Ribuan Pengungsi Korban Gempa di Bogor Mengeluh Soal Bantuan
A
A
A
BOGOR - Ribuan korban gempa bumi di Desa Malasari, Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mulai mengeluhkan terkait kondisi pengungsian, baik pasokan logistik atau bantuan maupun kondisi tenda.
Pasalnya, berdasarkan data diperoleh hingga Senin (29/1/2018), jumlah pengungsi korban gempa bumi yang terjadi Selasa 23 Januari 2018 mencapai 520 kepala keluarga (KK) atau 2.080 jiwa.
"Kondisi paling parah itu di Kampung Talahab, tapi karena kondisi saat ini wilayah Bogor terus diguyur hujan. Selain Talahab, rumah-rumah panggung di Kampung Nirmala juga masyarakatnya khawatir terjadi longsor, karena di atas pemukiman ada retakan di area PT Nirmala," kata Sekretaris Desa Malasari, Laila Isroria saat dihubungi.
Lebih lanjut ia menuturkan, yang saat ini sedang ditangani secara khusus oleh pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dibantu Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Jawa Barat adalah Kampung Talahab.
"Saat ini sedang diupayakan untuk di relokasi. Korban terdampak gempa dan berpotensi terjadinya pergeseran tanah di Kampung Talahab dan Garung mencapai 120 KK," katanya. (Baca Juga: Gempa 6,4 SR Guncang Lebak Banten, Getaran Hingga Jakarta
Ia menjelaskan secara keseluruhan ribuan pengungsi di desanya tersebar di 6 titik lokasi pengungsian dengan Posko Utama penerimaan bantuan berada di Kampung Karamat Banteng RT03/12, Nanggung, Kabupaten Bogor.
"Sebetulnya bantuan sudah banyak dari berbagai pihak, tapi selama ini penyaluran pada langsung dibagikan ke pengungsi. Baiknya atau diharapkan pemberi bantuan mengirimnya cukup ke satu pintu saja yakni melalui posko utama yang sudah disediakan," harapnya. (Baca Juga: Update Gempa Lebak, BMKG Imbau Masyarakat Ikuti Arahan BPBD
Sementara itu, Memed (52), warga Nirmala mengaku khawatir terjadi bencana susulan paska gempa yang sudah terjadi sebanyak tiga kali. "Cuma sekarang kan hujan terus-terusan, takut tiba-tiba bukit longsor karena sudah retak," ujarnya.
Sebagian besar warga mengungsi dengan membuat tenda sendiri-sendiri di tengah perkebunan teh milik PT Nirmala. Sebagian lainnya mengungsi di posko yang didirikan TNI/Polri maupun PMI.
Ribuan pengungsi yang tersebar di enam titik itu di dominasi oleh ibu-ibu, anak-anak dan lansia. Bahkan ada pula seorang ibu yang tengah hamil usia 9 bulan, yakni Ariyani, 24. "Bantuan banyak tapi kami sering dilewati," katanya.
Hujan selama empat hari berturut-turut membuat tenda pengungsi menjadi rawa berlumpur, angin kencang merobek tenda tempat berlindung, dan membuat pengungsi menggigil kedinginan.
"Kami masih kekurangan terpal dan selimut. Bantuan terpal dari TNI dan polisi belum mencukupi," kata Pupud, Ketua RW 08 Kampung Nirmala.
Tak hanya itu, para pengungsi juga harus memenuhi kebutuhan makan dan minum sendiri karena tidak tersedianya dapur umum dari pemerintah daerah. Sementara bantuan mie instan dan beras terus mengalir dari sejumlah pihak.
"Belum ada dapur umum Pak. Mereka masak sendiri-sendiri di tenda pake kayu bakar. Ada juga yang pake kompor," ungkapnya.
Sebab, paska gempa pada 23 Januari 2018 menyebabkan bukit di perkampungan Nirmala tersebut retak kurang lebih sepanjang 200 meter dan lebar sekitar 20 sentimeter.
Warga Kampung Nirmala berharap Pemkab Bogor segera memperhatikan nasib mereka, yang sudah hampir satu minggu mengungsi di tengah perkebunan teh. Sejauh ini, pemerintah daerah masih sibuk mendata kerusakan bangunan, sementara rumah warga yang terancam longsor akibat gempa tak diperhatikan.
Sementara itu, berdasarkan data BPBD Kabupaten Bogor gempa yang terjadi Selasa 23 Januari 2018 menyebabkan 675 bangunan di 14 kecamatan Kabupaten Bogor rusak. Korban terdampak sebanyak 656 KK atau 2.532 jiwa.
Dari jumlah tersebut 421 rusak ringan, 163 rusak sedang, 48 rusak berat, dan 43 terancam. Fasilitas umum yang rusak yaitu 8 masjid, 2 sekolah, 1 Puskesmas, 1 Ponpes, dan 1 Majelis Taklim.
Wilayah yang paling terparah yakni di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, yakni sebanyak 666 rumah rusak dan yang terdampak sebanyak 520 KK.
Pasalnya, berdasarkan data diperoleh hingga Senin (29/1/2018), jumlah pengungsi korban gempa bumi yang terjadi Selasa 23 Januari 2018 mencapai 520 kepala keluarga (KK) atau 2.080 jiwa.
"Kondisi paling parah itu di Kampung Talahab, tapi karena kondisi saat ini wilayah Bogor terus diguyur hujan. Selain Talahab, rumah-rumah panggung di Kampung Nirmala juga masyarakatnya khawatir terjadi longsor, karena di atas pemukiman ada retakan di area PT Nirmala," kata Sekretaris Desa Malasari, Laila Isroria saat dihubungi.
Lebih lanjut ia menuturkan, yang saat ini sedang ditangani secara khusus oleh pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dibantu Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Jawa Barat adalah Kampung Talahab.
"Saat ini sedang diupayakan untuk di relokasi. Korban terdampak gempa dan berpotensi terjadinya pergeseran tanah di Kampung Talahab dan Garung mencapai 120 KK," katanya. (Baca Juga: Gempa 6,4 SR Guncang Lebak Banten, Getaran Hingga Jakarta
Ia menjelaskan secara keseluruhan ribuan pengungsi di desanya tersebar di 6 titik lokasi pengungsian dengan Posko Utama penerimaan bantuan berada di Kampung Karamat Banteng RT03/12, Nanggung, Kabupaten Bogor.
"Sebetulnya bantuan sudah banyak dari berbagai pihak, tapi selama ini penyaluran pada langsung dibagikan ke pengungsi. Baiknya atau diharapkan pemberi bantuan mengirimnya cukup ke satu pintu saja yakni melalui posko utama yang sudah disediakan," harapnya. (Baca Juga: Update Gempa Lebak, BMKG Imbau Masyarakat Ikuti Arahan BPBD
Sementara itu, Memed (52), warga Nirmala mengaku khawatir terjadi bencana susulan paska gempa yang sudah terjadi sebanyak tiga kali. "Cuma sekarang kan hujan terus-terusan, takut tiba-tiba bukit longsor karena sudah retak," ujarnya.
Sebagian besar warga mengungsi dengan membuat tenda sendiri-sendiri di tengah perkebunan teh milik PT Nirmala. Sebagian lainnya mengungsi di posko yang didirikan TNI/Polri maupun PMI.
Ribuan pengungsi yang tersebar di enam titik itu di dominasi oleh ibu-ibu, anak-anak dan lansia. Bahkan ada pula seorang ibu yang tengah hamil usia 9 bulan, yakni Ariyani, 24. "Bantuan banyak tapi kami sering dilewati," katanya.
Hujan selama empat hari berturut-turut membuat tenda pengungsi menjadi rawa berlumpur, angin kencang merobek tenda tempat berlindung, dan membuat pengungsi menggigil kedinginan.
"Kami masih kekurangan terpal dan selimut. Bantuan terpal dari TNI dan polisi belum mencukupi," kata Pupud, Ketua RW 08 Kampung Nirmala.
Tak hanya itu, para pengungsi juga harus memenuhi kebutuhan makan dan minum sendiri karena tidak tersedianya dapur umum dari pemerintah daerah. Sementara bantuan mie instan dan beras terus mengalir dari sejumlah pihak.
"Belum ada dapur umum Pak. Mereka masak sendiri-sendiri di tenda pake kayu bakar. Ada juga yang pake kompor," ungkapnya.
Sebab, paska gempa pada 23 Januari 2018 menyebabkan bukit di perkampungan Nirmala tersebut retak kurang lebih sepanjang 200 meter dan lebar sekitar 20 sentimeter.
Warga Kampung Nirmala berharap Pemkab Bogor segera memperhatikan nasib mereka, yang sudah hampir satu minggu mengungsi di tengah perkebunan teh. Sejauh ini, pemerintah daerah masih sibuk mendata kerusakan bangunan, sementara rumah warga yang terancam longsor akibat gempa tak diperhatikan.
Sementara itu, berdasarkan data BPBD Kabupaten Bogor gempa yang terjadi Selasa 23 Januari 2018 menyebabkan 675 bangunan di 14 kecamatan Kabupaten Bogor rusak. Korban terdampak sebanyak 656 KK atau 2.532 jiwa.
Dari jumlah tersebut 421 rusak ringan, 163 rusak sedang, 48 rusak berat, dan 43 terancam. Fasilitas umum yang rusak yaitu 8 masjid, 2 sekolah, 1 Puskesmas, 1 Ponpes, dan 1 Majelis Taklim.
Wilayah yang paling terparah yakni di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, yakni sebanyak 666 rumah rusak dan yang terdampak sebanyak 520 KK.
(mhd)