Batu Besar di Dermaga TPS Pulau Tidung Ancam Sarana Asian Games
A
A
A
JAKARTA - Keberadaan batu besar di dermaga Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, mengancam sarana Asian Games, Aquathon. Sebab keberadaan batu itu menghambat pembuangan sampah dari laut ke deratan.
Di sisi lain, jarak tempuh yang cukup lama memakan waktu seharian, membuat penangan sampah tak bisa dipandang remeh. Sebanyak 13 kapal pengangkut, dimana empat diantaranya bermuatan 90 ton, tidak mampu mengurangi debit sampah di Kepulauan Seribu.
Kondisi itu membuat TPS di Jalan Dermaga RT 05/04, Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, semakin dipenuhi sampah. Sampah tak terangkut karena akses kapal besar tidak bisa masuk.
Seorang warga, Abdul Rasid (65), mengaku cukup terganggu dengan kondisi sampah di TPS itu. Sebab kondisi itu berimbas pada sampah di rumahnya yang tidak terangkut. “Sudah hampir tiga hari sampah di depan rumah belum terangkut,” ucap Abdul kepada wartawan, Minggu (3/6/2018).
Selain menyebabkan bau busuk, keberadaan sampah membuat Pulau Tidung mulai dipenuhi lalat. Lalat bertempuk di beberapa kawasan rumah, sehingga membuat pemandangan tak menyenangkan.
Kasudin Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu, Yusen Hardiman, mengakui lambatnya penanganan sampah lantaran TPS di dekat dermaga terdapat batu besar yang menghalangi kapal.
Untuk menyiasati masalah ini, pihaknya melakukan beberapa kali proses, mulai dari memindahkan sampah dari TPS ke kapal kecil sebelum nantinya diangkut ke kapal besar.
Belum lagi jarak yang jauh. Yusen menyebut, pihaknya hanya memiliki empat kapal seberat 90 ton. Kapal itu setiap harinya mengantarkan sampah dari Pulau Tidung ke Muara Angke. “Satu perjalanan saja membutuhkan waktu tujuh jam. Kalau PP bisa sampai 14 jam sendiri,” ucap Yusen.
Yusen meminta maaf kepada warga di Kepulauan Seribu. Sebab, akibat batu itu membuat pengangkutan sampah terganggu. Terlebih dalam beberapa hari ini terdapat hari libur, membuat jumlah wisatawan kemudian meningkat.
Terhadap masalah sampah, pihaknya berencana menambah kapal dan meminta Pemprov DKI membangun fasilitas pengolahan sampah dalam kota atau Intermediate Treatment Facility (ITF). “Kalau ITF ada, waktu kita jadi lebih terbantu dan bisa mudah, karena penggunaan dengan kapal kecil juga bisa,” ucapnya.
Di sisi lain, jarak tempuh yang cukup lama memakan waktu seharian, membuat penangan sampah tak bisa dipandang remeh. Sebanyak 13 kapal pengangkut, dimana empat diantaranya bermuatan 90 ton, tidak mampu mengurangi debit sampah di Kepulauan Seribu.
Kondisi itu membuat TPS di Jalan Dermaga RT 05/04, Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, semakin dipenuhi sampah. Sampah tak terangkut karena akses kapal besar tidak bisa masuk.
Seorang warga, Abdul Rasid (65), mengaku cukup terganggu dengan kondisi sampah di TPS itu. Sebab kondisi itu berimbas pada sampah di rumahnya yang tidak terangkut. “Sudah hampir tiga hari sampah di depan rumah belum terangkut,” ucap Abdul kepada wartawan, Minggu (3/6/2018).
Selain menyebabkan bau busuk, keberadaan sampah membuat Pulau Tidung mulai dipenuhi lalat. Lalat bertempuk di beberapa kawasan rumah, sehingga membuat pemandangan tak menyenangkan.
Kasudin Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu, Yusen Hardiman, mengakui lambatnya penanganan sampah lantaran TPS di dekat dermaga terdapat batu besar yang menghalangi kapal.
Untuk menyiasati masalah ini, pihaknya melakukan beberapa kali proses, mulai dari memindahkan sampah dari TPS ke kapal kecil sebelum nantinya diangkut ke kapal besar.
Belum lagi jarak yang jauh. Yusen menyebut, pihaknya hanya memiliki empat kapal seberat 90 ton. Kapal itu setiap harinya mengantarkan sampah dari Pulau Tidung ke Muara Angke. “Satu perjalanan saja membutuhkan waktu tujuh jam. Kalau PP bisa sampai 14 jam sendiri,” ucap Yusen.
Yusen meminta maaf kepada warga di Kepulauan Seribu. Sebab, akibat batu itu membuat pengangkutan sampah terganggu. Terlebih dalam beberapa hari ini terdapat hari libur, membuat jumlah wisatawan kemudian meningkat.
Terhadap masalah sampah, pihaknya berencana menambah kapal dan meminta Pemprov DKI membangun fasilitas pengolahan sampah dalam kota atau Intermediate Treatment Facility (ITF). “Kalau ITF ada, waktu kita jadi lebih terbantu dan bisa mudah, karena penggunaan dengan kapal kecil juga bisa,” ucapnya.
(thm)