Kedepankan Pelayanan Berbasis Digital, DKI Salah Siapkan Infrastruktur
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI terus memperbaiki juga mengoptimalkan layanan dan birokrasi pemerintah dengan memanfaatkan kemajuan teknologi digital. Penyediaan infrastruktur layanan teknologi dan digital berupa box utilitas dinilai belum sesuai kebutuhan industri jaringan telekomunikasi.
Ketua Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Indonesia (Apjatel), Lukman Adjam mengatakan penyediaan infrastruktur layanan teknologi dan digital sebagai percepatan realisasi integrated ducting system atau sistem ducting bersama yang dilakukan Pemprov DKI saat ini hanya berupa box utilitas berjarak 25 meter. Dimana para pekerja nantinya bisa memanfaatkan box berupa lubang sekitar 2 meter untuk melakukan pekerjaannya, termasuk penyambungannya. Sehingga tidak lagi ada tutup gali lubang.
Padahal, kata Lukman, apabila ada 15 operator fiber optik yang melakukan penyambungan, dipastikan akan ada lagi galian lubang. Untuk itu, dalam pertemuan terakhir Apjatel yang membawahi 30 operator fiber optik meminta agar box utilitas tidak dijadikan tempat penyambungan, melainkan hanya sebagai tempat melintasnya fiber optik saja dan tempat mengebor atau bekerja saja.
"Syukurnya sejauh ini kami terus diajak kordinasi. Tapi kami belum sepakat dengan konsep teknis penataan yang ditawarkan. Intinya konsep teknis masih belum sesuai kebutuhan industri jaringan telekomunikasi," ujar Lukman saat dihubungi, Rabu (25/4/2018).
Lukman menjelaskan, pada prinsipnya Apjatel sepakat dengan Pemprov DKI untuk menata semua utilitas yang berada di atas permukaan tanah dan memindahkannya ke dalam tanah. Namun, jangan terlalu kaku dalam membuat kebijakan. Sebab, kata dia, apabila penyambungan dan distribusi optik berada dalam tanah, retribusi pelanggan akan bertambah mahal.
Sehingga, lanjut Lukman, dalam jalur distribusi ke pelanggan, Apjatel meminta Pemprov DKI menyediakan satu tiang beton di setiap titik distribusi pelanggan atau box kabinet penyambungan di atas trotoar.
"Distribusi fiber optik bukan sekadar lurus sesuai box utilitas yang disediakan. Kiri-kana ada pelanggan. Teknisnya harus dibahas secara detail," katanya.
Terkait distribusi jaringan optik ke perkantoran, Lukman menilai tidak ada masalah yang serius mengingat gedung perkantoran berada di pinggir jalan. Menurutnya, Pemprov DKI hanya tinggal meminta pemilik gedung agar menyediakan lahan sekitar 2x2 meter untuk distribusi.
"Asal jangan disatukan dengan utilitas lain, apalagi listrik. Kalau bocor bahaya. Box utilitas yang disediakan saat ini saja isinya air semua," pungkasnya.
Dalam forum Asian Venture Capital Journal (AVCJ) Private Equity & Venture ke-7 Tahun 2018, di Mandarin Oriental Hotel, Jakarta Pusat, Rabu (25/4), Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta Sandiaga Uno bersama Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI, Rudiantara sepakat untuk merealisasikan integrated ducting system atau sistem ducting bersama tahun ini dalam rangka percepatan infrastruktur layanan teknologi dan digital.
Sandiaga menuturkan, untuk bersaing dalam ekonomi digital, harus dipastikan ketersediaan infrastrukturnya, khususnya instalasi fiber optik untuk memenuhi kebutuhan akses internet berkecepatan tinggi (high speed internet).
"Jika Indonesia dan Jakarta mau lebih bersaing dalam ekonomi baru (atau) ekonomi digital, kita harus memastikan infrastrukturnya tersedia. Layanan di Jakarta ini yang sudah menjadi keharusan kalau kita ingin berkompetisi di dunia yang semakin global, semakin interconnected. Bagaimana kita juga memastikan gedung-gedung tinggi (di Jakarta) punya kemampuan untuk dilayani oleh integrated ducting system," ungkapnya.
Pemprov DKI Jakarta terus berkoordinasi dengan Kominfo RI guna meluncurkan integrated ducting system bersama dalam konsep Public Privat Partnership (PPP) atau Kemitraan Pemerintah dengan sektor swasta.
"Ini yang akan digodok oleh PTSP DKI dan PPP Center. Untuk memastikan seluruh jalur-jalur yang perlu dilayani oleh fiber optik itu dilayani oleh fiber optik dan tidak terus menggali kembali. Kami harapkan tahun ini akan kami launching, dalam rangka percepatan infrastruktur layanan teknologi dan layanan infrastruktur digital," pungkasnya.
Pemprov DKI Jakarta juga akan melakukan edukasi dan sosialisasi ke seluruh lapisan masyarakat, mengenai layanan dan birokrasi pemerintah dengan memanfaatkan kemajuan teknologi digital, seperti ekonomi digital.
"Kami turun ke bawah dengan sistem edukasi yang kami dorong bersama-sama dengan pemerintah pusat di level kelurahan, kampung kumuh, kumuh miskin dan kumuh padat. Mereka itu yang paling merasakan kesenjangan dan ketimpangan informasi dan malah disusupi dengan informasi yang tidak benar," pungkasnya.
Sementara itu, Menkominfo Rudiantara mendorong Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan bagaimana semua bangunan tinggi di Jakarta harus memberikan akses bagi fiber optic operator selular untuk mempercepat broadband Indonesia.
"Ducting memang sedang dipersiapkan oleh Pak Sandi. Namun harus ada kebijakan bagaimana semua high risk building di Jakarta itu mandatory harus memberikan akses bagi fiber optik bagi operator selular, untuk mempercepat broadband Indonesia, kalau nggak, kita lambat terus," tegasnya.
Ketua Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Indonesia (Apjatel), Lukman Adjam mengatakan penyediaan infrastruktur layanan teknologi dan digital sebagai percepatan realisasi integrated ducting system atau sistem ducting bersama yang dilakukan Pemprov DKI saat ini hanya berupa box utilitas berjarak 25 meter. Dimana para pekerja nantinya bisa memanfaatkan box berupa lubang sekitar 2 meter untuk melakukan pekerjaannya, termasuk penyambungannya. Sehingga tidak lagi ada tutup gali lubang.
Padahal, kata Lukman, apabila ada 15 operator fiber optik yang melakukan penyambungan, dipastikan akan ada lagi galian lubang. Untuk itu, dalam pertemuan terakhir Apjatel yang membawahi 30 operator fiber optik meminta agar box utilitas tidak dijadikan tempat penyambungan, melainkan hanya sebagai tempat melintasnya fiber optik saja dan tempat mengebor atau bekerja saja.
"Syukurnya sejauh ini kami terus diajak kordinasi. Tapi kami belum sepakat dengan konsep teknis penataan yang ditawarkan. Intinya konsep teknis masih belum sesuai kebutuhan industri jaringan telekomunikasi," ujar Lukman saat dihubungi, Rabu (25/4/2018).
Lukman menjelaskan, pada prinsipnya Apjatel sepakat dengan Pemprov DKI untuk menata semua utilitas yang berada di atas permukaan tanah dan memindahkannya ke dalam tanah. Namun, jangan terlalu kaku dalam membuat kebijakan. Sebab, kata dia, apabila penyambungan dan distribusi optik berada dalam tanah, retribusi pelanggan akan bertambah mahal.
Sehingga, lanjut Lukman, dalam jalur distribusi ke pelanggan, Apjatel meminta Pemprov DKI menyediakan satu tiang beton di setiap titik distribusi pelanggan atau box kabinet penyambungan di atas trotoar.
"Distribusi fiber optik bukan sekadar lurus sesuai box utilitas yang disediakan. Kiri-kana ada pelanggan. Teknisnya harus dibahas secara detail," katanya.
Terkait distribusi jaringan optik ke perkantoran, Lukman menilai tidak ada masalah yang serius mengingat gedung perkantoran berada di pinggir jalan. Menurutnya, Pemprov DKI hanya tinggal meminta pemilik gedung agar menyediakan lahan sekitar 2x2 meter untuk distribusi.
"Asal jangan disatukan dengan utilitas lain, apalagi listrik. Kalau bocor bahaya. Box utilitas yang disediakan saat ini saja isinya air semua," pungkasnya.
Dalam forum Asian Venture Capital Journal (AVCJ) Private Equity & Venture ke-7 Tahun 2018, di Mandarin Oriental Hotel, Jakarta Pusat, Rabu (25/4), Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta Sandiaga Uno bersama Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI, Rudiantara sepakat untuk merealisasikan integrated ducting system atau sistem ducting bersama tahun ini dalam rangka percepatan infrastruktur layanan teknologi dan digital.
Sandiaga menuturkan, untuk bersaing dalam ekonomi digital, harus dipastikan ketersediaan infrastrukturnya, khususnya instalasi fiber optik untuk memenuhi kebutuhan akses internet berkecepatan tinggi (high speed internet).
"Jika Indonesia dan Jakarta mau lebih bersaing dalam ekonomi baru (atau) ekonomi digital, kita harus memastikan infrastrukturnya tersedia. Layanan di Jakarta ini yang sudah menjadi keharusan kalau kita ingin berkompetisi di dunia yang semakin global, semakin interconnected. Bagaimana kita juga memastikan gedung-gedung tinggi (di Jakarta) punya kemampuan untuk dilayani oleh integrated ducting system," ungkapnya.
Pemprov DKI Jakarta terus berkoordinasi dengan Kominfo RI guna meluncurkan integrated ducting system bersama dalam konsep Public Privat Partnership (PPP) atau Kemitraan Pemerintah dengan sektor swasta.
"Ini yang akan digodok oleh PTSP DKI dan PPP Center. Untuk memastikan seluruh jalur-jalur yang perlu dilayani oleh fiber optik itu dilayani oleh fiber optik dan tidak terus menggali kembali. Kami harapkan tahun ini akan kami launching, dalam rangka percepatan infrastruktur layanan teknologi dan layanan infrastruktur digital," pungkasnya.
Pemprov DKI Jakarta juga akan melakukan edukasi dan sosialisasi ke seluruh lapisan masyarakat, mengenai layanan dan birokrasi pemerintah dengan memanfaatkan kemajuan teknologi digital, seperti ekonomi digital.
"Kami turun ke bawah dengan sistem edukasi yang kami dorong bersama-sama dengan pemerintah pusat di level kelurahan, kampung kumuh, kumuh miskin dan kumuh padat. Mereka itu yang paling merasakan kesenjangan dan ketimpangan informasi dan malah disusupi dengan informasi yang tidak benar," pungkasnya.
Sementara itu, Menkominfo Rudiantara mendorong Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan bagaimana semua bangunan tinggi di Jakarta harus memberikan akses bagi fiber optic operator selular untuk mempercepat broadband Indonesia.
"Ducting memang sedang dipersiapkan oleh Pak Sandi. Namun harus ada kebijakan bagaimana semua high risk building di Jakarta itu mandatory harus memberikan akses bagi fiber optik bagi operator selular, untuk mempercepat broadband Indonesia, kalau nggak, kita lambat terus," tegasnya.
(kri)