Miras Oplosan Renggut Korban Jiwa, Begini Kata Psikolog

Rabu, 04 April 2018 - 08:01 WIB
Miras Oplosan Renggut Korban Jiwa, Begini Kata Psikolog
Miras Oplosan Renggut Korban Jiwa, Begini Kata Psikolog
A A A
DEPOK - Minuman keras (miras) oplosan kembali menean korban jiwa. Sejumlah orang di Jakarta tewas usai menenggak miras oplosan tersebut. Banyak orang menenggak miras karena dianggap menjadi salah satu cara penyaluran untuk menyenangkan diri.

Hal itu diungkapkan psikolog Universitas Pancasila (UP) Auly Grashinta. Shinta menuturkan, banyak orang menenggak miras karena dianggap menjadi salah satu cara penyaluran untuk menyenangkan diri. Seringkali perilaku ini dianggap juga sebagai ajang sosialisasi.

"Miras jelas membuat ketagihan dan biasanya dosisnya juga akan meningkat," kata Shinta pada Selasa, 3 April 2018 kemarin. Dalam kondisi berkelompok, lanjut dia, biasanya juga akan muncul dorongan untuk mencoba hal baru yang biasanya tidak dilakukan sendirian.
Salah satunya dengan eksperimen miras oplosan.( Baca: Korban Miras Oplosan di Jagakarsa Bertambah Dua Orang )

Saat sesama rekan saling menguatkan untuk mencoba lebih dan lebih lagi maka risiko menjadi tidak terpikirkan."Yang penting terlihat gagah, menunjukkan kekuatan juga kenikmatan yang didapat saat mabuk. Dengan demikian risiko yang akan terjadi pada tubuh tidak menjadi lebih penting," paparnya.

Shinta menuturkan, biasanya orang dalam kelompok akan cenderung nyaman saat kelompoknya melakukan sesuati meski dia sendiri hal itu tidak benar bahkan berbahaya. Ketika dalam kelompok saling mendorong maka sulit untuk keluar.

"Karena biasanya minum oplosan dilakukan bersama-sama tanpa tahu risiko. Pendidikan menjadi faktor penting yang mendasari kenapa bisa berbuat demikian," tuturnya. Banyak pelaku tidak tahu sebenarnya substansi apa yang ada dalam miras oplosan tersebut.

"Yang mereka tahu hanya bisa menyebabkan kenikmatan tertentu dan menyenangkan. Masalah substansinya tidak dipedulikan karena memang tidak paham," katanya.

Biasanya para pengonsumsi miras ini merasa seperti korban. Contoh yang sudah ada sebelumnya pun tidak lekas menjadikan mereka kapok dan dijadikan contoh.. "Ya karena tadi, dalam kelompok terjadi penguatan dan saling dorong untuk lebih dan lebih lagi," ucapnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6605 seconds (0.1#10.140)