauh. Karena lahan kami sudah dipagari dan kami dilarang mendekat," keluhnya.
Kuasa hukum petani Cakung, Marthen mengatakan, pekan depan pihaknya akan mengajukan PK terhadap kasus lahan petani Cakung mengingat putusan MA itu ditafsirkan oleh beberapa pihak adalah putusan antara Pemprov DKI dan DPRD DKI Jakarta terkait hal tersebut.
Untuk itu, kata Marthen, mereka meminta agar segala proses pembangunan dan juga penjualan di perumahan elite Jakarta Garden City (JGC) dihentikan. Hal ini karena proses hukum tengah berjalan di obyek lahan tersebut dan untuk menghindari kerugian masyarakat.
"Padahal kedua putusan tersebut substansinya berbeda. Karena itu, minggu depan kami akan ajukan PK," ujar Marthen N SH MH, kuasa hukum petani Cakung, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa 10 Juli 2018.
Marthen menjelaskan, Sutiman Bin Ayub sebagai perwakilan petani Cakung masih tetap memiliki hak atas sawah dan lahan tersebut. "Gugatan Pemprov DKI hanya terkait sita jaminan, bukan masalah kepemilikan lahan tersebut," katanya.
Marthen juga meminta, agar pihak-pihak yang turut mengklaim lahan milik Sutiman Bin Ayub agar menghentikan upaya memperkeruh situasi. Secara hukum dan status quo, lahan seluas 25 hektare dan 35 hektare di wilayah Rorotan itu tetap hak milik Sutiman Bin Ayub Cs, meskipun kini lahan tersebut secara semena-mena sudah dikuasai konsorsium pembangunan JGC dengan dukungan Pemda DKI, tanpa melalui upaya hukum pembebasan tanah dan pemberian ganti rugi.
Selain mengajukan PK, menurut dia, para petani Cakung juga akan melaporkan dugaan atau indikasi tindak pidana korupsi dalam pengalihan sepihak lahan seluas 25 hektare, milik Sutiman Bin Ayub oleh Pemprov DKI kepada Mitra Sindo Makmur (anak usaha Modernland) yang kini diperuntukkan sebagai perumahan mewah ASYA, kerja sama Grup Astra, Hongkong Land, dan Modernland.
"BPK dan Kejaksaan Agung harus turun tangan untuk menindaklanjuti dugaan atau indikasi tindak pidana korupsi ini," pungkasnya.
Konsorsium pengembang perumahan mewah ASYA, lanjut dia, juga diminta untuk menghentikan penjualan rumah mewah di atas lahan milik para petani Cakung. "Kami mengimbau masyarakat/konsumen agar menghindari kerugian di kemudian hari untuk tidak melakukan proses pembelian pada objek sengketa di lahan perumahan Jakarta Garden City (JGC), terutama Cluster ASYA yang dikembangkan konsorsium Grup Astra, Hongkong Land, dan Modernland, sebelum ada putusan hukum tetap," tuturnya.
Berdasarkan bukti, Marthen menegaskan, lahan tersebut merupakan hak milik Sutiman Bin Ayub Cs yang hingga kini tidak pernah menerima ganti rugi, baik dari Pemprov DKI Jakarta ataupun Grup Astra, Hongkong Land, dan Modernaland. "Dan kini tengah menjadi objek sengketa di pengadilan," paparnya.
Sutiman Bin Ayub, perwakilan petani Cakung, menjelaskan para petani Cakung sangat kehilangan mata pencaharian karena lahan garapannya diserobot pengembang. "Jelas kami sangat kehilangan, karena pengambilan lahan ini secara sepihak. Ganti rugi-nya tidak ada. Kami harus mengadu kemana?" kata Sutiman.
Dia mengaku Pemprov DKI Jakarta dulu pernah menjanjikan ganti rugi Rp2.500/meter atas lahan tersebut. Janji tersebut disampaikan Sekda Pemprov DKI Jakarta Saefullah dalam surat kepada para petani Cakung pada 2015. “Namun sampai detik ini dana itu tidak pernah kami terima,” ungkap Sutiman.
Dikisahkannya, lahan garapan para petani di wilayah Rorotan, Cakung, sebelumnya masuk dalam daerah Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Namun pada tahun 1970-an dengan keputusan Gubernur Jawa Barat, daerah tersebut dimasukkan ke dalam wilayah administrasi kota Jakarta Timur.
Pada awal tahun 1980 Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memiliki program inventarisir wilayah untuk Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dan waduk. Tanpa kami ketahui sebelumnya, ternyata belakangan Pemprov DKI Jakarta malah menyerahkan ke pihak swasta (Jakarta Garden City - JGC) untuk dibangun danau.
Sejak lahan itu dikuasai oleh proyek perumahan elite salah satu pengembang. Lahan yang seluas 60 hektar milik para petani atas nama Sutiman Bin Ayub dan kawan-kawan otomatis tidak bisa lagi dimanfaatkan. Padahal lahan itu dulunya bisa membantu perekonomian masyarakat dengan ditanami padi, sayuran hingga tempat untuk berternak bebek.
Akibatnya, Sutiman dan para petani Rorotan, sejak 2015 lalu jadi pengangguran. Mereka tidak diperbolehkan lagi menggarap lahannya, lantaran dihalang-halangi pengembang. "Dulu setiap tahun 1 Ha sawah bisa menghasilkan 3-5 ton gabah, sekarang kita hanya bisa memandang dari jauh. Karena lahan kami sudah dipagari dan kami dilarang mendekat," keluhnya.
(mhd)