Curhatan Driver Taksi Online dari Bandung Soal Nasib Mereka
A
A
A
JAKARTA - Driver angkutan online tengah melakukan aksi demo di depan gedung Kemenhub, Jakarta Pusat untuk menolak Permenhub No.108/2017. Aturan yang dibuat Kemenhub itu dianggap menyusahkan mereka sebagai rakyat kecil.
Ketua Driver Online Paguyuban Karapitan (Pakar) asal Bandung, Agi Putra mengatakan, dia turut hadir melakukan aksi di Jakarta itu lantaran hendak memperjuangkan haknya sebagai seorang driver online.
Karena Permenhub 108 itu membuat susah para driver online yang ada di Indonesia ini, bukan hanya di Jakarta, tapi juga di Bandung, dan kota lainnya di Indonesia.
"Kita anggota ada 50 orang, kita berangkat dari jam 3 pagi dari Bandung, sampe Istiqlal jam 6 pagi dan langsung berkumpul dengan teman-teman," ujarnya saat berbincang di depan Kemenhub, Jakarta Pusat, Senin (29/1/2018).
Menurutnya, Pakar tak setuju dengan aturan itu lantaran semua driver online itu rata-rata menggunakan mobil sendiri yang jumlahnya hanya satu. Bahkan ada beberapa driver masih ada yang menyewa agar bisa bekerja.
Maka itu, bebernya, aturan itu pun bakal semakin memberatkan pekerjaannya itu. Sebelumnya, dia bekerja sebagai karyawan biasa, setelah ada aplikasi taksi online pun dia lalu mencoba-coba hingga akhirnya dia saat ini bekerja sebagai driver taksi online dan meninggalkan pekerjaannya yang lalu.
Awalnya, bebernya, dia tergiur dengan penghasilan taksi online yang dikatakan cukup besar. Setelah mencoba, memang penghasilannya bisa dua kali lipat lebih dibandingkan gaji di tempat kerjanya dahulu.
Dia pun meminjam uang agar bisa membeli mobil untuk masuk ke taksi online. Namun kini, penghasilannya terbilang cukup untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya saja.
"Mobil kan yang bawa kita sendiri, punya kita, yang isi bensin kita sendiri, biaaya apa saja kita, tapi kenapa harus pakai koperasi segala, SIM kendaraan umum. Beberapa juga ada yang masih sewa, itu penghasilan saja sekarang sudah tak seberapa, apalagi dibentukan aturan seperti itu, harus ini itu dahulu," tuturnya.
Saat ini, paparnya, setiap melakukan penarikan, akan dipotong 20 persen oleh pihak aplikasi, sedang bonusnya pun akan pula dipotong 20 persennya lagi sehingga pendapatannya terbilang standar saja.
"Awalnya kita yang merintis, sekarang dicampuri pemerintah dan seolah kita yang ditendang. Drivernya yang dibebankan dan ditekan, bukan pihak aplikasinya," jelasnya.
Padahal, ungkapnya, dewasa ini taksi online pun tak begitu ramai. Sehari, bisa mencapai 10 penumpang pun sudah terbilang bagus. Bahkan, tak sedikit pula driver yang kerap nombok karena sepinya penumpang dan banyaknya potongan, baik potongan dari pihak aplikasi maupun dari kebutuhannya untuk driver, seperti bensin dan pulsa internet.
"Jadi sekarang ini, driver online lebih banyak dukanya, sukanya jarang-jarang. Nah kalau ada aturan itu, kan harus pakai stiker juga, secara safety pun tak aman, di daerah driver online masih belum diterima," katanya.
Dia menambahkan, selain sepinya orderan, tak jarang pula ada orderan fiktif yang mana para driver pun akan terkena imbas seperti sanksi akibat orderan tersebut.
Ketua Driver Online Paguyuban Karapitan (Pakar) asal Bandung, Agi Putra mengatakan, dia turut hadir melakukan aksi di Jakarta itu lantaran hendak memperjuangkan haknya sebagai seorang driver online.
Karena Permenhub 108 itu membuat susah para driver online yang ada di Indonesia ini, bukan hanya di Jakarta, tapi juga di Bandung, dan kota lainnya di Indonesia.
"Kita anggota ada 50 orang, kita berangkat dari jam 3 pagi dari Bandung, sampe Istiqlal jam 6 pagi dan langsung berkumpul dengan teman-teman," ujarnya saat berbincang di depan Kemenhub, Jakarta Pusat, Senin (29/1/2018).
Menurutnya, Pakar tak setuju dengan aturan itu lantaran semua driver online itu rata-rata menggunakan mobil sendiri yang jumlahnya hanya satu. Bahkan ada beberapa driver masih ada yang menyewa agar bisa bekerja.
Maka itu, bebernya, aturan itu pun bakal semakin memberatkan pekerjaannya itu. Sebelumnya, dia bekerja sebagai karyawan biasa, setelah ada aplikasi taksi online pun dia lalu mencoba-coba hingga akhirnya dia saat ini bekerja sebagai driver taksi online dan meninggalkan pekerjaannya yang lalu.
Awalnya, bebernya, dia tergiur dengan penghasilan taksi online yang dikatakan cukup besar. Setelah mencoba, memang penghasilannya bisa dua kali lipat lebih dibandingkan gaji di tempat kerjanya dahulu.
Dia pun meminjam uang agar bisa membeli mobil untuk masuk ke taksi online. Namun kini, penghasilannya terbilang cukup untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya saja.
"Mobil kan yang bawa kita sendiri, punya kita, yang isi bensin kita sendiri, biaaya apa saja kita, tapi kenapa harus pakai koperasi segala, SIM kendaraan umum. Beberapa juga ada yang masih sewa, itu penghasilan saja sekarang sudah tak seberapa, apalagi dibentukan aturan seperti itu, harus ini itu dahulu," tuturnya.
Saat ini, paparnya, setiap melakukan penarikan, akan dipotong 20 persen oleh pihak aplikasi, sedang bonusnya pun akan pula dipotong 20 persennya lagi sehingga pendapatannya terbilang standar saja.
"Awalnya kita yang merintis, sekarang dicampuri pemerintah dan seolah kita yang ditendang. Drivernya yang dibebankan dan ditekan, bukan pihak aplikasinya," jelasnya.
Padahal, ungkapnya, dewasa ini taksi online pun tak begitu ramai. Sehari, bisa mencapai 10 penumpang pun sudah terbilang bagus. Bahkan, tak sedikit pula driver yang kerap nombok karena sepinya penumpang dan banyaknya potongan, baik potongan dari pihak aplikasi maupun dari kebutuhannya untuk driver, seperti bensin dan pulsa internet.
"Jadi sekarang ini, driver online lebih banyak dukanya, sukanya jarang-jarang. Nah kalau ada aturan itu, kan harus pakai stiker juga, secara safety pun tak aman, di daerah driver online masih belum diterima," katanya.
Dia menambahkan, selain sepinya orderan, tak jarang pula ada orderan fiktif yang mana para driver pun akan terkena imbas seperti sanksi akibat orderan tersebut.
(ysw)