Tarif LRT Dipastikan di Bawah Tarif Taksi dan Ojek Online
A
A
A
JAKARTA - PT Jakarta Propertindo (Jakpro) masih terus mematangkan skema tarif kereta api ringan atau light rail transit (LRT) Velodrome-Kelapa Gading. Jakpro berharap tarif tidak perlu disubsidi pemerintah, namun tetap terjangkau masyarakat.
"Tarif pada prinsinya tidak menggunakan mekanisme subsidi. Kami beranggapan sekitar Rp10 ribu-14 ribu, meskipun diputuskan ada batas atas dan bawah. Jadi ketika kosong, bisa lebih murah. Tarif ini Kelapa Gading ke Dukuh Atas," ujar Direktur PT Jakpro, Satya Heragandhi, di Balai Kota, Rabu (16/5/2018).
Meskipun LRT baru sampai Velodrome-Kelapa Gading, kata Satya, pengguna LRT untuk mencapai Dukuh Atas cukup mengeluarkan biaya sekitar Rp10 ribu-14 ribu. Sementara saat perhelatan Asian Games, rencananya ada diskon menjadi sekitar Rp6 ribu.
"Hitungan tarif itu tetap dari Kelapa Gading ke Dukuh Atas. Tarif tidak boleh di atas taksi dan ojek online (ojol). Taksi tarifnya ke Dukuh Atas Rp36 ribu-41 ribu, sepeda motor Rp19 ribu-24 ribu. Jadi, ketika kita (LRT) masuk Rp10 ribu-14 ribu, masih terjangkau. Tidak perlu macet," tandasnya.
Satya berharap dalam waktu dekat bisa duduk bersama dengan DPRD untuk membahas tarif LRT tersebut. Pihaknya sebisa mungkin tidak meminta subsidi berupa public service obligation (PSO).
Pihaknya juga ingin membicarakan mengenai pembangunan fase II dari Velodrome menuju Tanah Abang yang rencananya menggunakan skema Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha (KPDBU).
Sementara itu, Ketua Bidang Perkretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Aditya Dwi Laksana, meminta PT Jakarta Propertindo bersama Pemprov DKI dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), mematangkan trase LRT yang menjadi kewenangan DKI sebelum membahas tarif.
Dengan begitu, integrasi moda transportasi tercipta dan tidak berhimpitan dengan moda transportasi lainnya. Sejauh ini, kata Adit, PT Jakarta Propertindo dan Pemprov DKI belum memiliki trase LRT yang jelas.
Rencana perpanjangan rute ke Tanah Abang salah satu contoh belum matangnya kajian trase. Padahal, trase itu penting agar moda transportasi terintegrasi. "Integrasi itu bukan hanya fisik. Sistem pembayaran dan jadwalnya juga harus terintegrasi," tandasnya.
"Tarif pada prinsinya tidak menggunakan mekanisme subsidi. Kami beranggapan sekitar Rp10 ribu-14 ribu, meskipun diputuskan ada batas atas dan bawah. Jadi ketika kosong, bisa lebih murah. Tarif ini Kelapa Gading ke Dukuh Atas," ujar Direktur PT Jakpro, Satya Heragandhi, di Balai Kota, Rabu (16/5/2018).
Meskipun LRT baru sampai Velodrome-Kelapa Gading, kata Satya, pengguna LRT untuk mencapai Dukuh Atas cukup mengeluarkan biaya sekitar Rp10 ribu-14 ribu. Sementara saat perhelatan Asian Games, rencananya ada diskon menjadi sekitar Rp6 ribu.
"Hitungan tarif itu tetap dari Kelapa Gading ke Dukuh Atas. Tarif tidak boleh di atas taksi dan ojek online (ojol). Taksi tarifnya ke Dukuh Atas Rp36 ribu-41 ribu, sepeda motor Rp19 ribu-24 ribu. Jadi, ketika kita (LRT) masuk Rp10 ribu-14 ribu, masih terjangkau. Tidak perlu macet," tandasnya.
Satya berharap dalam waktu dekat bisa duduk bersama dengan DPRD untuk membahas tarif LRT tersebut. Pihaknya sebisa mungkin tidak meminta subsidi berupa public service obligation (PSO).
Pihaknya juga ingin membicarakan mengenai pembangunan fase II dari Velodrome menuju Tanah Abang yang rencananya menggunakan skema Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha (KPDBU).
Sementara itu, Ketua Bidang Perkretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Aditya Dwi Laksana, meminta PT Jakarta Propertindo bersama Pemprov DKI dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), mematangkan trase LRT yang menjadi kewenangan DKI sebelum membahas tarif.
Dengan begitu, integrasi moda transportasi tercipta dan tidak berhimpitan dengan moda transportasi lainnya. Sejauh ini, kata Adit, PT Jakarta Propertindo dan Pemprov DKI belum memiliki trase LRT yang jelas.
Rencana perpanjangan rute ke Tanah Abang salah satu contoh belum matangnya kajian trase. Padahal, trase itu penting agar moda transportasi terintegrasi. "Integrasi itu bukan hanya fisik. Sistem pembayaran dan jadwalnya juga harus terintegrasi," tandasnya.
(thm)