Jakarta Pernah 'Hancur' Diguncang Gempa Dahsyat

Selasa, 23 Januari 2018 - 18:18 WIB
Jakarta Pernah Hancur...
Jakarta Pernah 'Hancur' Diguncang Gempa Dahsyat
A A A
JAKARTA - Warga Jakarta dan sekitarnya, terutama yang sedang berada di gedung tinggi perkantoran, langsung berhamburan keluar, Selasa (23/1/2018) siang pukul 13.34 WIB. Mereka panik karena merasakan guncangan yang cukup kencang dan berlangsung agak lama.

Guncangan keras itu disebabkan gempa bumi berkekuatan 6,1 Skala Richter (SR) yang berpusat di laut 43 km arah selatan Kabupaten Lebak, Banten pada kedalaman 61 kilometer. Dampak gempa bumi yang digambarkan oleh peta tingkat guncangan (shakemap) BMKG menunjukkan bahwa dampak gempa bumi berupa guncangan berpotensi dirasakan di daerah Jakarta, Tangerang Selatan, Bogor, II SIG-BMKG (IV-V MMI).

"Gempa bumi selatan Jawa-Bali-Nusa Tenggara ini termasuk dalam klasifikasi gempa bumi berkedalaman dangkal akibat aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempang Eurasia," kata Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Moch Riyadi dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (23/1/2018).

Respons warga Jakarta tersebut sangat wajar, apalagi kota ini penuh dengan gedung pencakar langit. Gempa yang mengguncang Mexico City pada September tahun lalu menjadi pengingat betapa dahsyatnya kerusakan yang terjadi akibat gempa bumi di sebuah kota. Tak kurang dari 44 bangunan hancur dan lebih dari 300 orang menjadi korban tewas. (Baca Juga: Korban Gempa Meksiko, 361 Tewas dan 8 Hilang
Apalagi Jakarta juga cukup rentan mengalami guncangan gempa. Tercatat beberapa kali warga Jakarta merasakan guncangan meski pusat gempa cukup jauh dari Ibu Kota. Terakhir pada 16 Desember 2017 lalu, gempa berkekuatan 7,3 SR yang berlokasi di 43 km barat daya Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat juga membuat warga Jakarta tidak tidur nyenyak. (Baca Juga: Gempa 7,3 SR di Tasikmalaya, Terasa Sampai Jakarta dan Solo
Dari kejadian tersebut menunjukkan bahwa DKI Jakarta dan sekitarnya (jabodetabek), termasuk wilayah rawan gempa meski sumbernya berada di luar daerah. Apalagi berdasarkan catatan Encyclopedia of World Geography, kondisi tanah Jakarta juga tidak stabil sehingga rambatan gempa terasa lebih hebat. Itu mengapa dalam sejarahnya, Jakarta di masa lalu pernah rata dengan tanah akibat gempa bumi.

Setidaknya ada dua gempa bumi yang pernah 'memporak-porandakan' Jakarta seperti tertulis dalam makalah Indonesia's Historical Earthquakes dari Geoscience Australia. Pertama, gempa yang terjadi pada 5 Januari 1669. Digambarkan bahwa guncangan sangat kencang dan kuat dan berlangsung selama tiga perempat jam. Tak kurang dari 28 orang tewas dan 21 rumah dan 29 lumbung hancur.

Gempa ini dihubungkan dengan meletusnya Gunung Salak. Gunung setinggi 2.000 meter tersebut menyemburkan batu dan abu serta mengalirkan lumpur dalam volume yang sangat banyak melalui Kali Ciliwung. Oud Batavia mendadak jadi rawa dan Kali Ciliwung tersumbat aliran airnya.

Kehancuran Jakarta (Batavia) kedua akibat gempa juga terjadi pada 10 Oktober 1834. Wilayah Batavia, Banten, Karawang, Bogor, dan Priangan dilanda gempa berturut-turut pada malam hari. Lalu guncangan dahsyat terjadi pada pagi harinya yang menyebabkan sejumlah rumah dan bangunan kokoh berdinding batu rusak. Termasuk di antaranya sebuah istana di Weltevreden, Paleis van Daendels/Het Groot Huis (Gedung Kementerian Keuangan RI), dan Buitenzorg Palace (Istana Bogor).

Sebagai wilayah yang berada di lingkaran cincin api Pasifik (Pacific Ring of Fire) dan daerah kedua yang paling aktif di dunia (sabuk Alpide), Indonesia berpotensi sering diguncang gempa. Apalagi patahan aktif di Indonesia terus meningkatnya jumlahnya. Pada 2010 terdekteksi patahan aktif sebanyak 80 titik, tapi pada 2017 meningkat menjadi 295 titik.

Dalam diskusi publik yang digelar PKPU Human Initiative di Heritage Hall, Menko PMK, Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Selasa (19/12/2017), Direktur Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Medi Herlianto mengatakan, pertambahan patahan aktif di Indonesia karena baru diketahui belakangan. Dia Medi mencontohkan gempa bumi yang menggoyang Pidie Jaya, Aceh, akhir tahun lalu. "Selama ini semua tidak tahu kalau di sana ada patahan," tuturnya.

Kian besarnya potensi gempa di Indonesia, menurut Medi, mengharuskan masyarakat untuk siap siaga. "Kita ini hidup di atas patahan bumi. Kita harus menyiapkan masyarakat tentang pengetahuan mengenai ancaman bencana dan bagaimana menyikapinya,” katanya.

(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0769 seconds (0.1#10.140)