Disoal Warga, Waduk Rorotan di Cakung Masih Mangkrak

Senin, 28 Mei 2018 - 17:10 WIB
Disoal Warga, Waduk...
Disoal Warga, Waduk Rorotan di Cakung Masih Mangkrak
A A A
JAKARTA - Pembangunan Waduk Rorotan Cakung hingga kini masih mangkrak karena dipersoalkan warga.

Kuasa Hukum warga, Marthen N menjelaskan, Sutiman Bin Ayub sebagai perwakilan petani Cakung merupakan pemilik hak atas sawah dan lahan tersebut dan hingga kini belum dapat ganti rugi.

"Pencatatan sawah Sutiman oleh Pemprov DKI sebagai aset pemda bukan bukti kepemilikan pemda atas sawah Sutiman, lalu serta merta menghilangkan hak Sutiman atas sawahnya tersebut tanpa melalui upaya hukum pembebasan tanah dan pemberian ganti rugi," dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (28/5/2018).

Kini, lanjut Marthen, lahan itu dialihkan oleh Pemprov DKI Jakarta kepada pengembang Jakarta Garden City (JGC). "Karena itu, proses pengalihan lahan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara sehingga mesti diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)," katanya.

Terkait kabar adanya Putusan Mahkamah Agung Perkara No. 1158/ K/ Pdt/2017 tertanggal 17 Juli 2017 antara Sutiman Bin Ayub melawan Gubernur Kepala Daerah DKI. Dalam Putusan tersebut Majelis Hakim menolak permohonan Kasasi Sutiman Cs. Menurut Marthen, hal itu mengacu pada perkara kepemilikan lain antara Sutiman dan Trimulyo. Bukan sengketa kepemilikan antara Sutiman dan Gubernur DKI.

"Sehingga Putusan MA hanya menyatakan sita jaminan tersebut tidak sah, bukan menyatakan Sutiman pihak yang kalah. Ini yang harus diketahui oleh publik secara jelas," ungkapnya.

Penjelasan Marthen itu sekaligus menanggapi keterangan dari Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta William Yani. Yani menyatakan bahwa MA telah memutuskan lahan seluas 25 hektare itu milik Pemprov DKI Jakarta.

Kepemilikan lahan itu tertulis di Badan Pengelola Keuangan Pemda DKI tertanggal 9 Januari 2012 yang menyatakan bahwa rawa yang terletak di Jalan Kayu Tinggi/Tambun Rengas yang dikenal dengan Rawarorotan, Kelurahan Cakung Timur, Kecamatan Cakung, Kota Administrasi Jakarta Timur seluas 25 hektare merupakan aset Pemda DKI Jakarta.

"Belum ada satupun putusan pengadilan perdata yang memutuskan atau menyentuh pokok perkara sengketa kepemilikan atas lahan milik Sutiman sehingga status quo masih menjadi milik Sutiman cs," ucapnya.

Dijelaskannya, sawah milik Sutiman cs ini bukan status tanah negara bebas yang dapat begitu saja diinventarisasi menjadi aset Pemprov DKI tanpa proses pembebasan tanah dan pemberian ganti rugi.

"Sebelum masuk menjadi wilayah Provinsi DKI Jakarta, lahan milik Sutiman cs ini sudah bertahun-tahun digarap sebagai sawah pertanian. Masak bisa diinventarisasi begitu saja sebagai aset Pemprov DKI lalu dialihkan ke pihak swasta untuk membangun perumahan mewah. Siapa pun pejabat terkait yang melakukan pembiaran berlanjut tindakan tersebut di atas dapat dituntut sebagai tindak pidana Tipikor," jelasnya.

Saat ini, lahan dan sawah tersebut sekarang dialihkan ke pihak swasta (pengembang JGC) untuk dijadikan danau (bukan waduk) seluas 15 ha dan 10 ha dibangun vila-vila mewah. Karena itu, dirinya mendesak permasalahan ini sebaiknya diaudit oleh BPK karena berpotensi menimbulkan kerugian negara.

"Pengalihan inventarisasi aset ini ke pihak swasta tidak melalui prosedur dan persyaratan hukum yang benar sehingga terbuka peluang adanya kerugian negara," tuturnya.

Bahkan, Marthen menilai, pengrusakan dan penggalian sawah milik Sutiman telah menimbulkan keuntungan Rp600 miliar bagi pihak swasta dari hasil galian tersebut yang digunakan menimbun lahan sawah milik Sutiman di sekitar danau tersebut. "Nilai ekonomis tanah hasil galian itu ke mana larinya?" tanyanya.

Sementara itu, Sutiman Bin Ayub, perwakilan petani Cakung, mengaku dirinya dan kawan-kawan merasa sangat kehilangan mata pencaharian karena lahan garapannya diserobot pengembang. "Jelas kami sangat kehilangan, karena pengambilan lahan ini secara sepihak. Ganti rugi-nya tidak ada. Kami harus mengadu kemana?" katanya.

Dia mengaku Pemprov dulu pernah menjanjikan ganti rugi Rp2.500/meter atas lahan tersebut. "Namun sampai detik ini dana itu tidak pernah kami terima," ungkap Sutiman.

Dikisahkannya, lahan garapan para petani di wilayah Rorotan, Cakung, sebelumnya masuk dalam daerah Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Namun pada tahun 1970-an dengan keputusan Gubernur Jawa Barat, daerah tersebut dimasukkan ke dalam wilayah administrasi kota Jakarta Timur.

Pada awal tahun 1980 Pemprov DKI Jakarta memiliki program inventarisir wilayah untuk Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dan waduk. Tanpa kami ketahui sebelumnya, ternyata belakangan Pemprov DKI Jakarta malah menyerahkan ke pihak swasta (JGC) untuk dibangun danau.

Sejak lahan itu dikuasai oleh proyek perumahan elite salah satu pengembang. Lahan yang seluas 60 hektar milik para petani atas nama Sutiman Bin Ayub dan kawan-kawan otomatis tidak bisa lagi dimanfaatkan. Padahal lahan itu dulunya bisa membantu perekonomian masyarakat dengan ditanami padi, sayuran hingga tempat untuk berternak bebek.

Akibatnya, Sutiman dan para petani Rorotan, sejak 2015 lalu jadi pengangguran. Mereka tidak diperbolehkan lagi menggarap lahannya, lantaran dihalang-halangi pengembang.

"Dulu setiap tahun 1 Ha sawah bisa menghasilkan 3-5 ton gabah, sekarang kita hanya bisa memandang dari jauh. Karena lahan kami sudah dipagari dan kami dilarang mendekat," keluhnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Teguh Hendarwan mengakui pembangunan Waduk Rorotan Cakung belum selesai karena masih menunggu penyelesaian administrasi Badan Aset DKI. Selain itu di atas lahan masih terpasang plang milik Polda Metro Jaya yang bertulisan 'Dalam Pengawasan'. Sebab, lahan itu pernah sengketa dengan warga atas nama Sutiman Bin Ayub.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6586 seconds (0.1#10.140)