Ratusan Bangunan Liar Kuasai Tanah Pemprov DKI di Rawa Buaya
A
A
A
JAKARTA - Ditengarai akibat lemahnya pengawasan, ratusan bangunan di kawasan Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, berdiri bebas di atas tanah milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI. Ratusan bangunan liar itu tersebar di tiga rukun tetangga (RT), yakni RT 02/03, RT 06/04, dan RT 09/04, Kelurahan Rawa Buaya.
Berdasarkan penelusuran KORAN SINDO, tak hanya bangunan permanen seperti tembok beton, beberapa bangunan juga diisi triplek-triplek yang mudah dirobohkan. Mereka mengusai kawasan tanah kosong dan mulai memetakan menjadi bangunan yang kemudian disewakan kepada orang lain.
Selain itu, di sana terdapat dua kolam pemancingan yang menjadi hiburan masyarakat. Sekalipun bangunan itu liar, namun aliran listrik tercukupi. Melalui kabel-kabel tembaga besar, warga kemudian mencuri kabel dari tiang besar menuju rumah. Beberapa tiang bambu didirikan sebelum kabel itu masuk ke tiap tiap rumah warga. Meteran kabel hanya terlihat di sudut sudut rumah.
Sekalipun terdapat meteran listrik, namun setelah diamati berberapa rumah diantaranya diketahui merupakan meteran palsu atau tak bergerak. KORAN SINDO mencoba mewawancarai sejumlah warga yang menempati kawasan itu. Namun mereka sepakat untuk tidak berkomentar. “Ke Pak RT aja mas,” cetus seorang warga.
Yatno (45), salah satu warga di luar kawasan itu mengakui bahwa sebelumnya bangunan di sana tidak ada. Baru sekitar 3-4 tahun lalu banyak pendatang mendirikan bangunan di kawasan itu. Mereka awalnya mendirikan bangunan semi permanen sebelum akhirnya membangun tembok-tembok kokoh. “Kalau warga sekitar engga ada. Kebanyakan pendatang,” ucapnya.
Ketua RT 09/04 Jufri mengakui bahwa bangunan itu memang liar. Sertifikat dimiliki oleh Pemprov DKI melalui lembaran P13 milik BPN. Terhadap hal itu, Jufri mengatakan telah berkomunikasi dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Solusi tentang masalah itu sedang dibicarakan agar tidak menyebabkan masalah dikemudian hari. “Kami pengennya kaya penanganan di Kampung Aquarium,” tutupnya.
Lurah Rawa Buaya Syafwan Busti membenarkan bangunan di kawasan tersebut liar. Dari hasil pendataan, pihaknya mencatat terdapat 106 bangunan dengan luas 5,1 hektare yang tersebar di tiga RT. “Tanahnya milik Dinas Kehutanan. Saya juga baru tahu pas wali kota minta ditelusuri,” ujar Syafwan, Selasa (6/2/2018).
Menurut Syafwan, sempat muncul kebinggungan ketika mengecek lokasi itu. Sebab dari ribuan hektare lahan di tempat itu dan ratusan bangunan yang menempati tidak semuanya milik Pemprov DKI. Di sana terdapat juga lahan milik warga dan milik kepolisian yang rencananya dijadikan Markas Polres Metro Jakarta Barat. “Parahnya, belum dipagari di sana,” kata Syafwan.
Khusus untuk lahan milik DKI, Syafwan mengatakan, pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada warga setempat. Dari hasil pembicaraan dan komunikasi di kecamatan pada bulan lalu, warga siap direlokasi asalkan manusiawi. “Mereka paham itu tanah siapa dan siap direlokasi tanpa perlawanan,” ucap Syafwan.
Wali Kota Jakarta Barat, Anas Efendi, mengatakan, telah meminta Kasatpol PP Jakarta Barat Tamo Sijabat untuk bertindak. Ia meminta agar bangunan itu segera digusur sehingga pagar bisa dibangun untuk pembatas. “Saya sudah sampaikan ini saat rapat di tingkat wali kota. Satpol jangan diam aja, harus bertindak,” tegas Anas.
Berdasarkan penelusuran KORAN SINDO, tak hanya bangunan permanen seperti tembok beton, beberapa bangunan juga diisi triplek-triplek yang mudah dirobohkan. Mereka mengusai kawasan tanah kosong dan mulai memetakan menjadi bangunan yang kemudian disewakan kepada orang lain.
Selain itu, di sana terdapat dua kolam pemancingan yang menjadi hiburan masyarakat. Sekalipun bangunan itu liar, namun aliran listrik tercukupi. Melalui kabel-kabel tembaga besar, warga kemudian mencuri kabel dari tiang besar menuju rumah. Beberapa tiang bambu didirikan sebelum kabel itu masuk ke tiap tiap rumah warga. Meteran kabel hanya terlihat di sudut sudut rumah.
Sekalipun terdapat meteran listrik, namun setelah diamati berberapa rumah diantaranya diketahui merupakan meteran palsu atau tak bergerak. KORAN SINDO mencoba mewawancarai sejumlah warga yang menempati kawasan itu. Namun mereka sepakat untuk tidak berkomentar. “Ke Pak RT aja mas,” cetus seorang warga.
Yatno (45), salah satu warga di luar kawasan itu mengakui bahwa sebelumnya bangunan di sana tidak ada. Baru sekitar 3-4 tahun lalu banyak pendatang mendirikan bangunan di kawasan itu. Mereka awalnya mendirikan bangunan semi permanen sebelum akhirnya membangun tembok-tembok kokoh. “Kalau warga sekitar engga ada. Kebanyakan pendatang,” ucapnya.
Ketua RT 09/04 Jufri mengakui bahwa bangunan itu memang liar. Sertifikat dimiliki oleh Pemprov DKI melalui lembaran P13 milik BPN. Terhadap hal itu, Jufri mengatakan telah berkomunikasi dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Solusi tentang masalah itu sedang dibicarakan agar tidak menyebabkan masalah dikemudian hari. “Kami pengennya kaya penanganan di Kampung Aquarium,” tutupnya.
Lurah Rawa Buaya Syafwan Busti membenarkan bangunan di kawasan tersebut liar. Dari hasil pendataan, pihaknya mencatat terdapat 106 bangunan dengan luas 5,1 hektare yang tersebar di tiga RT. “Tanahnya milik Dinas Kehutanan. Saya juga baru tahu pas wali kota minta ditelusuri,” ujar Syafwan, Selasa (6/2/2018).
Menurut Syafwan, sempat muncul kebinggungan ketika mengecek lokasi itu. Sebab dari ribuan hektare lahan di tempat itu dan ratusan bangunan yang menempati tidak semuanya milik Pemprov DKI. Di sana terdapat juga lahan milik warga dan milik kepolisian yang rencananya dijadikan Markas Polres Metro Jakarta Barat. “Parahnya, belum dipagari di sana,” kata Syafwan.
Khusus untuk lahan milik DKI, Syafwan mengatakan, pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada warga setempat. Dari hasil pembicaraan dan komunikasi di kecamatan pada bulan lalu, warga siap direlokasi asalkan manusiawi. “Mereka paham itu tanah siapa dan siap direlokasi tanpa perlawanan,” ucap Syafwan.
Wali Kota Jakarta Barat, Anas Efendi, mengatakan, telah meminta Kasatpol PP Jakarta Barat Tamo Sijabat untuk bertindak. Ia meminta agar bangunan itu segera digusur sehingga pagar bisa dibangun untuk pembatas. “Saya sudah sampaikan ini saat rapat di tingkat wali kota. Satpol jangan diam aja, harus bertindak,” tegas Anas.
(thm)